Lembaga Si Paling Pancasila


Oleh : Baiti Najihah, S.Pd
(Praktisi dan Pemerhati Pendidikan)

 

 

LenSa MediaNews__ Sejak tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia secara resmi menyatakan kemerdekaannya. Berita bahagia bagi seluruh rakyat setelah sekian lama dijajah oleh bangsa lain. Rasa haru bercampur senang yang tak terkira menyambut buah dari kerasnya perjuangan melawan penjajah demi kata “merdeka”.

 

Sejak saat itu pula, tanggal 17 Agustus dijadikan sebagai tanggal yang sakral bagi bangsa Indonesia. Pemasangan bendera merah putih di setiap rumah-rumah dan sepanjang jalan membuat perayaan kemerdekaan semakin meriah menunjukkan betapa rakyat Indonesia begitu menganggap momen ini sebagai momen yang spesial. Bukan hanya itu, bahkan rakyat juga memeriahkan dengan mengadakan perlombaan demi menyambut hari kemerdekaan.

 

Tujuh puluh sembilan tahun kemerdekaan Indonesia bukan waktu yang sebentar, itu adalah waktu yang cukup lama untuk membangun bangsa Indonesia mencapai tujuan untuk mencerdaskan bangsa. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara, dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, diajarkan di setiap jenjang pendidikan, bahkan membentuk sebuah lembaga untuk pembinaan Ideologi Pancasila yaitu BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).

 

Sayang beribu sayang, 79 tahun kemerdekaan Indonesia malah dihadapkan dengan kegaduhan oleh lembaga yang katanya membina Ideologi Pancasila namun kenyataannya malah melanggar Pancasila itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada saat pengukuhan di IKN, Paskibraka putri tidak ada yang mengenakan hijab, padahal anggotanya adalah orang-orang yang mengenakan hijab di kesehariannya.

 

Padahal dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (1) tercantum bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,…”, bukankah menggunakan hijab adalah salah satu bentuk ketaatan dan sebagai ibadat seorang hamba. Selain itu, dalam Perpres No 51 Tahun 2022 di sana tercantum juga bahwa untuk putri yang berhijab boleh menggunakan ciput berwarna hitam. Namun, dalam SK BPIP No 34 Tahun 2024 tidak ada lagi tercantum hal tersebut.

 

BPIP menyatakan para calon anggota paskibraka telah menandatangani surat pendaftar yang di dalamnya ada perjanjian untuk mengikuti seragam aribut yang telah ditentukan dengan alasan adanya keseragaman. Menurut Yudian Wahyudi selaku Kepala BPIP, Mereka secara sukarela mendaftar dan mengikuti seleksi administrasi dengan menyampaikan surat pernyataan yang bertanda tangan di atas materai Rp10.000 mengenai kesediaan mengikuti peraturan. (CNN Indonesia, 14-08-2024)

 

Linda Suronoto, Ibu dari salah satu Paskibraka putri Gorontalo mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya meskipun itu adalah acara kenegaraan, pelepasan hijab perlu dikritisi karena rasa nasionalisme seseorang bukan diukur dari mau atau tidaknya menggunakan hijab. Dia juga menambahkan bahwa kebijakan tidak menggunakan hijab sudah tercium saat anaknya masih dalam proses seleksi Paskibraka Nasional di Jakarta karena anakanya bercerita ke dirinya bahwa dalam proses wawancara oleh Panitia BPIP ada pertanyaan terkait kesiapan untuk membuka hijab saat pengibaran bendera Merah Putih. (BBC.com, 16-08-2024)

 

Padahal BIP adalah lembaga yang dibentuk atas dasar Pancasila, namun malah mencoreng Pancasila itu sendiri. Aturan yang ditetapkan bahkan sangat bertentangan dengan sila pertama, yaitu ketuhanan yang Mahesa. Bukankah seharusnya BPIP menjadi contoh dalam segi penerapan Pancasila itu sendiri.

 

Dalam bidang pendidikan, nilai-nilai Pancasila sudah diajarkan sejak Sekolah Dasar. Peserta didik diminta untuk menhafal Pancasilan dan menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan. Miris rasanya, ketika rakyat dipaksa untuk menerapkan Pancasila namun para pejabatnya malah dengan seenaknya membuat peraturan yang menyalahi Pancasila, yang tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

 

Bagaimana mungkin, perayaan kemerdekaan dirayakan dengan terenggutnya kebebasan dalam menggunakan hijab. Di mana letak kemerdekaan itu ? Bukankah BPIP sendiri dibentuk oleh negara dalam rangka pembinaan untuk penerapan Pancasila itu sendiri? Negara yang harusnya melindungi kebebasan beribadah rakyatnya malah membuat rakyat telah kehilangan kemerdekaanya dalam menjalankan ibadah dalam rangka mentaati aturan Allah.

 

Bagaimana mungkin kita melanggar aturan Allah hanya untuk mentaati aturan manusia, padahal agama meniliki peran yang besar dalam memberikan kemerdekaan. Bagaimana mungkin pendidikan keagamaan yang tertanam sejak kecil pada kenyataanya kita diminta untuk melanggarnya. Tapi dalam keadaan saat ini, wajar saja hal itu terjadi. Karena aturan itu dibuat oleh manusia, manusia dengan sesuka hati merubahanya jika dia memiliki kewenangan untuk merubahnya, maka tidak heran jika pernah mendengar kata “peraturan dibuat untuk dilanggar”

 

Beda halnya dengan Islam, Allah telah menetapkan aturan yang tidak akan bisa dirubah oleh siapapun. Yang halal akan tetap menjadi halal, yang haram akan tetap menjadi haram. Tidak ada yang abu-abu. Bahkan dari bangun tidur sampai tidur kembali Allah siapkan aturan dengan pedomannya berupa Al-Qur’an agar manusia tidak melenceng dan merusak dirinya, karena Allah siapkan semua aturan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Wallahua’lam bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis