Islamofobia Terus Bergema, Bukti Hipokritnya Dunia!
Oleh: Ummu Zhafran
(Pegiat Literasi)
LenSa MediaNews__Sejak 2022, setiap tanggal 15 Maret diperingati sebagai Hari Internasional Melawan Islamofobia atau “International Day Combat Islamophobia”. Terpilihnya tanggal di atas konon ada kaitannya dengan peristiwa serangan teroris kepada jamaah salat Jumat di Masjid Al-Noor di Christchurch, New Zealand tahun 2019 lalu. Peristiwa tragis tersebut mengakibatkan 51 orang menjemput ajal. Sungguh mengenaskan.
Tahun berlalu, keberadaan hari anti Islamofobia seolah dianggap angin lalu. Apa yang terjadi di Palestina selain genosida oleh Israel, ternyata memicu gelombang kebencian baru. Organisasi TellMAMA (Measuring Anti-Muslim Attacks) yang berbasis di Inggris mengungkap, insiden kebencian anti-Muslim di Inggris meningkat lebih tiga kali lipat sejak pecah perang di Jalur Gaza hingga saat ini. (republika, 23-2-2024) Para pelaku yang membenci tersebut seperti menutup mata dan telinga mereka akan korban perang yang justru kebanyakan menimpa anak-anak, wanita dan orang tua.
Di sisi lain, PBB sebagai institusi yang memprakarsai adanya hari anti permusuhan terhadap Islam hanya dipandang sebelah mata oleh dunia. Terbukti nama besar sebagai lembaga yang memayungi semua negara malah mandul dalam menghentikan kekejian zionis Yahudi di Gaza. Bahkan tak kuasa pula menahan eksesnya berupa tindak anarkis terhadap umat Muslim dan Islam di berbagai negeri.
Memalukan. Pasalnya selama ini PBB dengan Dewan Keamanannya selalu mengklaim diri sebagai penjaga ketertiban, keamanan dan perdamaian dunia. Faktanya, klaim tersebut tak lebih dari sekadar propaganda kosong tanpa makna. Tepat seperti kritikan yang dilontarkan oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan saat berbicara di hadapan partai pengusungnya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Parti). (detiknews.com, 25-2-2024)
Lagi dan lagi, Barat dalam hal ini Amerika dan negara-negara maju sekutunya di PBB menunjukkan sikap hipokrit mereka. Di satu sisi mengaku sebagai polisi dunia yang siap melindungi kebebasan dan hak asasi manusia. Namun bertentangan dengan hal tersebut, justru membiarkan terjadinya pelanggaran HAM besar-besaran yang menimpa umat muslim. Tidak hanya berupa genosida yang dialami warga Gaza saat ini melainkan juga penindasan terhadap muslim di Uyghur, India, dan di dunia umumnya.
Berikutnya yang jadi pertanyaan, mengapa mereka begitu benci pada Islam? Jawabnya sederhana. Karena mereka takut akan kebangkitan Islam. Bukan tanpa alasan, sejak lama jumlah penduduk asli Barat (baca:Eropa) yang menganut Islam terus meningkat. Ini terlihat dari hasil riset lembaga internasional Pew Research yang memperkirakan kelak pada tahun 2085, 13 negara Eropa akan memiliki populasi Muslim sebagai mayoritas. Di antaranya Siprus, Swedia, Prancis, Yunani, Belgium, Bulgaria, Italia, Luksemburg, Inggris, Slovenia, Swiss, Irlandia, dan Lithuania. (republika, 3-1-2023) Pasca operasi Badai Aqsha 7 Oktober lalu dan genosida oleh Israel setelahnya, jumlah pemeluk Islam yang baru jauh lebih besar lagi.
Di saat bersamaan ideologi kapitalisme yang selama ini menaungi Barat justru makin rapuh dan renta. Bahkan sedang menyongsong kejatuhannya. Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dalam bukunya, How Democracies Die, mengakui pernyataan di atas. Bahwa secara perlahan tapi pasti ketika kekuasaan dan hegemoni sudah demikian merajalela, maka akan menjelma jadi otoriter atau diktator. Bila sudah demikian, maka tumbangnya hanya tinggal tunggu waktu. Hal itu sunnatullah. Layaknya Fir’aun dalam kisah Nabi Musa as. yang mengaku sebagai Tuhan lalu ditenggelamkan Allah Swt. di Laut Merah.
Untuk itu, satu-satunya kekhawatiran mereka saat ini adalah bangkitnya kekuatan Islam persis seperti dahulu di masa kekuasaan Islam berjaya selama belasan abad. Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk menghambat laju keyakinan umat terhadap Islam. Salah satunya, tak lain dengan memunculkan narasi Islamofobia di tengah masyarakat dunia. Penampakannya tentu seperti yang sering terlihat yaitu menyerang apa pun dan siapa pun yang memuat simbol Islam. Mulai dari jihad diidentikkan dengan terorisme, jilbab, bahkan ke para ulamanya yang tegak lurus meniti sunnah Rasulullah saw.
Walhasil, Islamofobia boleh jadi akan terus bergema. Karena memang sengaja diciptakan untuk menyerang Islam dengan harapan orang lain ikut membenci dan memusuhi Islam seperti yang sudah berlaku saat ini. Tapi satu hal yang mereka abaikan, Islam adalah agama Allah. Allah yang mempunyai Islam. Niscaya Allah menjaga Islam dengan menyegerakan pertolongan-Nya, menegakkan syariah kafah di bumi Allah yang bakal mengundang rahmat dan berkah ke seluruh alam semesta. Hingga tiada yang mereka saksikan kecuali orang-orang masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong lebih dari sebelumnya. Wallahua’lam.