Tabrakan KA, Lantas Salah Siapa?
Oleh: Imroatus Solichah
Lensa Media News–Nahas jalur tunggal antara Stasiun Haurpugur dan Stasiun Cicalengka, pada Jumat (05/01) pagi terjadi tabrakan KA Turangga dan kereta Commuter Line Bandung Raya. Menurut Direktur Jenderal Perkeretapian, Risal Wasal, korban meninggal yang sudah teridentifikasi berjumlah empat orang, sementara 37 orang dalam kondisi luka.
Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono, menyebut inilah rawannya kecelakaan di jalur tunggal kereta. Tabrakan seperti yang terjadi di Cicalengka, kata dia, rentan terjadi jika muncul masalah sinyal maupun kesalahan manusia. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNTK), menjanjikan dalam beberapa waktu ke depan akan melakukan pembaruan informasi secara berkala kepada masyarakat terkait tabrakan kereta ini.
Pada jalur kecelakaan kereta tersebut, pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, sebenarnya tengah menjalankan pembangunan jalur ganda kereta. Namun, aspek keselamatan tidak pernah disebut sebagai tujuan utama pembangunan jalur ganda tersebut.
Data yang tercatat dalam KNKT, pada periode 2018-2022 terjadi 29 kecelakaan kereta di Indonesia. Dari angka itu, 3 di antaranya karena tabrakan. Berulangnya tabrakan kereta api hendaknya membuat pemerintah mengevaluasi diri, mengapa kecelakaan kereta demikian sering terjadi? Apakah penyebabnya human error semata atau ada system error?
Agence France-Presse (AFP), melalui artikel “4 dead, 22 injured in Indonesia train collision” menyebut kecelakaan transportasi adalah hal yang lumrah terjadi di Indonesia. “Negara kepulauan yang luas di mana bus, kereta api dan bahkan pesawat sering kali sudah tua dan tidak dirawat dengan baik,” kata laporan tersebut.
Sungguh miris, saat ini pemerintah jorjoran membangun proyek-proyek prestisius yang tidak terlalu urgen dengan dana puluhan triliun, infrastruktur kereta api kita masih saja sudah uzur, sehingga tidak layak pakai dan rawan terjadi kecelakaan tetap digunakan.
Akibatnya, kecelakaan transportasi kerap terjadi. Rakyat menjadi korban karena error-nya sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan penguasa. Padahal infrastruktur kereta api merupakan sektor yang butuh untuk diperhatikan demi keselamatan banyak pihak, baik penumpang, petugas, maupun masyarakat sekitar.
Seharusnya pemerintah merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya kecelakaan. Pemerintah bertanggung jawab untuk melakukan mitigasi, yaitu upaya untuk mengurangi risiko kecelakaan.
Hal ini penting untuk memberikan jaminan keselamatan transportasi bagi warga negara. Keamanan merupakan hak dasar rakyat dan negara wajib memenuhinya. Negara tidak boleh abai terhadap urusan ini.
Rasulullah bersabda, “Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya).
Islam menghormati nyawa manusia sehingga akan optimal dalam menjamin keselamatan penumpang dalam berbagai kondisi, termasuk dalam alat transportasi. Di dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab menyediakan sistem dan sarana transportasi yang aman.
Negara seharusnya wajib mewujudkannya karena kinerja penguasa akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia (di hadapan rakyat dan pengadilan) maupun akhirat.
Oleh karena itu kita lihat ketika masa kekhalifahan Khalifah Al-Mansur pada 762 M mampu mendirikan pembangunan jalan beraspal di Baghdad. Sedangkan negara-negara di Eropa baru mulai membangun jalan pada abad ke-18 M dan kali pertama peradaban Barat mengenal jalan aspal adalah pada 1824 M. Demikian mengagumkan perhatian Islam terhadap keamanan transportasi. Wallahualam bissawab. [LM/ry].