Islam Melindungi Agama Allah dari Penistaan Agama

Oleh: Isnani Zahidah

 

 

LenSa MediaNews__Lagi dan lagi terjadi penistaan agama. Diduga pejabat Kemenhub pelaku penistaan agama injak Al-Qur’an saat “bersumpah tidak berselingkuh”. Dugaan penistaan inipun sudah dilaporkan istri ke polisi. Dan polisi sedang memproses untuk menyelidiki kasus tersebut (megapolitan.kompas.com, 17/5/2024)

 

 

Hampir setiap saat penistaan agama (Islam) terjadi. Masih dalam ingatan sebelumnya terjadi penistaan agama yang dilakukan seorang wanita selebgram dengan membaca bismillah saat makan olahan babi.

 

 

Selain itu banyak juga terjadi penistaan agama dilakukan di medsos. Apalagi waktu pandemi tahun lalu. Para buzzer pembenci Islam ramai di twitter menghina dan mengolok-olok Al-Qur’an dan hadits yang banyak menjelaskan tentang ‘bidadari’ sebagai balasan bagi orang-orang beriman kepada Allah SWT.

 

 

Penistaan agama yang terjadi seperti menghina Nabi Muhammad saw, menginjak dan membakar Al-Qur’an, menghina dan mengolok-olok ayat-ayat Al-Qur’an, dan sebagainya tumbuh subur di sistem sekuler kapitalisme. Sistem sekuler kapitalisme tegak karena ditopang dengan kebebasan atau liberalisme. Salah satu kebebasan yang menumbuhsuburkan penistaan agama adalah kebebasan berpendapat. Dengan atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) siapa saja bebas berpendapat bahkan melecehkan agama sekalipun, baik agamanya sendiri maupun agama orang lain. Bahkan di negara pengusung HAM akan melindungi para penista agama, seperti kasus penista agama Salman Rushdie dengan novelnya The Satanic Verses.

 

 

Penistaan agama terus berulang dan tumbuh subur karena perlindungan negara terhadap kemuliaan agama Islam lemah ditambah dengan sistem sanksi yang tidak membuat efek jera. Dalam sistem sekuler kapitalis negara telah kehilangan fungsinya menjaga kemuliaan Islam dan umat Islam. Bahkan beberapa pekan lalu ketua MUI Prof. Utang Ranuwijaya meminta umat Islam menahan diri dan tidak main hakim sendiri ketika terjadi penistaan agama. Cukup dengan mengadukan ke pihak berwajib. Karena sebenarnya kasus tindakan penodaan agama bukan tindak pidana aduan. Diadukan atau tidak oleh masyarakat proses hukum akan terus berlanjut (Republik.co.id, 24/4/2024)

 

 

Masalahnya selama ini meskipun para penista dan penoda agama diproses hukum namun tetap saja kasus yang sama berulang dan tumbuh subur. Ini membuktikan bahwa sanksi yang ada tidak bisa membuat efek jera.

 

 

Adapun dalam pandangan Islam terkait kasus penista agama sangat jelas dan tegas. Di dalam Qur’an surat At-Taubah ayat 64 Allah berfirman yang artinya:
Orang-orang munafik itu takut jika diturunkan suatu surah yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah (kepada mereka), “Teruskanlah berolok-olok (terhadap Allah dan Rasul-Nya).” Sesungguhnya Allah akan mengungkapkan apa yang kamu takuti itu

 

 

Terhadap pelaku penista dan pengolok agama Islam maka diberi sanksi tegas. Dalam Islam pelaku penista agama dikategorikan murtad dan kafir (Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj dan Imam Al-Ghazali tanda riddah). Hukuman bagi pelakunya dengan membunuhnya. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan masyarakat. Al-‘Allamah al-Qodhi Iyadh dalam kitab Asy-Syifa mengutip riwayat Ibnu Wahb dari Imam Malik, ia berkata, “Siapa saja yang berkata bahwa selendang nabi kotor dengan maksud menghina, maka dia harus dibunuh”.

 

 

Oleh karena itu negara dengan aturan Islam kaffah yang hanya bisa menjaga dan melindungi agama. Hanya Islamlah yang mampu memutus rantai penistaan agama dan memberikan efek jera sehingga kasus penistaan agama tidak akan berulang.

Please follow and like us:

Tentang Penulis