Refleksi Hari Guru: Patutkah Merayakan Rusaknya Generasi Buah Merdeka Belajar?

Oleh: Cita Rida (Aktivis Dakwah)

 

 

LenSaMediaNews__Berdasarkan Surat Edaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 36927/NPK.A/TU.02.03/2023, seluruh instansi pemerintahan, termasuk instansi pendidikan, diperintahkan untuk melaksanakan Upacara Hari Guru pada Sabtu, 25-11-2023. Tema yang diusung tahun ini adalah Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar. “Rayakan Merdeka Belajar” ini mengacu kepada kurikulum pendidikan terbaru yang digagas oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim yang diberi nama “Kurikulum Merdeka Belajar”. Menurut Nadiem Makarim, kurikulum ini dibuat bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja dan dapat memenuhi kebutuhan industri.

 

 

Masih Bermasalah

Memang tidak salah jika kita ikut merayakan peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh pada tanggal 25 November kemarin, namun yang perlu menjadi perhatian bahwa wajah pendidikan di Indonesia kini masih buram. Kriminalitas pada kaum pelajar, tawuran, pergaulan dan seks bebas, narkoba, bullying, kekerasan, hingga aksi bunuh diri masih mewarnai dunia pendidikan kita hari ini. Sehingga patutlah dengan momen peringatan Hari Guru ini, setidaknya menjadi refleksi bagi semua kalangan: sudahkah sistem pendidikan hari ini telah mencetak generasi penerus bangsa yang berkepribadian unggul dan berkarakter mulia? Berbagai macam kerusakan generasi muda hari ini harusnya menjadi alarm bagi seluruh pihak baik orangtua, guru, maupun penguasa selaku pembuat regulasi pendidikan. Mereka perlu introspeksi untuk menemukan akar masalahnya.

 

 

Sekularisme: Akar Permasalahan Rusaknya Generasi Muda

Setiap ganti menteri, kurikulum biasanya ikut berganti. Akan tetapi, bukannya generasi bertambah baik, yang terjadi justru mengalami degradasi. Sudah sepatutnya kita mengoreksi akar masalah sebenarnya.

 

 

Akar permasalahan dari kerusakan generasi muda secara massal adalah sistem pendidikan hari ini menggunakan sekularisme, konsep pemahaman kehidupan yang menghendaki tidak ada campur tangan Sang Pencipta dalam kehidupan bernegara. Artinya, semua aturan dibuat oleh akal manusia, termasuk dalam hal membuat aturan untuk pendidikan. Sedangkan akal manusia bersifat lemah, terbatas, dan penuh dengan kepentingan. Konsep pendidikan berbasis sekulerisme menjadikan peserta didik pintar secara akademik, tapi minim moral dan tidak berakhlaqul karimah. Padahal sistem pendidikan hakikatnya bukan hanya mencukupkan pada transfer pemahaman (transfer of knowledge), karena jika pendidikan hanya berbasis transfer of knowledge saja, maka cukuplah belajar dari Google saja. Pendidikan juga meliputi transfer nilai-nilai kehidupan (transfer of values) dan transfer kecakapan untuk hidup bermasyarakat kelak (transfer of skills).

 

 

Dalam sistem sekulerisme, kurikulum pendidikan mencukupkan hanya mencetak generasi siap kerja untuk memenuhi permintaan industri, bukan mencetak generasi problem solver (pemecah permasalahan di masyarakat) juga tidak mencetak generasi yang takut akan pertanggungjawaban di akhirat, sehingga generasi muda menjadi berbuat sesuka hati dan semaunya sendiri.

 

 

Sistem Islam Solusi Hakiki

Islam memandang generasi sebagai aset besar bagi bangsa dan negara. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang akan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalam hal ini, Islam memiliki konsep khusus untuk mewujudkan generasi emas yang berkepribadian Islam.

 

 

Di dalam negara Islam (Khilafah) negara menjadikan Islam sebagai asas/standar bagi seluruh bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang memiliki pola pikir Islam (aqliyah Islam) dan pola sikap Islam (nafsiyah Islam). Kurikulum pendidikan dibangun berbasis Aqidah Islam sehingga mencetak generasi bukan hanya pintar secara akademik, namun juga menjadi hamba Allah yang ta’at syariat dan sadar sepenuhnya bahwa setiap ilmu dan amal yang ia lakukan kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Sehingga kurikulum pendidikan dalam Islam mencetak generasi emas pembangun peradaban emas yang menjadi problem solver di masyarakat. Sebut saja Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ar-Razi, Al-Farabi, dan ratusan ilmuwan muslim terkenal lainnya yang memainkan peran penting dalam mengembangkan berbagai bidang ilmu pengetahuan hingga karya-karyanya masih memberikan pengaruh besar hingga saat ini.

 

 

Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa jika ingin menghasilkan generasi yang bukan hanya pintar, namun juga ta’at syari’at dan mendedikasikan ilmunya untuk kepentingan dakwah Islam dan kepentingan masyarakat tidak lain hanyalah dengan mencampakkan sistem sekularisme yang merusak dan diganti dengan sistem Islam yang bukan hanya rahmatan lin-nas, melainkan hingga rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam bish-shawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis