Pendidikan itu Kebutuhan Dasar, Bukan Tersier
Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih
Bogor
LenSa Media News–Persoalan UKT yang terus menjulang tinggi masih menjadi polemik. Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi pun turun kejalan menyuarakan penolakan keras atas hal tersebut. Sayangnya, mereka bertepuk sebelah tangan. Berharap mendapatkan solusi dari pemangku kebijakan agar dimudahkan dalam mengenyam pendidikan tinggi ini, tetapi justru sebaliknya.
Pemerintah merespon bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier, sehingga tidak wajib belajar (tempo.co, 22/5/2024). Dengan kata lain, silakan sekolah jika punya uang dan sebaliknya jika tidak punya, tak perlu ngotot ingin sekolah hingga perguruan tinggi.
Respon dari Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek Tjitjik Tjahjandarie di atas tentu menyakiti hati masyarakat.
Sontak pernyataan tersebut mendapatkan serangan “bom” dari kalangan masyarakat. Betapa tidak? Sekelas pejabat tinggi melancarkan statement yang diluar nalar. Memiliki pola pikir yang keliru dalam memandang pendidikan. Padahal kalau kita cermati kembali dalam pembukaan UUD negeri ini pun, disana dikatakan bahwa salah satu kewajiban negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi faktanya saat ini tidaklah demikian.
Mirisnya, saat ini negeri kita memposisikan pendidikan bukan sebagai kebutuhan dasar seluruh masyarakat yang harus dipenuhi negara, melainkan sebagai komoditas ekonomi yang dilemparkan ke pasar untuk diperjualbelikan. Akhirnya peran negara tereduksi oleh peran swasta, termasuk swasta asing. Maka tak heran, pendidikan menjadi privilege dan hanya mampu dijangkau oleh segelintir orang saja.
Seharusnya ketika kita menginginkan negeri ini menjadi bangsa yang besar dan memiliki power di tingkat dunia, maka harus menyadari akan pentingnya melahirkan generasi yang berkualitas. Tentu untuk mewujudkan generasi tersebut, harus didukung dengan pendidikan yang berkualitas dan bisa diakses oleh semua warga negaranya.
Jika kita melihat kembali kegemilangan Islam dari semenjak Rasulullah di Madinah hingga kekhilafahan Utsmani di Turki, Islam sudah mengenalkan ilmu pengetahuan kepada warga negaranya. Mendorong warganya untuk menjadi ahli ibadah dan ahli ilmu. Di saat yang sama, ketika itu di negeri-negeri Barat masih buat huruf.
Disini membuktikan pada kita, bahwa Islam sangat memuliakan ilmu pengetahuan sebagaimana iman. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki tujuan yang luhur untuk pembentukan kepribadian manusia yang mulia.
Oleh karena itu, Islam tidak menjadikan Ilmu ini dengan ‘bandrol’ harga seperti halnya kapitalisme saat ini. Seluruh umat Islam mendapatkan kesempatan yang sama dalam mencari Ilmu.
Dengan demikian, jika negeri ini pun menginginkan generasi emas berkualitas seperti halnya yang terjadi pada masa kegemilangan Islam, maka jadikanlah pendidikan itu sebagai kebutuhan dasar bagi seluruh masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Wallahualam bissawab. [LM/ry].