Persoalan Rohingya, Waspada Provokator!

Ummu Zhafran

(Pegiat Literasi)

 

LenSa MediaNews__Ribut soal kedatangan pengungsi Rohingya tak pelak memantik sedih. Terlebih muncul wacana agar menolak mereka. Belum lagi adanya kabar tak sedap perihal buruknya perilaku sebagian di antaranya seolah jadi alasan tepat untuk tidak menerima keberadaannya. Padahal bagaimana pun juga iman yang menyatukan kita, sesama umat muslim. Relasi satu akidah yang dalam pandangan Islam bahkan lebih kental dari ikatan darah. Karena menembus batas teritorial, suku dan ras sesama hamba ciptaan Allah.

 

 

Baiknya kita simak apa yang diingatkan oleh Menteri Luar Negeri saat menanggapi persoalan Rohingya secara tertulis di Forum Pengungsi Global di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. (menpan go id, 13/12/2023). Menurutnya, harus selalu diingat akar masalah di Rohingya yakni kekerasan yang terus terjadi di Myanmar akibat pertentangan antara junta militer dan warga sipil. Kondisi itulah yang telah memaksa warga Rohingya untuk meninggalkan negaranya, hingga sebagian akhirnya berlabuh di Indonesia.

 

 

Sudah tentu kita setuju dengan pernyataan di atas. Itulah akar masalahnya. Sehingga ketika timbul provokasi menggiring persoalan jadi sebatas menerima atau menolak, kita jadi tahu sikap yang tepat. Sebab tak sesederhana itu bukan? Ada pun sikap buruk yang ditunjukkan sebagian di antara mereka, itu sunnatullah. Sebagaimana di negeri sendiri ada muslim tapi tak ragu korupsi, muslim tapi memilih berzina, dan lain sebagainya.

 

 

Maka sekali lagi patut diapresiasi apa yang dituliskan Ibu Menteri di atas. Bahwa solusinya adalah menghentikan perbuatan biadab atas Muslim Rohingya di negaranya. Namun dengan adanya sekat bangsa-bangsa yang memisahkan muslim di satu negara dengan negara lainnya, mungkinkah tuntas terselesaikan? Sebab mengingat kepedihan Muslim Rohingya bukan satu-satunya di dunia. Hanya karena mereka tak ramai-ramai mengungsi, bukan berarti aman-aman saja. Sebut misalnya Muslim Uyghur di China, Muslim Pattani di Thailand, dan yang sekarang sedang meningkat eskalasinya, sudah tentu Muslim di Palestina.

 

 

Benarlah apa yang dikabarkan Rasulullah saw., saat mengabarkan tentang kondisi umat di akhir zaman.
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air,…” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)

 

 

Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun. Siapa sangka isyarat Nabi saw. semakin nyata di masa generasi kita saat ini. Namun tak elok pastinya hanya merenung dan berpangku tangan. Karena dalam hadits sahih lainnya Rasulullah saw. juga bersabda,
Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] junnah atau perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

 

Makna Al-Imâm sebagai Junnah atau perisai dijelaskan oleh Imam An-Nawawi:
“Maksudnya, Imam atau Khalifah itu ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang [menyakiti] kaum Muslim. Mencegah masyarakat, satu dengan yang lain dari serangan. Melindungi keutuhan Islam, dia disegani masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya.” (Raudhatu at-Thâlibîn, Juz X/49)

 

 

Dari penjelasan Al-‘Allamah Imam An-Nawawi dapat dipahami ketiadaan Junnah di tengah orang-orang yang beriman ibarat bangunan rumah tanpa tembok pagar yang mengelilingi. Muslim Rohingya dan di negeri-negeri lainnya terlunta dan tertindas tanpa ada yang melindungi sementara dunia hanya bisa bungkam karena tersekat batas wilayah masing-masing, lebih dari cukup sebagai bukti.

 

 

Maka satu-satunya solusi tuntas adalah tegaknya perisai dengan diterapkannya syariah secara kafah sebagaimana yang diwariskan Rasulullah saw. dan para sahabat yang berturut-turut menjadi Khalifah lalu diteruskan dengan apa yang kita kenal sebagai Kekhilafahan Umayyah, Abbasiyyah, dan terakhir Utsmaniyyah. Saatnya bersinergi memperjuangkan tegaknya perisai yang melindungi dan menyatukan umat di baliknya agar jangan ada provokator di antara kita. Wallaahu a’lam.

Please follow and like us:

Tentang Penulis