Naluri Ibu Mati, Kenapa Bisa Terjadi

Oleh Nining Sarimanah
Pegiat Literasi

 

 

LenSa MediaNews__ Sungguh di luar nalar, bagaimana bisa seorang ibu rela menyerahkan anak gadisnya untuk dirudapaksa oleh selingkuhannya? Padahal, fitrahnya seorang ibu menyayangi dan melindungi buah hatinya dari berbagai ancaman dan bahaya. Namun, fitrah itu nyatanya telah hilang. Kenapa bisa terjadi? Apa penyebabnya? Dan bagaimana solusi untuk mengatasi persoalan tersebut?

 

Kejadian tersebut terjadi di Kabupaten Sumenep. Seorang ibu berinisial E (41) tega mengantarkan putrinya berinisial T ke oknum kepala sekolah dasar yang berinisial J (41), untuk diperkosa. Aksi bejat pelaku, dilakukan berulang kali dengan diiming-imingi motor Vespa ke ibu korban.

 

J mengaku bahwa untuk menutupi hubungan terlarang antara ibu korban, maka ia memperkosa anaknya. Kasus tersebut terbongkar, setelah ayah korban mendapat laporan putrinya mengalami trauma psikis. (detik.com, 2-9-2024)

 

Peristiwa di atas, tentu mengundang banyak tanya, kenapa saat ini begitu banyak kejadian yang menyesakkan dada yang dilakukan oleh ibu kandung. Sedangkan fitrahnya seorang ibu, mencurahkan segenap kasih sayang kepada buah hatinya, menjaga, dan melindunginya dari bahaya. Namun, keberadaan ibu justru menjadi ancaman bagi mereka.

 

Menelisik Akar Masalah

Apa yang dilakukan E, sungguh telah menyalahi fitrahnya sebagai ibu. Kasih sayang yang merupakan bagian dari nalurinya telah hilang, tergantikan dengan hawa nafsu sehingga anak menjadi korban.

 

Semua ini, akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang telah menjadikan seseorang memiliki iman yang lemah tak terkecuali pada ibu. Iman yang lemah mengantarkan individu berbuat keji dan asusila. Sebagaimana yang dilakukan seorang ibu bertindak asusila kepada balitanya beberapa waktu yang lalu, hanya demi cuan dan sejumlah peristiwa lainnya yang memilukan hati.

 

Tak hanya itu, kapitalisme berdampak pada rusaknya kehidupan sosial masyarakat. Kepuasan materi yang menjadi tujuan hidup dalam sistem ini, membuat manusia bebas melakukan apa pun, meskipun melanggar hukum syarak. Buktinya, seorang ibu rela menjual anak gadisnya kepada selingkuhannya dan ibu yang tega menjual bayinya.

 

Rusaknya sistem sekuler kapitalis, tampak juga dalam sistem pendidikan yang diterapkan selama ini. Kurikulum pendidikan berlandaskan sekuler turut berperan melahirkan individu yang jauh dari syariat. Pelajaran agama dipelajari sebatas hafalan semata atau sebagai materi pelengkap, bukan dijadikan pedoman berfikir dan bertingkah laku dalam menjalani kehidupan.

 

Tak dimungkiri, oknum kepala sekolah dan ibu korban merupakan salah satu hasil pendidikan sekuler yang diterapkan. Di sisi lain, maraknya kasus yang terjadi tentu tidak terlepas dari sanksi yang diberlakukan terlalu ringan, pelaku pemerkosaan hanya dipenjara misalnya.

 

Hukuman ringan ini, tentu tidak membuat jera pelaku kejahatan. Alhasil, hal ini mendorong mereka untuk bertindak lebih berani dan membuka peluang bagi masyarakat untuk melakukan perbuatan yang sama.

 

Islam Solusinya

Berbeda dengan Islam, Islam memosisikan ibu sebagai pendidik pertama dan utama. Karena itu, seorang ibu memiliki peran yang mulia, darinya lahir generasi hebat dan berkualitas. Perannya yang sangat strategis, mengharuskan ibu tidak hanya sekadar melahirkan, menyusui, dan memberi makan, tetapi harus membekali diri mereka dengan pemahaman Islam yang benar. Dengan ilmu agama, ibu mendidik anak-anaknya dengan akidah yang kuat dan membiasakan taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya, juga menjauhi larangan-Nya.

 

Dengan peran yang penting ini, Islam memberikan perhatian besar terhadap generasi, tak terkecuali bagi ibu agar perannya bisa optimal baik dalam ranah domestik dan publik. Yaitu dengan hadirnya negara dalam mengurus dan melindungi rakyatnya di antaranya;

 

Pertama, negara menjamin kebutuhan dasar masyarakat sehingga ibu tidak terbebani persoalan ekonomi. Yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para ayah atau memberi bantuan modal usaha.

 

Meskipun demikian, perempuan boleh bekerja seperti sebagai guru, dokter, kepala sekolah, dan sebagainya. Islam pun mengatur jam kerja, sehingga tidak menyita waktu dan kewajiban ibu tidak terbengkalai dalam mengasuh dan mendidik buah hatinya.

 

Kedua, pendidikan berbasis akidah Islam diterapkan negara, sehingga terbentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik. Pun dengan guru. Negara akan menyiapkan tenaga pengajar yang profesional yang salih/salihah.

 

Ketiga, negara menerapkan sistem pergaulan Islam di tengah umat agar tercegah darinya pergaulan bebas tanpa batas. Seperti tidak campur baur antara laki-laki dan perempuan, menutup aurat, tidak tabarruj, dan tidak ber-khalwat. Kalaupun terjadi interaksi antara laki-laki dan perempuan hanya dalam perkara yang dibolehkan syariat seperti jual beli, pendidikan, kesehatan, silahturahmi ke kerabat, dan lainnya.

 

Keempat, negara memberlakukan sistem sanksi yang tegas kepada setiap pelaku pelanggaran hukum syarak agar menimbulkan efek jera. Kelima, negara memfilter setiap informasi yang masuk ke dalam negeri. Seperti konten berbau porno, kekerasan, maupun tontonan yang tidak bermanfaat lainnya.

 

Kelima, untuk mewujudkan masyarakat yang bertakwa maka negara mendidik dan mengedukasi rakyat. Agar tingkah lakunya sesuai hukum syarak dan terhindar pada kemaksiatan dan hal yang melalaikan. Beramar makruf nahi mungkar dalam kemaksiatan, beramal salih untuk bekal di akhirat. Dengan ini, suasana keimanan dan ibadah akan terbentuk dan tercegah dari kemaksiatan.

 

Inilah solusi sistemis yang bisa mengatasi secara menyeluruh terhadap persoalan yang menimpa anak. Solusi tersebut sejatinya diperlukan peran negara.

Wallahualam bissawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis