Darurat Bullying, Butuh Solusi Komprehensif
Oleh: Ahyani R (Pegiat Literasi)
Lensa Media News—Kembali masyarakat dihebohkan dengan kasus bullying atau perundungan. Dalam waktu yang berdekatan terungkap kasus perundungan pelajar yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Ada kasus bully di SMA Internasional di Tangerang Selatan (Tangsel), Pondok Pesantren (Ponpes) Kediri, hingga di Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Mirisnya salah satu kasus perundungan tersebut menewaskan satu korban jiwa.
Maraknya kasus bullying belakangan ini membuat Presiden Joko Widodo angkat bicara dalam acara peresmian pembukaan kongres ke-23 PGRI tahun 2024 di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta Sabtu 2 Maret. Pada kesempatan itu, presiden meminta agar sekolah tidak menutupi kasus perundungan atau bullying yang terjadi. Dia menekankan agar jangan sampai ada siswa yang merasa tertekan di sekolah (CNNIndonesia.com, 2/2/2024).
Akar Persoalan
Perundungan atau bullying di Indonesia menurut pengamat pendidikan sudah darurat, karena kasusnya terus bertambah dan belum ada tanda-tanda penurunan. Meski Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pencegahan kekerasan di satuan pendidikan.
Kebijakan yang dimaksud diantaranya adalah pembentukan Satgas Anti Kekerasan di sekolah. Aturan tersebut tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP. Akan tetapi aturan tersebut nyatanya tidak membuahkan hasil, pasalnya kasus perundungan semakin merajalela.
Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI terdapat 30 kasus bullying alias perundungan di sekolah sepanjang 2023. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 21 kasus.
Maraknya kasus bullying di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem kehidupan Kapitalis-Sekuler, paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Paham ini melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Parahnya paham ini ini dimasukkan dalam Kurikulum Pendidikan.
Wajar peserta didik tercetak menjadi individu yang liberal-sekuler, yang abai terhadap halal-haram. Pendidikan sekuler yang diterapkan hari ini hanya mengedepankan nilai materi. Sementara ajaran Islam sebagai pandangan hidup tidak diajarkan. Islam hanya diajarkan sebagai agama ritual. Hal ini memberi andil maraknya kasus bullying di negeri ini.
Pendidikan sekuler ini juga berdampak pada banyaknya orang tua dan calon orang tua yang tidak memahami cara mendidik anak, sehingga tidak terbentuk kepribadian Islam dalam diri anak. Apalagi saat ini sebagian besar para ibu yang merupakan pendidik generasi mengabaikan perannya ini dengan alasan bekerja atau bahkan mengejar karir di dunia kerja. Karena itu sangat jelas bahwa fenomena bullying disebabkan oleh kapitalisme-sekuler yang melandasi negara menerapkan berbagai aturan di negeri ini.
Islam Memandang
Sejatinya untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan jauh dari aksi bullying, baik secara verbal maupun fisik haruslah dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan sistem kehidupan Islam secara kafah. Penerapan sistem pendidikan Islam tersistem dengan memadukan tiga peran pokok pembentukan kepribadian generasi yaitu keluarga, masyarakat dan negara. Islam telah memberi petunjuk tentang cara membentuk karakter pemuda yang baik.
Dalam hal ini butuh dukungan dari keluarga, karena orang tua berperan penting mendidik anak dengan panduan Islam. Materi tentang jalan menuju iman dan syariat Islam kafah harus dipahami oleh anak, sehingga anak paham hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya di dunia. Selain itu anak akan memahami bahwa satu-satunya aturan yang layak dijadikan rujukan beramal adalah aturan Islam. Semua hal ini didukung sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara.
Sistem pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam dalam diri generasi. Penerapan aturan Islam kafah dalam kehidupan akan membentuk masyarakat Islami yakni masyarakat yang memelihara budaya amar makruf dan nahi munkar. Alhasil kemaksiatan sekecil apapun yang nampak di kehidupan umum akan mendapat perhatian masyarakat untuk dinasehati atau dilaporkan pada pihak yang berwenang.
Media sosial dalam Islam juga tidak boleh menayangkan kekerasan fisik atau nonfisik, yang tentunya sangat mudah dicontoh anak, seperti bullying, perkelahian dan lain-lain. Syariat Islam telah menentukan batasan baik buruk dan halal haram dalam berperilaku. Inilah yang akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar makruf nahi munkar bukan, sekedar manfaat.
Selain itu, negara dalam sistem Islam kafah menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Pelaku kriminal yang dimaksud adalah setiap individu masyarakat yang melakukan keharaman atau bermaksiat termasuk pelaku perundungan.
Dengan aturan Islam yang komprehensif yang diterapkan di bawah institusi Khilafah maka negara akan mampu melindungi generasi dari berbagai kerusakan pemikiran maupun tingkah laku mereka. Wallahua’lam bishshawab. [LM/ry].