Euforia Tahun Baru Bukan dari Islam

Oleh: Yani Suryani

LenSa Media News_Perayaan malam tahun baru biasanya identik dengan perayaan kembang api, momen yang dinantikan banyak orang, sambil sekadar berkumpul bersama keluarga, pasangan, sahabat, teman, atau bergabung dalam event-event untuk menyambut perayaan tahun baru tersebut. Akibat perayaan tersebut, jalanan pun menjadi macet menjelang pergantian tahun baru, efek dari warga masyarakat yang tidak mau ketinggalan acara ketika malam tahun baru berlangsung.

 

Bentuk perayaan malam tahun baru juga beragam. Akan tetapi, perayaan tahun baru umumnya identik dengan pesta kembang api dan meniup terompet. Jakarta adalah salah satu kota yang menyelenggarakan pesta kembang api saat tahun baru, bahkan event pesta kembang api di Jakarta tidak hanya digelar di satu lokasi. Terdapat banyak rekomendasi spot melihat kemeriahan kembang api pada Minggu, 31/12/2023, seperti, di Monas, Jakarta pusat. Di sini kita bisa menyaksikan pesta kembang api yang spektakuler.

 

Kemudian di Ancol, Jakarta Utara. Ancol juga menjadi salah satu kawasan yang sering merayakan tahun baru dengan meriah, bahkan tahun ini, ada pesta kembang api beserta acara Jakarta Biggest Musical Firework dan Gempita 2023 yang menghadirkan sejumlah artis dan musisi ternama. Rangkaian acara diadakan tanggal 31 Desember 2023 hingga 1 Januari 2024.

 

Aktifitas Tasyabuh di Negeri Mayoritas Muslim

 

Miris, hari ini banyak kaum muslim, terutama generasi mudanya yang justru merayakan malam tahun baru dengan gembira tanpa menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan aqidah Islam. Merayakan malam tahun baru sudah menjadi tradisi yang mengakar di tengah masyarakat, padahal budaya pesta kembang api dan meniup terompet dalam pergantian tahun jelas bukan budaya Islam. Itu adalah budaya barat yang tidak hanya merusak aqidah generasi muda, tetapi juga cenderung menjerumuskan mereka ke dalam kemaksiatan.

 

Menyaksikan hal tersebut tentu sangatlah memprihatinkan. Generasi muda Islam turun ke jalan, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, hanya sekadar berhura-hura, berkumpul, berpesta, dan penuh dengan kesenangan duniawi. Generasi muda Islam saat ini dalam kondisi paling lemah dan mengalami kemunduran dalam aqidah. Mereka kehilangan identitas keislamannya dan di dalam dirinya menyusup secara perlahan- lahan pemikiran Barat, berupa sistem peraturan dan gaya hidup Barat. Sehingga generasi muda tidak lagi mengenal Islam, kecuali hanya sekadar identitas, tidak mengetahui Al-Qur’an, kecuali hanya tulisannya. Islam hanya dipahami sebagai ajaran ritual, ibadah, dan ahlak saja. Tanpa disadari, generasi muda justru berhukum kepada peraturan Barat yang menyesatkan aqidah.

 

Ladang Bisnis Kaum Kapitalis

 

Para kapitalis pun memanfaatkan momen malam tahun baru untuk mengeruk keuntungan sebanyak- banyaknya. Cafe, hotel, diskotik, stasiun televisi, semua ikut berlomba dalam melestarikan keramaian malam tahun baru yang penuh kemaksiatan. Ada yang berjualan petasan, kembang api, topi kerucut, terompet, semuanya laris manis bagai pisang goreng. Bahkan penjualan minuman keras pun meningkat drastis di malam pergantian tahun.

 

Islam Menjaga Aqidah Umat

 

Berbeda dengan sistem Islam ketika mengatur umatnya. Islam memandang sesungguhnya perayaan pesta pora tahun baru termasuk perbuatan sia- sia (tabdzir), sangat tidak Islami, dan potensial berubah menjadi ajang kemaksiatan.

 

Nabi Muhamad SAW memberi tuntunan yang layak dicontoh, bahwa “Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia yang mau meninggalkan apa yang tidak bermanfaat” (HR. Muslim), dan Rasulullah pun melarang umatnya meniru-niru (tasyabuh) kebiasaan orang kafir.

Dalam hadits yang lain, Beliau bersabda, “Siapa yang meniru-niru kebiasaan suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR Abu Dawud).

 

Pendidikan dalam sistem Islam diawali dengan penanaman aqidah umat, sehingga umat akan menyadari ketika melakukan suatu perbuatan tasyabuh, hal tersebut akan merusak aqidah mereka.

 

Jelas, hanya Islamlah yang memiliki solusi untuk permasalahan umat karena jika syariat Islam diterapkan secara kaffah, tidak akan ada lagi kemaksiatan karena seluruh perbuatan terikat dan diatur oleh aturan Islam. Bila masih ada pelanggaran, Islam memiliki sanksi pada si pelanggar dengan sanksi yang tegas, sehingga tidak ada lagi kemaksiatan di tengah masyarakat.

Wallahu a’lam bishawab.

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis