Profil Pelajar Pancasila Jalan Wujudkan Indonesia Emas?
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa Media News–Ada saja batu sandungan menuju Indonesia Emas 2045, padahal yang dibidik adalah generasi mudanya. Mulai dari kenaikan UKT yang kemudian dibatalkan, mindset kemendikbudristek bahwa pendidikan tinggi adalah kebutuhan tersier, menjamurnya judi online di lembaga pendidikan, masuknya wacana Pinjol sebagai skema pembiayaan UKT mahasiswa dan kini yang semakin meresahkan adanya program baru sebagai pendukung kurikulum merdeka yaitu sastra untuk tahun ajaran baru 2024/2025.
Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo, mengatakan bahwa program ini bertujuan mendorong literasi, kreativitas, serta empati siswa agar sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Bisa jadi maksud Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek untuk semakin memperkaya khasanah keilmuan siswa. Namun hal ini diprotes oleh Wakil Ketua Perkumpulan Nusantara Utama Cita (NU Circle) Ahmad Rizali, sebab karya sastra yang menjadi rujukan disinyalir menyebarkan adegan seksualitas di lingkungan sekolah.
Sebagai pendukung Kurikulum Merdeka, banyak karya sastra beradegan cabul dan vulgar direkomendasikan secara resmi menjadi bacaan anak-anak dan guru di sekolah (republika.co.id, 29/5/2024).
Ahmad mengatakan banyak karya sastra murahan yang mengumbar adegan seksualitas dan persenggamaan dimasukkan secara resmi sebagai bahan bacaan yang direkomendasikan. Salah satu contoh yang dia sampaikan adalah cerpen berjudul “Rumah Kawin” yang ditulis Zen Hae. Cerpen itu diterbitkan pada 2004.
Padahal sudah jelas, Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah mengatur masalah ini dan jelas pula ini melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Karena itu NU Circle minta program ini harus dihentikan dan dibuat secara lebih beradab dan lebih profesional.
Ahmad menegaskan, terbukti Profil Pelajar Pancasila tidak diturunkan secara langsung dari setiap Sila Pancasila telah membuat Kemdikbudristek bebas merdeka melakukan apa saja termasuk memasukkan pendidikan ketidakberadaban dalam Kurikulum Merdeka.
Semestinya Nadiem lebih fokus memerangi kebodohan literasi dan numerasi, maka ia mengharapkan pemerintahan yang baru bisa menerbitkan Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden tentang Peningkatan Mutu Literasi dan Numerasi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pendidikan Basisnya Harus Akidah, Bukan Merdeka
Tak bisa dipungkiri, pendidikan untuk generasi penerus kita memang sedang menghadapi masalah besar. Kurikulum ajarnya dibangun di atas pemisahan agama dari kehidupan, sehingga rapuh dan tak bisa menjadi generasi problem solver.
Arti sukses dan bahagia hanya jika bisa mendapatkan pekerjaan usai pendidikan dan menghasilkan materi yang melimpah. Pemerintah hanya fokus bagaimana match anda link output pendidikan dengan dunia kerja, pendidikan pun dibuat ekslusif bukan untuk semua anak bangsa. Jelas beban berat bagi sebuah bangsa yang ingin berjaya di tahun 2045.
Padahal, pendidikan sangatlah penting. Pendidikan akan membentuk kepribadian seseorang berkualitas. Demikian pula visi misi hidup di dunia jelas dan bertarget. Maka, butuh landasan yang kokoh. Yaitu akidah, dan itu hanya akidah Islam. Islam sebagai agama yang sempurna, sedemikian rinci mengulas pendidikan generasi. Sejarah kejayaannya pun tak bisa dihapus begitu saja dari peradaban manusia.
Islam Solusi Generasi Emas untuk Peradaban Emas
Maka, untuk pendidikan dasar yang harus dikuatkan adalah tsaqafah Islamnya hal ini agar akidah Islam menancap kuat sehingga mampu menangkal pemikiran asing yang bertentangan dengan syariat Islam secara sadar dan kuat.
Negara harus fokus melayani umat dengan menyelenggarakan pendidikan terbaik sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Baik dari sisi infrastruktur, sarana dan prasarana pendukung, bahan ajar, tenaga pengajar, kurikulum hingga adopsi sain dan teknologi terkait perkembangan kekinian. Semuanya harus bisa diakses individu masyarakat secara gratis atau paling tidak murah tapi bukan murahan.
Sepanjang kita masih menerapkan kapitalisme dan demokrasi maka pasti tak akan terwujud, sebab pemimpin yang terlahir adalah orang-orang yang lalai dan tak memiliki kapabilitas pemimpin yang peduli umat. Penisbatan terhadap Pancasila sebagai profil pelajar juga patut dipertanyakan, sebab belum terbukti satu pun pejabat di negeri ini yang bisa mewujudkannya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].