Beras Naik Lagi, Nasib Petani Tergadai

Oleh: Yuke Octavianty

           Forum Literasi Muslimah Bogor

LenSa Media News _ Harga Eceran Tertinggi komoditas beras ditetapkan akan naik permanen setelah 31 Mei 2024. Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan aturan baru terkait penetapan HET relaksasi beras yang kini berlaku menjadi HET permanen (CNNIndonesia.com, 20/5/2024). HET beras premium berkisar pada harga Rp 14.900 – 15.800. Harga ini pun bervariasi untuk setiap wilayah.

 

Harga beras yang terus merangkak naik, tentu memberikan dampak tidak baik di tengah keadaan ekonomi yang semakin terpuruk. Kelangkaan demi kelangkaan yang terjadi membuahkan sulitnya mendapatkan beras di pasar. Saat beras tersedia, harganya membuat kaget masyarakat. Jelas, “harmonisasi” harga beras ini merugikan konsumen, mengingat posisi beras sebagai komoditas strategis, berapa pun harga yang ditetapkan, mau tidak mau rakyat akan berusaha menjangkaunya.

 

Akibat Penerapan Sistem Rusak

Fakta kenaikan beras jelas merugikan konsumen. Namun keadaan ini pun tidak semata-mata mampu meningkatkan penghasilan petani, yang berperan sebagai produsen secara langsung. Ternyata kehidupan produsen pun tidak jauh beda dengan konsumen. Petani sama ruginya dengan para konsumen beras. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Saat keadaan ekonomi dalam negeri tidak baik-baik saja, mahalnya harga bahan pokok, mahalnya modal pertanian dan derasnya gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), justru pemerintah menetapkan kebaikan harga beras secara permanen.

 

Kebijakan naiknya HET beras ini pun tidak mampu membuat petani sejahtera. Segala bentuk masalah yang kini dihadapi petani dan konsumen, yakni rakyat, tidak lepas dari proses distribusi nakal yang kini terus terjadi di pasaran. Kenakalan yang terjadi secara sistematis dan masif menjadikan segala bentuk kebutuhan rakyat melonjak naik dengan kenaikan yang tidak manusiawi.

 

Distribusi beras yang kini dikuasai para pemilik modal dan oligarki mewajarkan terbentuknya pasar monopoli yang disesuaikan dengan keinginan kapitalis. Sementara, negara sama sekali tidak memiliki andil untuk mengendalikan pasar. Di sisi lain, negara hanya berfungsi sebagai regulator yang menciptakan kebijakan untuk memudahkan kepentingan pemilik modal. Alhasil, kepentingan bahan pangan untuk rakyat dilalaikan. Padahal rakyat mengharapkan jaminan pangan berkualitas dengan harga yang terjangkau.

 

Sistem yang kini diterapkan menjadikan harapan ini hanya sekedar impian. Sistem ekonomi kapitalisme hanya menetapkan kebijakan sesuai kepentingan para pemilik modal. Keuntungan menggunung menjadi satu-satunya tujuan. Semua ketetapan yang diterapkan bukan untuk melayani kebutuhan rakyat. Jelaslah, penerapan sistem kapitalisme telah memandulkan fungsi negara sebagai pengurus urusan rakyat. Rakyat dipaksa berusaha sendiri demi memenuhi setiap kepentingan hidupnya. Bak anak ayam kehilangan induk, rakyat pun makin bingung dengan semua keadaan yang kini terus menghimpit.

 

Islam Janjikan Jaminan Pangan

 

Islam menetapkan bahwa negara bertanggung jawab penuh atas seluruh kebutuhan rakyat. Termasuk di dalamnya kebutuhan jaminan ketersediaan pangan.

 

Konsep ini hanya mampu diterapkan dalam sistem Islam yang menjadikan layanan kebutuhan rakyat sebagai prioritas yang wajib diutamakan. Dan pelaksanaan sistem Islam hanya mampu optimal dan efektif dalam wadah institusi khilafah. Satu-satunya institusi amanah yang menerapkan hukum syara’ dengan sempurna.

Rasulullah SAW. bersabda:

Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

 

Khilafah memiliki mekanisme strategis yang bertujuan mengoptimalkan produksi, menjaga distribusi dan mampu menihilkan aktivitas yang mengancam stabilitas produksi dan distribusi.

Pertama, khilafah akan menetapkan mekanisme produksi pertanian dalam bentuk kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan demi optimasi produktivitas beras. Dengan konsep anggaran yang ditetapkan khilafah melalui Baitul Maal. Khilafah pun menetapkan teknologi pertanian dan mekanismenya. Sehingga mampu meningkatkan kemandirian dan ketahanan pangan yang berkelanjutan.

 

Kedua, memaksimalkan pengawasan distribusi oleh negara. Hal ini menyangkut kebijakan stabilitas harga dan mekanisme penyaluran beras. Selain itu, negara juga menetapkan sistem sanksi yang jelas dan tegas untuk memutus mata rantai kecurangan-kecurangan dalam distribusi. Dengan prosedur yang berorientasi pada kebutuhan rakyat, harga dan stabilitas produksi beras dapat terus terjaga keamanannya.

 

Kebutuhan pangan rakyat aman terlindungi. Hidup rakyat terjamin sejahtera dan bergelimang berkah karena menerapkan hukum syariah yang amanah pada setiap kebutuhan umat.

Wallahu a’lam bisshowwab.

 

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis