Fenomena Bunuh Diri, Kesehatan Mental Terabaikan

Oleh : Endang Mustikasari

 

LenSa Media News–Fenomena perilaku bunuh diri akhir-akhir ini kian miris. Sebagaimana yang diketahui terjadi dua peristiwa bunuh diri dalam sehari, kemudian diawal tahun 2024 juga terjadi empat kasus bunuh diri dalam waktu satu bulan.

 

Sontak saja, peristiwa bunuh diri yang terjadi di Karimun ini mendesak Polres Karimun menggelar rapat koordinasi bersama tokoh agama dan instansi terkait dalam penanganan bunuh diri.

 

Pertemuan yang digelar di kedai kopi Servanda kelurahan sungai Lakam Timur, kecamatan Karimun kabupaten Karimun. Rapat ini diikuti oleh kepala Kemenag Karimun Jamzuri M Noor, Perwakilan MUI Karimun, Pengurus Gereja Indonesia (PGI) Karimun, Ketua FKUB Karimun Rasyid Nur, para Camat, dan ketua KUA sekabupaten Karimun (Ulasan.co., 5/7/ 2024).

 

Beda halnya dengan Karimun, di Bali, tingkat bunuh diri menjadi paling tinggi di Indonesia. Data pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas), menyebutkan sepanjang 2023 mencapai 3, 07. Atau 135 kasus bunuh diri. Perhitungan ini berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk.

 

Daerah Istimewa Yogyakarta menempati peringkat kedua jumlah kasus bunuh diri dengan angka 1,58. Peringkat ketiga adalah propinsi Bengkulu dengan angka rare sebesar 1.53. Disusul Aceh yang menempati posisi terakhir dengan angka rate 0,02.

 

Maraknya fenomena bunuh diri menunjukkan lemahnya mental masyarakat. Berbagai persoalan yang terjadi dalam sistem kapitalisme ini semakin berat dan menghimpit.

 

Mulai dari bahan pokok pangan yang kian mahal, sulitnya lapangan pekerjaan, biaya pendidikan melambung tinggi, kesehatan yang tergadaikan dengan lembaga penjamin kesehatan, dan banyak hal lagi yang sulit untuk terpenuhi bagi masyarakat menengah ke bawah. Gagalnya negara dalam menciptakan keamanan pangan dan layanan umum memicu gagalnya kesehatan mental masyarakat.

 

Sistem pendidikan tidak menyentuh akidah masyarakat, karena pemisahan agama dari kehidupan. Seolah-olah nilai akademik menjadi tujuan tanpa memperhatikan akidah individu. Dari sinilah ketakwaan individu kurang terbentuk. Sulitnya kehidupan menjadi alasan untuk mengakhiri hidup dengan jalan pintas. Meski  Islam mengharamkan bunuh diri.

 

Allah SWT. berfirman yang artinya “….Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.”(TQS. An Nisa 29-30).

 

Jelas bahwa larangan bunuh diri, Allah akan memasukkan ke dalam neraka. Mengapa demikian ?Karena Allah Maha Penyayang dan Allah memberikan kemudahan bersama kesulitan. Disinilah nilai akidah individu dipertanggung jawabkan.

 

Kemudian peran masyarakat sangat penting dalam menjaga kesehatan mental ini. Sikap empati, saling menasehati dalam kebenaran, saling tolong menolong harus dimiliki setiap anggota masyarakat. Tidak hedonis dan apatis sesama anggota masyarakat. Maka akan tercipta masyarakat yang guyub dan tolong menolong.

 

Tentu saja, ketiga peran tersebut bisa berjalan dengan baik, jika kita menerapkan Islam sebagai aturan hidup yang menjadikan Islam sebagai problem solving dalam setiap problematika yang ada.

 

Baca juga:  https://lensamedianews.com/2024/07/16/kasus-bunuh-diri-meningkat-kapitalisme-ikut-terlibat

 

Islam sebagai aturan hidup akan menjadikan individu yang kuat dan tangguh. Menjadikan masyarakat yang saling tolong menolong dalam kebenaran dan negara yang memiliki peran besar dalam menjaga kesehatan mental masyarakatnya,  sehingga tercipta satu perasaan dan satu pemikiran yang sama. Yaitu Islam.

 

Tidak ada jalan lain untuk mengatasi fenomena bunuh diri kecuali kembali kepada Islam dalam setiap lini kehidupan. Dan menjadikan Islam dalam aturan kehidupan. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis