Terimpit Ekonomi: Ibu Tega Menjual Bayi

Oleh: Umi Nisa 

 

LenSaMediaNews.com__Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual dan beli bayi seharga 20 juta di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun komisaris, Madya yustadi mengatakan, terungkapnya kasus berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi yang baru dilahirkan disebuah rumah sakit di Kecamatan percutseituan pada 6 Agustus 2024 (Tempo.co, 16-08-2024).

 

Berdasarkan informasi tersebut petugas melakukan penyelidikan dan mendapati MT (55) warga Medan Perjuangan, sedang menggendong bayi menumpangi becak bermotor menuju jalan Kuningan Kecamatan Medanarea Kota Medan. MT akan menemui YU (56) dan NJ (40) untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS (27) ibu kandungnya.

 

Sangat miris seorang ibu tega menjual buah hatinya yang baru dilahirkan karena impitan ekonomi yang dialaminya. Kasus ini seolah mencerminkan matinya fitrah seorang ibu. Lebih miris lagi, karena kasus serupa terjadi sekian kalinya.

 

Hal ini menunjukkan bahwa matinya fitrah keibuan adalah satu keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Padahal fitrah keibuan adalah hal mendasar yang melekat pada perempuan ketika Allah menciptakannya.

 

Fitrah keibuan seharusnya makin terasa nyata, setelah melahirkan apalagi dengan perjuangan selama hamil sembilan bulan dan melahirkan. Namun, pada kasus SS yang terjadi justru sebaliknya. Bayi yang dilahirkan dengan taruhan nyawa ditukar hanya dengan Rp20 juta. Ketika seorang ibu tidak lagi menyandang sifat-sifat keibuannya, maka sejatinya ia telah menghilangkan modal yang Allah berikan kepadanya untuk mengemban tugas keibuannya.

 

Dominasi materi dalam kehidupan menjadikan dunia sebagai orientasi seorang ibu, sehingga abai akan tanggung jawab pengasuhan yang melekat padanya. Padahal kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Aturan agama diabaikan sementara dunia dinomorsatukan.

 

Impitan hidup yang demikian berat telah menghilangkan akal sehat. Apalagi ketika ibu harus berjuang sendirian dan tidak memiliki supporting system yang bisa dijadikan tempat berlindung dan bergantung. Belum lagi, dengan negara yang tidak menjamin kesejahteraan para ibu dan anak, sehingga disaat iman tidak lagi cukup memberi kekuatan untuk bertahan, menjadi satu keniscayaan anak ditukar dengan uang. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme sekuler, yang tidak punya uang terpaksa tumbang.

 

Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi ketika Islam diterapkan oleh negara. Negara Islam atau khilafah adalah pihak yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Sistem ekonomi Islam juga memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan hidup setiap individu rakyatnya, kemudian pemenuhan kebutuhan pokok akan dijamin oleh negara dengan berbagai mekanisme yang ditetapkan hukum syara.

 

Di tambah lagi dengan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara sehingga menjadi sumber pemasukan yang besar dan mampu menyejahterakan rakyat. Tak hanya itu negara menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki dan suami karena negara menjadikan laki-laki sebagai penanggung nafkah keluarga. Meski di lain sisi Islam membolehkan perempuan bekerja, tetapi tidak memosisikan perempuan sebagai tulang punggung keluarga. Sebab perempuan adalah pengurus rumah dan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis