Golden Visa : Angin Surga Bagi WNA, Rakyat Merana

Golden Visa : Angin Surga Bagi WNA, Rakyat Merana

 

Oleh : Teti Ummu Alif

(Pemerhati Kebijakan Publik) 

 

LenSaMediaNews.com – Sah. Akhirnya, pemerintah resmi merilis kebijakan Golden Visa yakni jenis visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 hingga 10 tahun dengan tujuan mendukung perekonomian nasional. Berdasarkan keterangan resmi dari laman Imigrasi.go.id pada 2/9/2023, Golden Visa ditujukan untuk orang asing berkualitas yang akan bermanfaat kepada perkembangan ekonomi negara. Salah satunya yaitu kepada penanam modal, baik korporasi maupun perorangan.

 

Diketahui, warga negara asing (WNA) pemegang Golden Visa bisa menikmati manfaat eksklusif seperti jangka tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas atau ITAS ke kantor imigrasi. Luar biasa bukan? Kebijakan Golden Visa juga ternyata telah diterapkan di berbagai negara. Konon, kebijakan ini diambil untuk meraup manfaat positif misalnya, menarik investor hingga mendorong inovasi. 

 

Kebijakan Golden Visa sejatinya menegaskan bahwa perekonomian negara ini sangat bergantung pada investasi selain utang. Padahal, negeri kita sangat kaya akan SDA yang memampukan negeri ini memiliki kemandirian ekonomi. Namun sayang, negara seolah membiarkan SDA tersebut dikelola dan dikeruk keuntungannya oleh asing.

 

Selain itu, kebijakan ini menyebabkan risiko fiskal dan makro ekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat alias boom and bust cycle. Sebab, pihak asing sangat mungkin memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik.

 

Keuntungan terbesar bagi kebijakan Golden Visa ini sebenarnya hanya akan didapatkan oleh pihak asing. Melalui investasi asing yang makin masif maka dengan kekuatan monopoli asing, kebijakan negara akan lebih mudah disetir oleh mereka. Penentuan harga barang atau jasa yang jadi objek investasi seperti : migas, listrik, tarif tol dan pelayanan publik lainnya bahkan, pendidikan dan kesehatan pada akhirnya akan ditetapkan asing. Alhasil, rakyat pun akan semakin sengsara. 

 

Selain itu, kebijakan ini kian menampakkan perlakuan istimewa negara terhadap warga negara asing yang ingin berinvestasi dengan dalih demi memajukan perekonomian negara. Padahal, kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi ini adalah kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi rakyat. Mengingat hanya orang yang memiliki uang dalam jumlah banyaklah yang mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal, bekerja dan melakukan usaha di suatu negara. Kondisi semacam ini sekali lagi menggambarkan watak sistem ekonomi kapitalis yang berjalan di negeri ini. Dimana negara hanya menjadi pihak yang condong pada kepentingan para pemilik modal lokal dan asing. 

 

Miris, negara terus memperluas ruang gerak para kapitalis untuk membuka dan memperbesar usahanya. Sementara rakyat sendiri yang sebagian besar tidak memiliki modal usaha dipersempit lapangan pekerjaannya. Inilah potret negara dalam sistem demokrasi kapitalis yang terus menerus mengabaikan kepentingan dan urusan rakyatnya. 

 

Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi negara Khilafah. Islam memiliki aturan dalam mengatur investasi asing yang jadi politik luar negeri negara Khilafah. Islam tidak menampik keberadaan investor baik warga negara Khilafah maupun asing. Hanya saja, investasi tersebut harus sesuai dengan hukum syara.

 

Islam membolehkan investasi asing dengan 3 syarat yang sangat ketat. Pertama, investasi asing tidak boleh masuk dalam hal pengelolaan SDA milik umum, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan kebutuhan hidup orang banyak. Kedua, investasi asing tidak boleh mengandung riba baik dengan bunga maupun kontrak yang bertentangan dengan syariat. Ketiga, Investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi dan terciptanya monopoli ekonomi. Namun, dalam sistem kapitalisme semua rambu-rambu investasi ini dilanggar. 

 

Jika investasi terjadi pada harta milik individu yang diperbolehkan syariat, maka Khalifah hanya membolehkan warga negara asing yang berasal dari negara yang tidak termasuk negara kafir harbi fi’lan atau negara yang memerangi negara Khilafah secara fisik. Dalam sistem Islam yang diterapkan oleh Khilafah, pendapatan negara tidak terpaku hanya pada investasi semata. Secara garis besar ada 3 sumber pendapatan negara. Pertama, dari pengelolaan negara atas kepemilikan umum yakni air, padang rumput, api atau energi, listrik, barang- barang tambang, jalan raya, danau, sungai, laut, tanah-tanah umum, teluk, selat dan lain sebagainya. Kedua, dari pengelolaan fa’i, kharaj, ghanimah dan jizyah serta harta milik negara. Ketiga, dari harta zakat yang mencakup zakat uang, harta, perdagangan, pertanian, buah-buahan, unta, kambing dan sapi. 

 

Sesungguhnya Islam mewajibkan negara membuat kebijakan yang memberikan kemudahan bagi rakyat. Bahkan, memberikan subsidi dan bantuan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat.

Wallahu a’lam bishawwab. 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis