Ironi di Balik Turunnya Angka Kemiskinan 

Oleh : Surya Ummu Fahri

kontributor media online

 

LenSa Media News–Siapa yang tak gembira mendengar angka kemiskinan turun atau bangga dengan keberhasilan negara dalam mengentas kemiskinan? Tentu saja sebagai warga negara sudah selayaknya kita merasa gembira dan bangga terhadap perjuangan dari pemerintah dalam mengentas kemiskinan.

 

Namun tak semudah itu menelan mentah-mentah kabar yang beredar dari sebuah media. Jika kita jeli melihat kondisi sekitar dan fakta yang ada di lapangan, maka kita bertanya-tanya darimanakah diperoleh angka penurunan kemiskinan ini. Tentu saja semoga bukan sekedar penulisan angka tapi berdasar fakta.

 

Mengambil informasi dari RRI.co.id hari Kamis tanggal 4 Juli 2024 yang menyatakan bahwa angka kemiskinan turun berkat kebijakan presiden. Di antaranya berupa pemberian bansos, pemberdayaan ekonomi dengan bantuan kredit, pelatihan usaha, pembangunan sanitasi dan rusun, serta peningkatan investor yang masuk. Bahkan telah mendapat apresiasi dari Bank Dunia karena mampu mengurangi angka kemiskinan disaat situasi ekonomi sedang tidak menentu.

 

Target Negara Maju

 

Sementara di laman CNBC Indonesia pada hari Minggu tanggal 7 Juli 2024 lalu digambarkan harapan menjadi negara maju di tengah tingginya kemiskinan. Berbanding terbalik dengan berita sebelumnya. Namun diakui bahwa memang angka penurunan kemiskinan ini terjadi menurut data BPS dari tahun 2014 pada angka 11,25% dan 2024 sebesar 9,03%. Dan itu pun masih jauh dari target negara maju.

 

Perlu diketahui pula bahwa standar kemiskinan itu pun berdasarkan garis kemiskinan yang diberlakukan. Pada negara maju dikategorikan miskin jika pendapatan 6,85 USD per hari sementara negara kita menetapkan batas kemiskinan dengan pendapatan kurang dari Rp 20.000 per hari. Tentu saja jika kita pakai standar dari negara maju, bukan turun tapi bisa meroket jumlah angka kemiskinan.

 

Negara memang tidak diam terhadap kemiskinan ini. Namun dari usaha yang dilakukan semuanya masih belum menyelesaikan permasalahan ekonomi. Bahkan dengan adanya data penurunan angka kemiskinan, seolah-olah negara tidak bersungguh-sungguh dalam mengentaskan kemiskinan melainkan memainkan angka untuk menggapai tujuan menjadi negara maju.

 

Islam dan Kesejahteraan 

 

Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai raa’in  (pelayan) yang menjamin terwujudnya kesejahteraan melalui kebijakannya. Negara tidak mengambil untung dari rakyat karena rakyat bukan lahan bisnis atau pasar untuk mendapatkan keuntungan. Ataupun memikirkan kerugian karena rakyat bagi negara bukanlah beban yang harus dipikul. Justru rakyat bagi negara adalah tanggung jawab besar  yang dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

 

Islam terbukti dengan sejarah kejayaan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang pada saat itu dengan kebijakannya hingga tidak ada rakyat yang berhak mendapat harta zakat karena tidak ada golongan delapan asnaf. Rakyat bukan sekedar gemah ripah loh jinawi tapi berkah tercurah dari langit dan bumi. Hal ini tidak lain karena penerapan Islam yang baik.

 

Sistem perekonomian Islam tidak bertumpu pada hutang piutang apalagi riba. Negara berdiri kokoh dengan sistem politik yang tangguh tak terkalahkan. Bahkan melakukan perluasan dengan berbagai penklukan tanpa kekerasan. Menjadikannya sebagai negara yang penuh berkah tercurah.

 

Maka tak heran jika hari ini kita ikut berjuang untuk membangkitkan Islam kembali. Karena ketika Islam kembali diterapkan secara kafah, bukan sekedar permasalahan ekonomi atau kesejahteraan saja yang didapat. Kesehatan, pendidikan, ekonomi,ilmu pengetahuan, sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan pun bukan sekedar wacana harapan. So, adakah solusi selain kbali pada Islam Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis