Self Harming Jadi Kekinian, Sistem Rusak Makin Tak Layak
Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Lensa Media News – Media sosial menjadi corong trendingnya kehidupan saat ini. Tak dipungkiri, setiap kabar yang trending menjadi acuan perilaku di setiap kalangan, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Parahnya, konten-konten rusak pun dijadikan acuan.
Sistem Koyak Merusak Wajah Generasi
Puluhan siswa Sekolah Dasar di Situbondo tengah keranjingan konten media sosial. Diketahui, banyak siswa melukai diri sendiri alias self harming dengan cara menyayat tangannya sendiri menggunakan pisau alat kesehatan (tvonenews.com, 2/10/2023). Alasannya, hanya demi trend yang tengah marak di platform TikTok. Mereka mengatakan sayatan-sayatan yang dibuat adalah fenomena barcode Korea.
Kabid Pendidikan Dasar Dispendikbud Kabupaten Situbondo, Supiyono mengungkapkan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Koordinator Wilayah SD dan MKKS di tingkat SMP, agar fenomena ini tidak meluas ke sekolah-sekolah lain di Situbondo (tvonenews.com, 2/10/2023).
Tentu saja fenomena ini meresahkan para orang tua. Menanggapi kejadian tersebut, pihak sekolah melakukan inspeksi mendadak ke setiap kelas. Hasilnya mengejutkan. Ditemukan ada 11 siswa kelas IV, V, dan VI, yang kedapatan melukai tangannya dengan pisau alat cek gula darah.
Self harming atau fenomena melukai diri sendiri, sebetulnya telah banyak terjadi. Namun, kini fenomena ini ditrendingkan kembali oleh platform TikTok. Biasanya self harming dilakukan sebagai bentuk ekspresi diri yang emosional, kecewa, dan emosi negatif lainnya yang dipendam. Biasanya, aksi ini dilakukan oleh kalangan remaja dan dewasa karena emosi yang labil. Namun, kini fenomena ini menyapa kalangan anak-anak hanya demi mengikuti trend barcode Korea, demi dibilang “waw” dalam pergaulannya. Bahkan parahnya lagi, semakin banyak goresan “barcode Korea” yang dibuat, maka akan semakin banyak mendapatkan gift di TikTok. Fenomena ini tentu membahayakan bagi pelaku dan lingkungan pergaulannya.
Meluasnya media sosial tanpa filter, ternyata melahirkan masalah yang berkepanjangan. Berbagai konten merusak berserakan, dan dengan mudah diunduh oleh siapa pun. Tak terkecuali oleh anak.
Tak hanya dari sisi media sosial, anak yang memiliki latar belakang kehidupan keluarga yang broken home pun dapat memicu tindakan self harming. Keluarga yang tak mampu memberikan edukasi dan perhatian yang dibutuhkan anak-anak menjadi faktor dominan yang sering ditemui. Satu lagi, faktor pemicu self harming, yakni terlalu mengidolakan suatu komunitas, atau artis atau hanya demi solidaritas sesama teman hingga rela melakukan tindakan ekstrim yang berbahaya. Tentu saja hal ini bukan masalah sepele. Butuh solusi sistemik agar semua masalah ini mampu diatasi dengan apik.
Namun sayang, saat ini negara tak memandang fenomena self harming sebagai masalah serius. Akhirnya, masalah ini terus ada dan merusak kehidupan sosial.
Semua ini sebagai refleksi penerapan sistem kapitalisme sekuleristik. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan materi tanpa memperhitungakan keamanannya bagi kehidupan sosial. Konten-konten sampah berserakan tanpa ada pengaturan dari kebijakan negara. Sistem kapitalisme yang asasnya sekulerisme pun menjadikan kehidupan semakin jauh dari konsep standar benar salah. Jauhnya kehidupan dari aturan agama, menciptakan proses berpikir dan berperilaku yang merusak.
Islam, Solusi yang Pasti Melindungi
Islam menetapkan bahwa melukai diri sendiri adalah perbuatan zalim yang dilarang secara syara’. Bahkan dikategorikan sebagai perbuatan yang haram dilakukan.
Dalam riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “Tidak boleh menyakiti diri sendiri dan menyakiti orang lain.”
Sistem Islam dalam wadah Khilafah sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, akan menetapkan kebijakan yang menjaga penjagaan keselamatan nyawa setiap warga negara. Karena penjagaan nyawa rakyat adalah prioritas utama yang wajib diberikan negara sebagai bentuk pelayanan tertinggi.
Edukasi tentang pentingnya penjagaan diri sendiri dan kehidupan sosial menjadi dasar yang mampu mengendalikan proses berpikir dan bertindak setiap individu. Landasan syariat menjadikan individu memahami dengan jelas, halal haram atau benar salahnya perbuatan. Dan semua konsepnya harus disandarkan pada syariat Islam. Termasuk di dalamnya pembatasan atau pengeliminasian konten-konten berbahaya dan merusak. Semua kebijakan hanya mampu ditetapkan oleh negara. Sehingga ketegasan sanksi mampu ditetapkan secara efektif dan efisien.
Keluarga pun memiliki peranan penting dalam mengedukasi anak-anaknya. Karena keluarga merupakan lembaga yang pertama dan utama. Negara pun wajib memfasilitasi, agar keluarga mampu memenuhi fungsinya secara optimal.
Dalam sistem Islam, semua komponen kehidupan, baik individu, keluarga, masyarakat dan negara mampu terintegrasi sempurna dalam penerapan syariat Islam secara kaffah. Sehingga mampu mengendalikan atau bahkan melenyapkan segala bentuk keburukan dan marabahaya yang terjadi di tengah masyarakat.
Betapa sempurna penjagaan kehidupan dalam sistem Islam. Dan inilah satu-satunya solusi pasti yang menjaga kehidupan.
Wallahu a’lam bisshowwab.
[LM/nr]