Peringatan Hari Anak Nasional, Jangan Hanya Seremonial Saja
Oleh: Andini
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
LenSa MediaNews__ Tanggal 23 Juli 2024, yang mana diperingatinya Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40. Tema Hari Anak Nasional pada tahun ini pun sama seperti tahun yang lalu yaitu “Anak Terlindungi, Indonesia Maju.”
Dilansir kompas.com 23-07-2024, “Hari Anak Nasional kemudian ditetapkan setiap tanggal 23 Juli melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984. Tanggal 23 Juli dipilih karena berkaitan tanggal pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.”
Ironisnya, peringatan Hari Anak Nasional ini, hanya sebatas seremonial saja, dari tahun ke tahun tanpa perubahan yang bermakna. Faktanya selama kurun 40 tahun ini, malasah anak-anak di Indonesia kian hari semakin bertambah dan memperihatinkan, pasalnya banyak masalah anak seperti stunting, korban kekerasan, bahkan menjadi pelaku kekerasan, korban pelecehan seksual, banyak anak yang menjadi pelaku judol, anak tidak bisa sekolah/putus sekolah, dan masalah lainnya.
Selain itu, solusi yang dilakukan pemerintah pun tidak menyentuh pada akar masalahnya. Pemerintah membuat kebijakan dan aturan tertentu tapi malah membuat masalah baru muncul, tak heran hanya sekedar solusi tambal sulam semata. Dalam kasus stunting sampai sekarang masih tinggi angkanya, sementara target pemerintah tahun 2024 ini, kasus stunting bisa menurun hingga mencapai 14 persen.
Di sisi lain, peran keluarga dalam mendidik anak semakin lemah. banyak anak-anak yang terlantar, sebab kedua orang tua sibuk bekerja. Peran ibu yang seharusnya menjadi tempat pendidikan pertama bagi anak dalam keluarga kini berangsur sirna, karena tuntutan ekonomi yang semakin tinggi dan sulit, membuat para ibu terpaksa bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, bahkan menjadi tulang punggung keluarga.
Mirisnya, sistem pendidikan hari ini justru malah membentuk generasi sekuler, kurikulum dirancang sedemikian rupa dari tahun ke tahun kebijakan berubah-rubah. Ditambah lagi kebijakan Kemendikbud mengenai pengurangan jumlah jam mata pelajaran agama di sekolah-sekolah. Kebijakan tersebut semakin menjauhkan peran penting agama dalam kehidupan. Sehingga muncul generasi yang tidak berakhlak, kasus tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, itu semua akibat dari pendidikan sekuler, menjadikan generasi rusak dan semakin jauh dari aturan agama. Mereka pelaku tauran, pergaulan bebas seolah tidak merasa takut dan diawasi, bahwa setiap perbuatan mereka kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah SWT.
Dalam hadis Rasulullah saw. bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dibawah naungan ‘Arsy-Nya pada hari tidak ada naungan selain naungan Allah (yaitu): imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang mengingat Allah dalam kesunyian (kesendirian) kemudian dia menangis (karena takut kepada azab Allah), seorang laki-laki yang hatinya selalu bergantung dengan masjid-masjid Allah, dua orang yang saling mencintai, mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, dan seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang permpuan yang memilki kedudukan dan cantik akan tetapi dia menolak dan berkata, sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan seorang laki-laki yang bersedekah dengan sesuatu yang ia sembunyikan, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Inilah bukti, negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sistem ekonominya pun telah gagal membuat sejahtera rakyatnya. Penerapan sistem yang rusak maka akan menghasilkan buah yang rusak pula, problem-promblem masyarakat sampai saat ini tidak tuntas pecahkan.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang penting keberadaan anak sebagai generasi penerus peradaban suatu negara. Karena kemajuan suatu negara dilihat dari pemuda saat ini. Begitu pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak-anaknya, agar menjadi generasi yang kuat dan tanggung, yang lebih utama adalah generasi yang bertakwa dan berakhlakul karimah. Oleh karena itu, negara menjamin pemenuhan kebutuhan anak dalam berbagai aspek.
Selain itu, negera akan mewujudkan fungsi dan peran keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Fungsi ayah sebagai pemimpin dalam keluarga, yang mencari nafkah dan juga sangat berperan penting dalam pendidikan anak-anaknya, membersamai tumbuh kembang anak-anaknya. Peran ibu sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya, tidak perlu bersusah payah bekerja memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, karena negara menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Negara juga akan menerapkan sistem pendidikan Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Generasi yang akan menjadi tonggak peradaban Islam dan pemimpin masa depan. Hanya sistem Islamlah yang mampu memberikan solusi dan memecahkan problematika kehidupan manusia, karena bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunah sebagai aturan hidup. Bukan bersumber pada aturan buatan manusia yang berasal dari hawa nafsunya.
Wallahu a’lam bishshawab