Oleh : Hikmah, S.Pd
Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi

 

 

Lensamedianews.com– Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin pepatah ini bisa menggambarkan kondisi negeri ini. Bagaimana tidak, dalam kondisi kemiskinan dan kesusahan masyarakat yang tidak kunjung selesai, negara masih menambah utang luar negeri (ULN) untuk Pembangunan infrastruktur yang tidak berimbas langsung terhadap pengurangan angka kemiskinan dan kesusahan Masyarakat. Lebih parahnya lagi kondisi utang di negeri ini dianggap aman dan termasuk utang produktif yang memberikan manfaat, pertanyaannya manfaat buat siapa? Sebagaimana dikatakan oleh salah seorang ahli ekonomi di negeri ini yang diberitakan oleh salah satu media berita online: “Ekonom Universitas Brawijaya Malang, Hendi Subandi, mengatakan bahwa rasio utang luar negeri Indonesia masih tergolong aman. Ia pun memasukkan kategori utang Indonesia sebagai utang produktif, karena digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang memberikan dampak positif jangka panjang”. (viva.co.id, 30/12/2023).

Pernyataan utang terkendali dan berdampak positif, merupakan pernyataan yang berbahaya. Karena utang kepada negara lain membuat ketergantungan pada negara lain dan membahayakan kedaulatan negara. Meskipun utang dikatakan menurun, akan tetapi dari data penurunannya tidak terlalu signifikan.

Menurut data posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan III 2023 tercatat sebesar 393,7 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi ULN pada akhir triwulan II 2023 yang mencapai 396,5 miliar dolar AS. Penurunan posisi ULN ini terutama bersumber dari ULN sektor publik. Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia secara tahunan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,1%, melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 1,2%. (www.bi.go.id/ 15/11/2023).

Dilihat dari nilai utang saja apalagi ditambah nilai bunganya tidak akan cepat lunasnya dan memang sengaja diciptakan agar tidak selesai-selesai. Penyebaran data penurunannya hanya sekedar menggembirakan sesaat sedang utangnya susah untuk lunas. Keluar dari jerat utang ribawi seakan-akan seperti kerbau yang sulit keluar dari kubangan lumpur yang sangat dalam. Kapitalisme menjadikan negara-negara berkembang akan dipelihara agar terus-menerus terjerat utang sehingga negara-negara pemberi hutang akan lebih leluasa menekan dan menguasai negara-negara pengutang baik sumber daya alam maupun politik dan budayanya.

Dunia akan terus memberikan penilaian positif terhadap utang suatu negara karena paradigma yang dipakai adalah kapitalisme. Makin banyak utang suatu negara, makin untung negara-negara pemberi utang. Seharusnya negara mandiri, dan sejatinya bisa mandiri jika pengelolaan ada sesuai aturan Islam. Islam menjadikan negara mandiri dengan pengelolaan sumber daya alam sesuai tuntunan Islam. Islam mendorong negara menjadi negara adidaya dan terdepan.

Kaum muslimin harusnya menyadari akan begitu besarnya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang diberikan Allah kepada negeri-negeri muslim dan itu yang menjadi incaran negara-negara pemberi utang ketika menjerat negeri-negeri muslim dengan utang karena musuh-musuh kaum muslimin menyadari penjajahan fisik sudah tidak bisa mereka lakukan sehingga mereka mengubah dengan gaya baru salah satunya dengan jeratan hutang.

Dengan melimpahnya sumber daya tersebut harusnya tidak perlu berhutang dan jika diatur dengan aturan Islam pasti cukup untuk mensejahterakan rakyat. Utang ribawi juga menjadi salah satu pembuat ketidakberkahan negeri ini karena melanggar perintah sang pencipta bumi ini.

Fakta sejarah telah membuktikan selama Islam menguasai dunia kurang lebih 13 abad lamanya umat sejahtera dalam segala hal. Setiap individu dijamin terpenuhi seluruh kebutuhan pokoknya, baik muslim maupun non muslim yang disebut kafir dzimmi. Dengan sistem ekonomi Islam yang non ribawi dan sistem pengelolaan sumber daya alamnya yang sesuai dengan aturan Islam serta dengan pengelolaan kas Baitul maal meniscayakan kehidupan umat Sejahtera.

Dalam sistem ekonomi Islam tidak pernah dalam pembangunan dan pemenuhan kebutuhan umat dengan cara berhutang kepada negara lain. Apalagi berhutang kepada negara kafir yang diketahui dalam slogan mereka “tidak ada makan siang gratis”. Artinya pasti tidak ada pada mereka sifat tolong menolong dan tidak hanya sekedar mengambil keuntungan dari bunga utangnya saja.

Lebih dari itu penerapan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan adalah konsekuensi sebagai muslim dan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Meninggalkannya adalah bentuk kedurhakaan kepada sang pencipta Manusia. Dan sudah seharusnya manusia menyadari kelemahannya sehingga tidak layak membuat aturan sendiri dalam menjalani kehipuan ini. Apabila tetap memaksakan menerapkan aturannya sendiri maka terjadinya kerusakan dimuka bumi sudah pasti akan terjadi seperti kondisi saat ini.

Masihkah manusia-manusia sombong terus memaksakan aturan buatannya sendiri untuk diterapkan dalam mengatur dunia ini, khususnya negeri-negeri muslim. Kerusakan seperti apa lagi yang perlu ditimpakan agar kesadaran muncul untuk kembali kepada sistem yang berasal dari pencipta manusia dan alam ini.
Semoga kesadaran akan wajibnya dan pentingnya menerapkan sistem Islam segera muncul di Tengah-tengah umat dan para penguasa negeri-negeri muslim. Sehingga utang luar negeri tidak ada lagi. Aamiin. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis