Hilangnya Fitrah Seorang Ayah

Oleh: Wulandari Eka Putri
Lensamedianews.com, Opini – Manusia pada fitrahnya adalah saling menyayangi, menghormati, menghargai, menjaga, dan melindungi. Begitu pun orang tua terhadap anaknya. Apa pun akan mereka lakukan demi kebahagian sang anak. Tetapi saat ini banyak kasus orang tua yang tega menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri dengan berbagai alasan, salah satunya karena anak tidak mau berhenti menangis.

Seperti kasus yang viral yaitu seorang ayah berusia 18 tahun bernama Firdaus, tega membanting anaknya yang baru berusia 1,5 bulan hingga tewas di Desa Batu Ampar, Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang, Sumatra Selatan pada Kamis, 16 Mei 2024. Menurut Iptu S Silalahi Kapolsek Lintang Kanan, korban digendong oleh ayahnya namun korban menangis. Sang istri ingin mengambil anaknya dari gendongan ayahnya, namun ditolak. Septi pergi ke sungai meminta bantuan warga. Karena kesal istri tak kunjung kembali dan sang anak tak kunjung berhenti menangis, ia pun mencekik dan membanting anaknya. Korban sempat dilarikan ke Puskesmas Muara Pinang dan langsung dirujuk ke RSUD Tening Tinggi akan tetapi dalam perjalanan bayi tersebut sudah meninggal dunia (kompas.com, 19/05/2024).

Hilangnya Fitrah

Menyesakkan dada jika ada berita seorang ayah yang tega membunuh anak kandungnya sendiri. Kedewasaan dan kematangan mental mungkin belum terwujud sehingga  tidak siap dengan tanggung jawab sebagai seorang ayah. Ayah seharusnya bisa menjadi kepala rumah tangga yang mampu menjaga keluarganya jika  dibekali dengan akidah Islam.

Jauhnya agama dari kehidupan, membuat seseorang kerap berpikir pendek, cepat marah, dan tak mampu mengontrol emosi. Oleh karenanya, dalam naungan sistem kapitalisme bisa lahir sosok ayah yang lemah dan tidak memahami perannya sebagai pelindung, bahkan bisa berlaku kejam kepada anak kandungnya sendiri.

Peran Ayah yang Sesungguhnya

Peran ayah sangatlah penting bagi seorang anak. Dimana ia mampu menjadi penegak visi keluarga muslim. Di dalam Al-Qur’an banyak diceritakan tentang bagaimana para nabi memerankan perannya sebagai seorang ayah yang sesuai dengan syariat Islam.
Bahkan ada sesosok laki-laki yang kisahnya menjadi teladan padahal ia bukanlah seorang nabi. Dialah Luqman Hakim. Luqman mendidik anaknya agar tidak menyekutukan Allah, seperti yang tertuang dalam surah Luqman ayat 13, yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi Pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.”

Kisah keteladanan ayah juga ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Nuh a.s. Nabi Ibrahim a.s menunjukkan didikan dan teladan yang penuh kasih sayang kepada kedua putranya, Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ishaq a.s. sehingga menjadi pribadi yang saleh dan berperan besar dalam sejarah umat manusia.

Kesabaran dan kegigihan seorang ayah dalam mengajak kepada ketaatan ditunjukan oleh Nabi Nuh a.s.. Dikaruniai empat orang anak bernama Kan’an, Yafith, Sam, dan Ham. Tetapi anak pertama Nabi Nuh a.s. yang bernama Kan’an enggan untuk beriman kepada Allah Ta’ala. Pada saat terjadi banjir besar, Nabi Nuh a.s. menyerukan seluruh umatnya untuk naik ke bahtera tak terkecuali sang anak Kan’an. Tetapi dengan angkuhnya Kan’an menolak ajakan sang ayah dan tetap pada pendirian nya untuk tetap di bukit.

Kisah ini tertuang di dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42, yang artinya: “Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang kafir.”
Namun dengan angkuhnya Kan’an menolak. Ia pun tenggelam beserta orang-orang yang menolak beriman kepada Allah.

Dari kisah-kisah di atas sudah jelas bahwa peran ayah begitu penting dan bisa menjadi contoh bagi ayah-ayah hari ini. Seorang ayah menjadi pilar yang kokoh bagi keluarga sekaligus teladan bagi anak-anaknya. Kondisi ideal ini hanya akan terwujud di dalam sistem Islam.

Kejadian seperti ayah membunuh anak atau merusak kehormatan anaknya akan sangat jarang terjadi karena negara dalam naungan Khilafah Islam akan menerapkan aturan dan hukum yang tegas. Selain itu, ilmu parenting Islam dapat dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan sehingga para pemuda mempunyai bekal bagaimana menjadi orang tua.

Ketaatan kepada syariat, keimanan serta pengetahuan yang memadai, insyaallah dapat membentuk para ayah yang terjaga fitrahnya. Semua itu tentu sangat sulit diwujudkan dalam kehidupan sekuler saat ini.
Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis