Pembangunan Besar-Besaran, Dampak Buruknya Dominan

Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd

 

Lensa Media News–Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas di masa kepemimpinan Presiden Jokowi sejak pertama dia menjabat. Bahkan sudah 9 tahun dia menjabat, pembangunan masih dilakukan, bahkan secara besar-besaran dengan alasan pemerataan infrastruktur ke daerah-daerah.

 

Di kanal sosial medianya (4/12/2023), dia berucap, “Pembangunan infrastruktur telah kita lakukan secara besar-besaran sejak tahun 2014”. Pada keterangan tambahannya pun dia berbangga karena telah membangun 42 bendungan, irigasi untuk 1,2 juta hektar lahan, jalan tol sepanjang 2.143 km, jalan nasional sepanjang 5.700 km. Kemudian rumah subsidi 8,2 juta melalui Program Sejuta Rumah, hingga pos lintas batas Negara (PLBN) di sejumlah daerah perbatasan.

 

Prioritas ini membuktikan kalau bukan hanya janji belaka yang diucapkan. Dari ujung Sumatera hingga ujung Papua, pembangunan besar-besaran memang masih dilakukan. Misal saja, pembangunan Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Papua, Projek LRT, Tol, bahkan projek IKN yang masih banyak pro kontra.

 

Tentu, pembangunan yang bersifat ekspansif ini bukan tanpa efek samping. Setidaknya ada tiga dampak yang perlu diwanti-wanti karena fatal jika dibiarkan tanpa ada antisipasi yang tepat. Pertama, minimnya manajemen risiko dalam pembangunan. Kedua, defisit anggaran negara yang membengkak. Ketiga, kondisi lingkungan, struktur tanah, kebersihan udara, dan jernihnya sumber air.

 

Manajemen risiko pembangunan harus benar-benar diatur. Ini berkaca dari sering dan berulang kalinya terjadi kelalaian, kecelakaan, hingga robohnya bangunan sebelum digunakan. Misal saja kejadian robohnya crane, robohnya tanggul penyangga underpass Bandara Soekarno-Hatta, atau plafon terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta yang ambruk. Ini membuktikan kalau masih minimnya pencegahan atas risiko yang terjadi. Seolah SOP yang dibuat hanyalah teks saja.

 

Anggaran negara yang digunakan untuk pembangunan juga harus dihitung dengan baik. Kalaupun memang belum ada dananya, tak perlu berutang, tak perlu gengsi dengan negara tetangga. Daripada seperti saat ini pemerintah harus menanggung utang yang sudah mencapai 8000 T lebih. Pasti akan berdampak pada perekonomian nasional dan rakyat tercekik dengan harga barang yang semakin mahal.

 

Adanya pembangunan besar-besaran juga memberikan dampak buruk yang luar biasa bagi sebagian rakyat. Daerah-daerah yang tadinya aman, setelah pembangunan malah menjadi langganan banjir besar dan longsor. Belum lagi adanya kerusakan lingkungan di sana-sini dan yang menyedihkan adalah masyarakat kekurangan sarana air bersih. Padahal, air bersih merupakan kebutuhan pokok rakyat.

 

Kerusakan demi kerusakan ini sejatinya akibat kesalahan paradigma yang berorientasi kepada materi. Infrastruktur dipandang sebagai indikator kemajuan daerah bahkan negara. Pembangunan infrastruktur secara fisik diklaim sebagai pertumbuhan ekonomi, padahal faktanya berbagai sarana tersebut belum tentu membawa kesejahteraan bagi rakyat bahkan bisa jadi manfaatnya tidak dirasakan oleh rakyat secara global.

 

Dikembalikan pada satu sebab mendasar yakni penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Kapitalisme meniscayakan tolak ukur semua aktivitas berdasarkan hitungan untung rugi. Sistem kapitalisme ini memang tidak pernah berpihak kepada rakyat. Yang terjadi justru kongkalikong antara pengusaha dan penguasa. Demikianlah potret buram kehidupan dalam sistem sekuler kapitalisme yang seringkali menyengsarakan rakyat.

 

Kondisi ini sangat berbeda ketika Islam diterapkan dalam kehidupan umat manusia. Keimanan kepada Allah akan menjadi landasan dalam proyek pembangunannya. Pembangunan dilakukan oleh negara untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya. Paradigma pembangunan dalam Islam justru akan mempermudah rakyatnya dalam beribadah dan melaksanakan berbagai aktivitas. Negara akan memenuhi kebutuhan individu rakyatnya dan juga kebutuhan komunal secara merata.

 

Oleh sebab itu, pembangunan dalam Islam meniscayakan negara mengambil peran yang sangat penting. Syariat menetapkan penyediaan infrastruktur menjadi tanggung jawab negara dan harus dilakukan secara independen tidak bergantung kepada negara asing, pengusaha, pemilik modal, atau intervensi negara adidaya.

 

Dengan demikian, pembangunan infrastruktur akan diarahkan untuk mewujudkan visi penciptaan manusia. Allah menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan untuk memakmurkan bumi-Nya.

 

Walhasil, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur diarahkan untuk menjadikan manusia mampu mengemban kedua hal tersebut. Secara otomatis, lingkungan akan terjamin dan masyarakat tidak dipusingkan dengan kondisi udara ataupun air yang tercemar. Inilah prioritas yang sebenarnya, yakni mengedepankan amanah dari Allah daripada riya dan sum’ah di hadapan makhluk-Nya.Wallahualam Bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis