Mahasiswa Bunuh Diri, Bukan Hanya karena Depresi
Oleh: Perwita Lesmana
LenSa MediaNews__ Geger, Mahasiswi bernama Aulia Risma Lestari yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Undip ditemukan meninggal di kamar kosnya. Korban diduga kuat mengakhiri hidupnya karena tak kuat menahan perundungan yang diterimanya dari seniornya. Namun, kasus ini bukan satu-satunya yang terjadi setahun belakangan. Di tahun 2023 ada mahasiswa Fakultas Hukum Undip meninggal gantung diri, mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Semarang (USM) bunuh diri dengan melompat dari lantai enam gedung parkir kampus. Ada juga mahasiswa UDINUS semarang tewas di kamar kosnya.
Penyebab Bunuh Diri
Meningkatnya kasus bunuh diri, bukan karena faktor internal individu semata. Tapi, juga faktor eksternal yang mempengaruhi. Pakar Psikologi Unair Dr. Nur Ainy Fardana menyebut ada lima faktor yang membuat mahasiswa bunuh diri, seperti masalah kesehatan mental, tekanan dan tuntutan tinggi dalam lingkup akademik dan keluarga, perasaan kesepian karena tidak adanya dukungan sosial, masalah finansial yang serius, dan perasaan traumatis atau mengalami pelecehan. Kompas (21-11-2023).
Faktor-faktor di atas adalah dampak sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Keluarga yang merupakan pondasi pertama gagal menanamkan akidah dan keyakinan akan takdir Allah. Sekularisme telah menghancurkan setiap lini kehidupan manusia, termasuk dalam sistem pendidikannya. Kurikulum yang jauh dari akidah Islam membuat generasi semakin jauh dari agama. Biaya pendidikan tinggi yang membuat tidak semua pihak bisa belajar, sekalipun bisa akan menjadi beban berat tidak hanya bagi orang tua juga pada anak. Selain itu, lingkungan pendidikan pun jauh dari aman dan nyaman. Perundungan sudah diwajarkan, pelecehan secara verbal hingga perbuatan, dan berbagai hal memicu depresi dan bunuh diri.
Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna, semua persoalan hidup ada solusinya dalam Islam, Tak terkecuali kasus bunuh diri, Islam memiliki mekanisme untuk mencegahnya.
Pertama, peran keluarga menanamkan akidah Islam sejak dini. Keluarga memberikan pemahaman bahwa tugas manusia di bumi untuk menjadi hamba-Nya. Sehingga setiap perbuatan mengacu pada syariat agama. Selain itu, keluarga yang hangat sangat penting untuk menjaga kesehatan mental seorang anak. Tidak hanya ibu, tapi ayah juga berperan dalam proses pendidikan dan pengasuhan. Sehingga tumbuh generasi yang akidahnya kokoh dan bermental kuat.
Kedua, peran lingkungan tidak kalah penting karena setelah menginjak usia sekolah, anak banyak berinteraksi dengan masyarakat. Lingkungan kampus yang berisikan orang dengan tsaqafah Islam dan memiliki pola pikir dan sikap yang sesuai dengan tuntunan Islam nyaris tidak mungkin melakuan perundungan. Senior menyayangi yang lebih muda. Junior menghormati yang lebih tua. Mereka saling memberi dukungan, dan tetap beramar ma’ruf nahi mungkar sehingga tercipta lingkungan belajar yang nyaman. Semangat fastabiqul khairat dan bermanfaat untuk umat.
Ketiga, peran negara adalah menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam sehingga nyaris ditemui generasi yang hanya cerdas ilmu dunia tapi cacat pemikirannya dalam agama. Selain itu negara akan memberi akses pendidikan gratis untuk semua jenjang usia. Hal ini akan mengurangi beban pikiran orang tua dan anak yang sedang menempuh pendidikan. Sehingga mereka akan lebih fokus pada studi yang sedang dijalani.
Alhasil ketika Islam diterapkan secara menyeluruh di setiap sendi kehidupan. Tidak ada lagi, kaum terpelajar yang mengakhiri hidup karena perundungan. Maka yang lahir adalah generasi unggul, sehat mentalnya, dan tangguh menghadapi tantangan kehidupan.