Oleh Siska Juliana

 

 

LenSa MediaNews__ Segala sesuatu tentang Gen Z selalu menjadi hal yang menarik. Gen Z merupakan generasi yang kreatif dan inovatif, hanya saja memliki mental yang lemah. Jadi, apa pun yang dilakukannya selalu menjadi buah bibir.

 

Seperti adanya fenomena Labubu yang viral akhir-akhir ini. Labubu adalah boneka berbulu yang memiliki telinga panjang dan senyum menyeringai. Labubu hype kembali setelah Lisa Black Pink mengenakan Labubu kecil untuk gantungan tas. (Liputan6.com, 14-09-2024)

 

Asal Mula Boneka Labubu

Boneka Labubu diciptakan oleh seorang seniman asal Hongkong bernama Kasing Lung pada tahun 2015. Karakter ini muncul dari imajinasi masa kecilnya. Ia merupakan seorang ilustrator di Belgia, lalu menjadi desainer mainan di Tiongkok.

 

Lung membuat karya The Monsters, sekumpulan karakter baik dan jahat. Labubu merupakan karakter yang paling terkenal dari The Monsters. Ia digambarkan sebagai monster perempuan baik hati yang suka menolong. Tetapi ia sering melakukan tindakan buruk, sehingga wajah Labubu sedikit menyeramkan.

 

Pada tahun 2019 Lung meneken kontrak eksklusif dengan perusahaan mainan Pop Mart. Labubu dijual sebagai boneka kecil dengan format penjualan blind box (pembeli tidak tahu apa isi dari kotak yang dibelinya).

 

Sebagai strategi pemasaran, Pop Mart merilis karakter Labubu edisi spesial dan terbatas. Edisi ini hanya bisa dimiliki penggemar dengan peluang 1 banding 72. Hal itu membuat para penggemar makin penasaran dan ingin memiliki boneka ini.

 

Booming boneka Labubu sampai juga ke Indonesia. Di Gandaria City terdapat toko Pop Mart pertama di Indonesia. Tak ayal, toko ini dipenuhi para pembeli yang rela mengantre panjang untuk mendapatkan boneka ini.

Tak hanya toko offline, toko online mereka pun diserbu pembeli. Padahal harga boneka monster ini relatif mahal, yaitu mulai dari Rp400 ribu sampai Rp4 juta.

 

Aroma Kapitalis di Balik Boneka Labubu

Jika dilihat lebih dalam, fenomena boneka Labubu bukan hanya sekadar tren saja. Ada berbagai persoalan yang timbul dan dapat merugikan banyak pihak.

 

Viralnya boneka Labubu, membuat para penggemar terjangkit FOMO (fear of missing out). Apalagi para selebgram dan influencer juga memamerkannya di media sosialnya. Hal itu meningkatkan rasa FOMO masyarakat.

 

FOMO akan menggiring masyarakat untuk berbelanja, terutama pada industri fesyen. Mirisnya, kebanyakan korban FOMO adalah generasi muda. Mereka cenderung lebih cepat membeli, apalagi kalau idolanya sudah memiliki barang tersebut. Mereka tidak berpikir apakah barang itu berguna atau tidak, akhirnya barang yang dibeli terbuang sia-sia.

 

Munculnya FOMO tidak terlepas dari sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Kapitalisme membuat masyarakat menjadi konsumtif dan memiliki gaya hidup bebas. Paham ini menjadikan materi dan hawa nafsu sebagai tuhannya. Alhasil, segala cara ditempuh untuk mendapatkan keinginannya, tak peduli halal dan haram.

 

Sekularisme yang merupakan asas kapitalisme telah menjauhkan peran agama dalam kehidupan. Maka tak mengherankan jika kehidupan masyarakat hanya sebatas mengejar kesenangan dunia semata, tidak memedulikan kehidupan kelak di akhirat.

 

Para kapitalis mengeluarkan berbagai produk dengan harga selangit untuk meraup banyak keuntungan. Di sisi lain, masyarakat tidak menyadari kalau mereka dijadikan obyek pendulang uang bagi para kapitalis. Sungguh miris, melihat fakta bahwa umat Islam diserang pemikirannya dari segala aspek, salah satunya dalam bidang fesyen.

 

Pandangan Islam tentang Boneka

Dalam pandangan Islam, memiliki boneka adalah hal yang mubah (boleh). Pendapat mayoritas ulama dari berbagai mazhab menyatakan bahwa membuat gambar dan patung adalah haram, kecuali untuk boneka (mainan anak-anak).

 

Diriwayatkan dari Abu Dawud r.a., Aisyah r.a. berkata, “Suatu hari, Rasulullah pulang dari Perang Tabuk atau Perang Khaibar (perawi hadis ragu) sedangkan di kamar (Aisyah) ada kain penutup. Ketika angin bertiup, tersingkaplah boneka-boneka mainan Aisyah, lalu Rasulullah saw. bertanya, “Apa ini wahai Aisyah?” Dia (Aisyah) pun menjawab, “Boneka-boneka (mainan) milikku.” Beliau melihat di antara boneka mainan itu ada boneka kuda yang punya dua helai sayap. Lantas beliau pun bertanya kepada Aisyah, “Yang kulihat di tengah-tengah itu apanya?” Aisyah menjawab, “Kuda.” Beliau bertanya lagi, “Apa itu yang ada pada bagian atasnya?” Aisyah menjawab, “Kedua sayapnya.” Beliau menimpali, “Kuda punya dua sayap?” Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar Nabi Sulaiman mempunyai kuda yang memiliki sayap?” Beliau pun tertawa hingga aku melihat gigi beliau. (HR Abu Dawud no 4934)

 

Dalam kasus boneka Labubu, pembelian dilakukan dengan format blind box atau mistery box. Maka dalam Islam termasuk gharar. Gharar adalah jual beli yang dilarang dalam Islam karena bersifat spekulasi dan tidak jelas.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. melarang jual beli al-hashah dan jual beli al-gharar.” (HR Muslim)

 

Khatimah

Islam tidak melarang kita untuk memiliki atau membeli boneka. Hanya saja, pada boneka Labubu terdapat jual beli gharar, yang sudah tentu harus kita hindari. Selain itu, boneka Labubu yang viral akibat FOMO mengantarkan pada sifat boros dan perbuatan sia-sia. Padahal Allah Swt. telah melarang tegas seorang muslim untuk berperilaku boros.

 

Hendaknya FOMO diterapkan dalam kebaikan di jalan Allah. Alhasil, umat muslim akan senantiasa berlomba-lomba menuju keridaan Allah SWT. Wallahu’alam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis