UKT Memanas, Gara-Gara Visi Pendidikan Tidak Jelas


Oleh: Dewi Sri Murwati
(Mahasiswi dan Pegiat Pena Banua)

 

 

LenSa MediaNews__Polemik mengenai kenaikan Uang Tunggal Kuliah (UKT) terjadi di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), diantaranya Universitas Jendral Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri) dan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi membantah adanya kenaikan UKT yang telah terjadi di beberapa PTN, karena menurutnya hal ini bukanlah kenaikan UKT tetapi hanya penambahan kelompok UKT. Dari pemerintah pun telah menggelontorkan Bantuan Operasional Perguruan Negeri (BOPTN), hanya saja tidak mampu menutup seluruh kebutuhan operasional perguruan tinggi. Oleh karena itu pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa digratiskan sebagaimana yang telah Tinggidilakukan beberapa negara lain, CNN Indonesia (18/05/2024).

 

Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menambahkan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier dan bersifat pilihan. Pendidikan wajib di Indonesia itu hanya 12 tahun yaitu SD, SMP dan SMA. Saat ini pemerintah hanya fokus dan memprioritaskan pendanaan pendidikan wajib 12 tahun saja. Perguruan tinggi tidak termasuk prioritas karena tergolong dalam pendidikan tersier. Sehingga mereka yang ingin masuk perguruan tinggi maka dibebankan biaya melalui UKT, CNBC Indonesia (18/05/2024).

 

Berdasarkan pemaparan dari Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang menyatakan jika pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perguruan tinggi sangatlah ekslusif dan hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya/mampu saja. Lantas bagaimana kelanjutan visi “Indonesia Emas 2045” jika saat ini kualitas SDM yang ada di Indonesia masih tergolong rendah? Menurut survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2021, hanya ada 8,31% pendudukan Indonesia yang mampu mengenyam pendidikan S1 hingga S3. Bahkan dari 44 negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Indonesia menempati urutan paling bawah setelah Afrika Selatan dengan persentase penduduknya paling rendah dalam mengenyam perguruan tinggi. Dan diperkirakan sebagian besar penduduk Indonesia hanya lulusan SD dan SMP yaitu sebanyak 62,1%.

 

UKT yang terus naik ini juga disebabkan karena adanya kebijakan pemberian otonomi kampus yang tertuang pada UU nomor 12 tahun 2012. Aturan tersebut membuat kampus berlomba-lomba agar menjadi PTN BH dan menjadi mandiri serta tidak terikat lagi dengan pemerintah. Oleh karena itu perguruan tinggi bebas bekerja sama dengan industri apa pun dan bebas membuka serta menutup program studi sesuai keinginannya. Belum lagi adanya program WCU (World Class University) yang mengharuskan adanya syarat-syarat tertentu dan terbilang membutuhkan biaya mahal, maka dari itu wajar saja jika perguruan tinggi semakin menggila untuk memperoleh dana dengan cara menaikkan UKT mahasiswanya. Konsep triple helix (bentuk kerjasama antara pemerintah, industri dan perguruan tinggi) makin massif dilakukan. Sehingga membuat orientasi pendidikan tidak ditujukan untuk mencetak SDM berkualitas namun lebih banyak memenuhi tuntutan dunia industri.

 

Inilah akibat dari penerapan sistem pendidikan kapitalis yang hanya mengedepankan pada materi semata, sehingga pendidikan malah dijadikan komoditas yang bisa diperjualbelikan. Ijazah yang didapat ketika lulus hanya menjadi secarik kertas untuk memperoleh uang. Semakin tinggi sekolahnya maka peluang untuk mendapat jabatan tinggi semakin besar pula. Abainya negara terhadap pendidikan generasi makin menghilangkan arah tujuan dari pendidikan di negeri ini. Alokasi dana yang digelontorkan hanya 20% dari total APBN, itupun harus dibagikan lagi ke 85 perguruan tinggi yang ada. Belum lagi harus dipotong sana sini karena alasan lain, akhirnya negara menyerahkan pendanaan kampus kepada masing-masing perguruan tinggi dengan cara apa pun baik itu menaikkan UKT atau melakukan kerja sama dengan berbagai industri.

 

Dalam Islam pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang menjadi tanggungjawab negara, sehingga biaya pun akan ditanggung oleh negara. Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak, adanya kekuatan keuangan dari negara Islam lahir dari pengaturan yang baik dan teratur seperti hal nya yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sehingga dari teraturnya keuangan negara akan dapat menyediakan pendidikan yang berkualitas dengan biaya murah bahkan gratis untuk rakyatnya. Pendidikan tinggi dalam Islam bertujuan untuk membangun kapasitas keilmuan dan bukan untuk memenuhi tuntutan industri. Visi pendidikan dalam Islam itu untuk membentuk karakter bertakwa dan berlomba-lomba menebar kebermanfaatan. Agar umat bisa menciptakan kehidupan yang bebas dari kemiskinan dan kebodohan, sehingga dapat mencetak generasi emas peradaban bangsa itu bisa diraih hanya dalam sistem Islam bukan sistem lainnya.
Wallahu A’lam Bishshawab

Please follow and like us:

Tentang Penulis