Cilegon, Kota Terkaya tetapi Banyak Pemukiman Kumuhnya

Oleh: Mirza Nurbayanie

 

LensaMediaNews__Miris, Kota Cilegon adalah salah satu kota terkaya di Indonesia, namun masih banyak kawasan kumuh yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan dan kelurahan. Untuk mengatasi masalah ini, Pemkot Cilegon mengadakan sosialiasi penanganan kawasan kumuh terpadu. Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Maman Mauludin mengatakan bahwa Pemkot Cilegon tengah berupaya mengarahkan semua alokasi penanganan untuk kawasan kumuh di Kota Cilegon. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman (Perkim), Muhammad Ridwan berharap, sosialisasi penanganan kawasan kumuh terpadu ini dapat memberikan pemahaman terkait persoalan kawasan kumuh di Kota Cilegon.

 

Sesungguhnya ukuran kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dalam kapitalisme berkutat pada angka-angka hasil rerata, bukan hasil pemastian individu per individu. Wajar jika dikatakan penurunan jumlah warga miskin bukan berarti yang miskin benar-benar berkurang atau jika dikatakan terjadi peningkatan ekonomi dalam kurun waktu tertentu, tak berarti rakyat semakin sejahtera.

 

Kapitalisme sering kali memberi harapan palsu. Kondisi riil rakyat yang belum sejahtera sering diabaikan gara-gara hasil hitung-hitungan tingkat kemakmuran yang dianggap sudah lebih baik secara rata-rata. Akhirnya kita terbiasa dibohongi dengan kemunculan angka statistik dalam hal kesejahteraan, mudah senang saat mendengar angka kemiskinan turun, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat, dsb. Tapi anehnya, di dunia nyata masih banyak ditemukan fakta yang bertolak belakang dengan pernyataan yang terlanjur membuat senang segelintir orang, setidaknya bisa dimanfaatkan untuk pencitraan di hadapan rakyat. Seperti dalam hal ini, ada kota terkaya, tapi banyak pemukiman kumuhnya.

 

Inilah letak kesalahan konsep kesejahteraan dalam kapitalisme, hanya menggunakan penilaian rata-rata tanpa memastikan sejahtera individu per individu. Padahal sangat mungkin, kesimpulan meningkatnya ekonomi rakyat, menurunnya jumlah rakyat miskin itu diperoleh dari kondisi si kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Saking terlalu kaya, 1 orang milyarder bisa mewakili ratusan orang miskin.

 

Jika demikian, patutlah kita simpulkan bahwa kapitalisme telah gagal menyejahterahkan rakyat secara menyeluruh. Kapitalisme telah membiarkan penguasaan barang milik publik dengan mengesahkan undang-undang dalam bentuk apapun yang mengizinkan barang publik tersebut dimiliki oleh pihak swasta.

 

Mereka hanya segilintir orang yang punya kepentingan memainkan modalnya untuk memonopoli kepemilikan barang tersebut seperti air, gas, hutan, barang tambang, dsb.

Sedangkan Islam, telah menetapkan bahwa barang-barang tersebut adalah milik umum, semua warga negara berhak atas pemanfaatan barang-barang tersebut sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air dan api(HR. Abu Dawud dan Ahmad). Jika ketiganya diprivatisasi maka yang akan terjadi adalah pemanfaatan barang-barang publik tersebut hanya bisa dirasakan oleh warga negara yang mampu memperolehnya dari pihak swasta, dalam hal ini rakyat yang mampu membelinya. Rakyat yang tak mampu membeli hanya bisa gigit jari.

 

Tentu saja hal ini menjadi salah satu faktor ketidaksejahteraan di tengah masyarakat. Adanya perbedaan kemampuan rakyat tentu saja akan sangat memungkinkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Maka seharusnya penguasa yang bertanggungjawab untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan dasar ini bisa diakses setiap warga negaranya tanpa terkecuali. Sayangnya, saat ini penguasa di negeri ini tidaklah menjadikan Islam sebagai tuntunan dalam menjalankan amanahnya sebagai penguasa. Meskipun negeri ini dijuluki negeri mayoritas muslim terbesar di dunia, namun buktinya kapitalismelah yang diterapkan di negeri ini.

 

Sejatinya jika pemimpin negeri ini mau menjadikan Islam sebagai pedoman untuk menjalankan pemerintahan sangatlah mudah mewujudkan kesejahteraan. Khalifah tidak akan menjadikan data-data statistik sebagai acuan menetapkan kebijakan dalam mengurus rakyatnya, tapi Khalifah akan memastikan secara riil kondisi rakyatnya. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kepemimpinan serta pelayanan kepada masyarakat. Karena memang untuk itulah ia sebagai khalifah ditunjuk dan diangkat oleh rakyat. Khalifah akan memantau secara berkesinambungan kondisi kehidupan rakyatnya, mekanisme patroli kontinu dari wilayah terdekat hingga terjauh selama ada di dalam wilayah kekuasaannya.

 

Pastilah dalam sistem Islam sulit menemukan data-data statistik kependudukan yang tak sesuai realita. Laporan dalam bentuk angka-angka adalah riil kondisi masyarakat yang ada dalam naungan Khilafah.
Wallahu a’lam bish shawab.

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis