PHK Massal Terus Mengancam Akibat Sistem Ekonomi Kapitalis

Oleh : Monikasari

(Aktivis Dakwah)

 

Lensa Media News–Dikutip dari CNBC Indonesia (28/12/2023), “Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih berlanjut di tahun 2023. Satu per satu pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri padat karya lainnya melakukan pemangkasan pekerja, merumahkan karyawan, bahkan ada yang tutup permanen.”

 

Juga dikutip dari CNBC Indonesia (29/12/2023), “Perusahaan survei Resume Builder memperkirakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024. Ini didapatkan berdasarkan tanggapan lebih dari 900 perusahaan pada bulan ini.

 

Dalam survei tersebut, hampir empat dari sepuluh perusahaan mengatakan mereka kemungkinan akan melakukan PHK pada tahun 2024, sehingga memicu meningkatnya kekhawatiran akan terjadinya resesi. Lebih dari separuh juga mengatakan berencana menerapkan pembekuan perekrutan pada tahun 2024.”

 

Salah satu alasan dikeluarkannya kebijakan pemutusan hubungan kerja di antaranya karena perusahaan tidak sanggup menghadapi serbuan produk impor, baik legal maupun ilegal, ke pasar dalam negeri, hingga menyebabkan stok pabrik dalam negeri menumpuk lalu berujung pada pengurangan produksi hingga PHK.

 

Alasan lainnya adalah antisipasi resesi agar perusahaan tidak merugi. Sementara itu, empat dari sepuluh perusahaan mengatakan mereka akan memberhentikan karyawan dan mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan (AI).

 

Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Umat

 

PHK yang terjadi saat ini adalah dampak sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di dunia yang menggunakan paradigma “yang kuat dialah yang menang”. Selain itu juga egoisme pengusaha yang lebih megutamakan keselamatan perusahaannya dan tidak peduli dengan nasib pekerja.

 

Negara pun lepas dari tanggung jawabnya sebagai pelindung rakyat dalam menjamin lapangan pekerjaan yang memadai yang berujung tingginya angka pengangguran, sehingga krisis ekonomi akan terus terjadi dan mengakibatkan rakyat sengsara.

 

Inilah yang terjadi pada sistem kapitalisme, di mana para pemilik modal yang mempunyai kuasa berlaku dzalim pada rakyat, dalam hal ini para pekerja. Dalam sistem kapitalisme, pekerja hanya dianggap sebagai alat produksi yang “dipakai” bila bisa memberikan keuntungan pada perusahaan, dan ketika dianggap tidak memberikan keuntungan, para kapitalis yang mempekerjakan mereka berhak memberhentikan secara sepihak, tanpa mempertimbangkan apakah para pekerja tersebut akan menderita.

 

Mirisnya, pemerintah pun tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini. Dalam sistem kapitalisme, pemerintah hanya sebagai regulator dan keberpihakannya begitu jelas, yakni pada para kapitalis. Hal ini terlihat dari regulasi yang prokapitalis dan menyengsarakan rakyat.

 

Seperti kita ketahui, pada tahun 2020 telah disahkan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU, yang dinilai merugikan para pekerja (buruh). Salah satu isi dari UU tersebut adalah pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

 

Dari sini terlihat kesejahteraan tenaga kerja yang selama ini didamba-dambakan masih sebuah ilusi. Sebab opini penolakan Omnibus Law sebenarnya sudah jauh-jauh hari terjadi, namun pihak DPR, yang katanya wakil rakyat, seolah tutup mata dan telinga. Bahkan, sejumlah tagar tolak Omnibus Law Cipta Kerja jadi trending topik dunia.

 

Kenyataanya, Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja justru resmi menjadi Undang Undang. Demikian pula pemerintah yang seharusnya menjadi pengurus umat malah mendiamkan pengesahan UU tersebut. Lalu rakyat harus mengadu pada siapa?

 

Islam Menyejahterakan Rakyat

 

Islam menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme dalam bingkai sistem ekonomi Islam. Salah satunya adalah menyediakan lapangan kerja dan kemampuan mengantispasi kemajuan teknologi sehingga tetap tersedia lapangan kerja bagi rakyat.

 

Dalam Islam, laki-laki diharamkan menganggur apalagi bermalas-malasan, maka negara yang menerapkan sistem Islam akan memastikan hal ini tidak terjadi.

 

Negara yang menerapkan aturan Islam memiliki proyek-proyek kepemilikan umum yang merupakan hak rakyat, yaitu SDA yang melimpah. Maka, negaralah yang bertanggung jawab mengelolanya sehingga negara memiliki perusahaan dalam jumlah yang besar dan mampu menyerap tenaga kerja dari warga negaranya.

 

Negara yang menerapkan sistem Islam pun akan turun tangan memberi bantuan modal tanpa riba kepada individu yang ingin membuka usaha, sehingga individu tersebut memiliki akses ke dalam pergerakan ekonomi. Negara yang menerapkan aturan Islam tidak akan mudah mengeluarkan kebijakan impor yang menjadikannya bergantung pada negara lain.

 

Demikianlah sistem perekonomian dalam negara Islam, yang mampu meminimalisasi angka pengangguran dan PHK, dan rakyat pun akan sejahtera dengan penerapannya. Wallahuallam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis