SK Wakil Rakyat Jaminan, Nasib Rakyat Tergadaikan

Oleh : Asha Tridayana, S.T.

 

LenSa Media News–Semakin hari semakin tidak habis pikir dengan kelakuan wakil rakyat di negara ini. Pasalnya, sejumlah anggota DPRD di Jawa Timur kedapatan menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatannya ke bank. Mahalnya biaya politik menjadikan mereka melakukan berbagai cara sebagai konsekuensi telah terpilih menjadi anggota parlemen. Bentuk keprihatinan datang dari pengamat politik Universitas Brawijaya Prof Anang Sujoko yang menjelaskan fenomena tersebut akibat penerapan demokrasi dalam pemilu legislatif.

 

Anang pun menambahkan bahwa modal besar yang dikeluarkan diantaranya untuk biaya kampanye, kebutuhan tim sukses, biaya merawat konstituen atau program untuk meningkatkan loyalitas konstituen. Kemudian adanya tasyakuran yang menjadi tradisi sekalipun gaji belum keluar dan lain sebagainya. Sehingga bukan rahasia lagi, para wakil rakyat membutuhkan modal besar dan menggadaikan SK menjadi solusi praktis (detik.com, 07-09-2024).

 

Tidak hanya di Jawa Timur, fenomena menggadaikan SK juga terjadi di Subang. Beberapa anggota DPRD buru-buru mengajukan pinjaman setelah SK pengangkatannya keluar. Menurut Sekretaris Dewan Subang, Tatang Supriatna, nilai pinjaman bervariasi dan setiap bulannya dilakukan pemotongan gaji selama lima tahun. Tatang juga memastikan bahwa banyaknya pinjaman tersebut tidak berhubungan dengan fraksi atau partai (rejabar.republika.co.id, 06-09-2024).

 

Benar jika dikatakan memprihatinkan, wakil rakyat yang semestinya memenuhi aspirasi rakyat dan turut bertanggungjawab atas kepentingan rakyat justru berlomba-lomba memanfaatkan jabatannya. Pelantikan yang dilegalisasi dengan SK segera digadaikan padahal bentuk amanah yang seharusnya ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Hal ini telah menjadi kebiasaan wakil rakyat dan mencerminkan potret buruknya politik demokrasi.

 

Penggadaian SK yang dilakukan wakil rakyat telah menjadi tradisi yang dinormalisasi. Mereka beranggapan selama pencalonan sudah menghabiskan ongkos politik yang tidak sedikit. Sehingga setelah terpilih dan mendapatkan kursi, mereka menginginkan balik modal sembari menunggu gaji resmi turun. Terlebih lagi, wakil rakyat juga terbiasa dengan gaya hidup hedon yang semakin marak di tengah sistem sekuler demokrasi. Adanya SK yang dimiliki tentu segera dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan mereka.

 

Mereka sibuk memperkaya diri daripada bekerja menjalankan amanah untuk kepentingan rakyat. Bahkan dengan mudah menghalalkan segala cara demi terpenuhinya nafsu duniawi. Terbukti budaya korupsi semakin mewabah dan terjadi penyalahgunaan jabatan di kalangan pejabat publik termasuk wakil rakyat. Lagi-lagi rakyat dikorbankan, padahal selama pemilihan segalanya diatasnamakan rakyat agar dapat hidup sejahtera.

 

Fenomena semacam ini tumbuh subur dalam negara yang menerapkam sistem demokrasi kapitalis. Sistem yang menjadikan aturan buatan manusia sebagai pedoman hidup,  sementara manusia hanya makhluk Allah Swt. yang memiliki keterbatasan akal dan mudah terpengaruh hawa nafsu. Sistem yang berorientasi pada manfaat dan seolah memberikan kedaulatan pada rakyat padahal kekuasaan didominasi penguasa dan pengusaha yang saling bekerja sama.

 

Tidak ada wakil rakyat yang benar-benar akan membela dan memenuhi hak rakyat. Pasti mereka mempunyai kepentingan tersendiri dibalik janji-janji yang disampaikan. Hanya dengan melepaskan diri dari sistem demokrasi kapitalis baik individu, masyarakat dan negara maka segala persoalan termasuk ketidakadilan yang dialami rakyat dapat tuntas terselesaikan.

 

Tentunya sistem rusak tersebut kemudian diganti dengan sistem sahih yakni Islam. Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif untuk menjamin kelangsungan hidup rakyat. Melalui Islam, kebutuhan mendasar dan pokok rakyat akan terpenuhi sesuai hukum syara‘.

 

Sementara dalam hal pemerintahan, Islam juga menetapkan jabatan sebagai amanah yang berlandaskan akidah dengan standar hukum syara’. Karena segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat termasuk jabatan dan harta yang dimiliki. Rasulullah saw bersabda, “Tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga.” (HR. Bukhari, Muslim).

 

Disamping itu, Islam juga mengenal Majelis Umat (MU) dengan rincian tugas yang jauh berbeda dengan wakil rakyat dalam sistem demokrasi. MU berfungsi sebagai perpanjangan aspirasi umat dan dipilih berdasarkan kepercayaan bukan iklan atau pencitraan yang menghabiskan biaya mahal.

 

Sehingga kebutuhan umat benar-benar tersampaikan dan terpenuhi sesuai urgensitasnya. MU juga memudahkan pemimpin mengetahui kondisi umat termasuk persoalan yang sedang dihadapi. Selain itu, MU dapat memberikan saran atas kebijakan yang akan diputuskan oleh pemimpin, tetapi tidak turut serta dalam membuat kebijakan seperti wakil rakyat dalam demokrasi.Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis