Guru, Digugu dan Ditiru
Oleh: Nunik Umma Fayha
LenSaMediaNews__’Digugu‘ dan ditiru adalah frasa Bahasa Jawa yang menunjukkan posisi Guru sebagai sosok yang mulia sehingga perkataannya ‘digugu‘ atau ditaati dan perbuatannya ditiru.
Menurut Wikipedia, guru adalah pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, umumnya sebutan guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi serta dijadikan panutan.
Berkaitan dengan tugas guru sebagai pendidik, beberapa waktu lalu sempat viral video curhatan galau seorang guru yang masygul dengan kondisi saat ini. Ketika guru harus berpikir panjang sebelum melakukan tugasnya sebagai pendidik. Karena semakin banyak kasus guru dengan murid yang kemudian melibatkan orangtua berakhir dengan guru yang justru harus berurusan dengan hukum dan menjadi pesakitan.
Orangtua dalam kasus-kasus ini umumnya bukan meluruskan anak tapi justru termakan aduan anak bahkan melabrak guru. Ada yang secara fisik ada pula yang sampai melaporkan ke polisi.
Jangan disalahkan bila akhirnya guru juga harus menjaga keamanan diri dengan membatasi interaksi diengan murid. Guru hanya akan memposisikan diri sebagai pengajar. Pada dekade 80-90an, orangtua yakin menyerahkan pendidikan anak ke pihak sekolah. Orangtua percaya bila anak sampai berurusan dengan Guru BP, pasti karena bermasalah dan tidak ada protes ke sekolah.
Jadi ingat pernah membaca catatan seorang sahabat yang disimpan sebagai memori indah. Setiap kali jadwal piket, dia dan teman satu regu piketnya selalu datang lebih pagi. Ada yang membersihkan kelas, papan tulis, menyiapkan minum untuk gurunya. Dan yang paling membuat bahagia saat mereka menunggu gurunya datang. Begitu terlihat sepedanya memasuki gerbang, mereka berlarian menyambut untuk salim. Kemudian ada yang mengambil sepeda beliau untuk diparkirkan. Sambil berjalan masuk mereka ramai bertukar kata. Ada yang bercerita pengalaman kemarin, ada yang bertanya apa saja. Mereka bercengkerama tapi adab sebagai murid kepada guru sungguh dijaga. Guru dihormati, murid disayangi. Semua berjalan beriring sesuai porsi bahagianya.
Akankah kenangan indah ini hanya akan menjadi cerita? Su’ul adab semakin merajalela.
Guru, akankah terus ‘digugu dan ditiru?’ Atau dipaksa menjerit kehabisan waktu demi tumpukan pekerjaan administratif. Sebab angka dan tulisan kini ditempatkan lebih tinggi.
Orangtua sebagai pihak yang menitipkan anak hendaknya juga memiliki kepercayaan pada pihak sekolah. Sebab semua harus memiliki kesamaan visi dan misi sehingga tujuan menyekolahkan anak bisa dicapai optimal, sebab semua membutuhkan kerja bersama
Guru, Mulia dalam Islam
Islam sangat menghormati guru sebab guru adalah profesi mulia. Guru adalah pendidik dan tidak semua orang mampu mendidik dan mendidik adalah merubah seseorang pada keadaan lebih baik.
Rasulullah adalah pendidik. Beliau mendidik para sahabat mulia, membawa mereka yang sudah baik menjadi cemerlang. Merubah mereka yang awalnya buruk menjadi luar biasa.
Keteladanan Rasulullah menjadikan para sahabat yang berada dalam majlis ilmunya mencapai prestasi tingkat keimanan tinggi. Keshalihan, kesetiaan dan cinta. Cinta pada kebenaran. Setia pada Imannya.
Rasulullah saw. bersabda: “Allah tidak mengutusku sebagai orang yang kaku dan keras akan tetapi mengutusku sebagai seorang pendidik dan mempermudah.” (HR Muslim)
Kemuliaan Guru juga diganjar Allah dengan pahala jariyah yang akan terus mengalir selama ilmunya bermanfaat, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berikut:
“Jika seorang insan meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga amal: sedekah yang mengalir, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang selalu mendoakan.” (HR Al-Tirmidzi)
Guru, semoga tetap bersemangat mendidik meski banyak rintangan. Sebab guru salah satu ‘sakaguru’ pendidikan dan kemajuan bangsa. Meski faktanya tidak semua Guru bisa menikmati fasilitas yang cukup atau minimal memadai.
Para guru honorer seringkali digaji jauh di bawah jumlah kebutuhan hidup standar. Mereka tetap bertahan karena hanya itu satu-satunya sandaran yang mereka punya. Tidak jarang penyerahan gaji molor, tidak sesuai akad. Padahal Islam sangat menjaga hak pekerja
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah, sahih)
Guru di pedesaan dan daerah terpencil seringkali harus menghadapi tantangan alam terutama sarana dan prasarana transportasi. Jalan rusak, becek bahkan seperti kubangan saat hujan menjadi makanan sehari-hari. Semoga ke depam kesejahteraan mereka yang di pelosok lebih diperhatikan. Sarana prasarana belajar juga dilengkapi. Tidak hanya yang di kota saja sebab semua anak bangsa punya hak sama. Mereka adalah tunas bangsa yang harus mekar demi kemajuan generasi, kemajuan bangsa.
Hari Guru yang diperingati setiap tanggal 25 November setiap tahunnya, semoga menjadi momen penguatan guru sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru dan bukan hanya ditempatkan sekadar sebagai pengajar. Karena kemuliaan guru adalah ketika berhasil mendidik muridnya. Ketika anak didiknya menjadi sukses dan berhasil dalam kehidupan bukan sekadar berhasil meraih nilai akademis.
Wallahu a’lam bishshawab