Golden Visa WNA, Benarkah Akan Bermanfaat Positif?
Oleh: Isnani Zahidah
Lensa Media News – Pemerintah resmi mengesahkan kebijakan golden visa. Golden visa adalah visa yang diberikan kepada warga asing selama 5-10 tahun karena untuk mendukung perekonomian nasional. Ini diungkap oleh Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim pada Sabtu (tirto.id/2/9/2023). Aturan ini berlaku setelah Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 tahun 2023 tentang Visa dan Izin Tinggal serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023 yang disahkan 30 Agustus 2023 lalu.
Pemegang golden visa diharapkan dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari jenis visa ini. Di antaranya adalah jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus ITAS ke kantor imigrasi. “Begitu sampai di Indonesia, mereka (pemegang golden visa) tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) di kantor imigrasi,” tutur Silmy. Kebijakan ini diambil untuk meraup manfaat positif menarik investor hingga mendorong inovasi. Ungkap Silmy Karim lagi.
Benarkah kebijakan golden visa akan bisa berpengaruh positif hingga mendorong inovasi?
Dalam negara penganut sistem kapitalis, kendali ekonomi diserahkan secara bebas kepada pihak swasta pemilik modal. Selain itu, dalam mengelola sumber daya alam dan kegiatan ekonomi bergantung kepada swasta kapital. Masyarakat baik dari warga negara dalam negeri maupun warga negara asing dibebaskan untuk menjalankan kegiatan ekonomi sesuai dengan modal, ide, dan kemampuan yang dimilikinya. Negara hanya berperan dalam menfasilitasi atau sebagai regulator saja. Inilah yang akan membahayakan, karena berakibat negara akan dikendalikan oleh para kapital. Dan secara fakta ini telah terjadi. Contoh pada investasi perusahaan PT Freeport di Papua. Selama bertahun-tahun sumber daya alam dan manusia dieksploitasi di sana. Namun, pemerintah Indonesia berupaya mengatasi masalah tersebut dan berhasil menguasai hanya 51% sahamnya.
Keadaan diperparah dengan kerusakan lingkungan di wilayah PT Freeport. Pembuangan limbah yang menjadi masalah antara pihak perusahaan dengan pemerintah setempat. Belum lagi kondisi ekonomi warga pribumi di sekitar Freeport yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Ini dari sisi pengaruh ekonomi dan lingkungan.
Dari sisi keamanan negara, para investor yang bebas keluar masuk bahkan mendapat izin tinggal beberapa tahun berpotensi untuk bisa menjadi jasus/spionase. Mereka akan mengetahui kelemahan dalam negeri dalam rangka untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Jika demikian maka berpotensi mengganggu kedaulatan negara. Harusnya kasus kontroversi keberadaan Naval Medical Research Unit 2 (Namru-2) di Indonesia bisa dijadikan pelajaran dalam hal keamanan negara. Hingga Namru-2 ditutup tidak boleh beroperasi lagi sejak 16 Oktober 2009.
Dalam Islam, perdagangan dan kerjasama dalam ekonomi yang melibatkan negara lain sangat diperhatikan bahkan masuk dalam urusan politik luar negeri. Sistem politik luar negeri dalam islam dibangun atas azas dakwah dan jihad, untuk penyebaran Islam diseluruh penjuru dunia. Sehingga negara Islam tegak, eksis, dan menguasai dunia.
Dalam Islam hukum kerjasama atau mendatangkan investor dari negara lain melihat dan mengikuti komoditi yang dibawa dan menyangkut pelaku bisnisnya. Jenis komoditi yang diperdagangkan dilihat dari segi berbahaya atau bermanfaat. Komoditi halal ataukah haram. Hukum syariah juga menilai berdasarkan pelaku bisnisnya. Karena itu pelaku bisnis yang keluar masuk wilayah negara muslim dibagi menjdi tiga kelompok: (1) warga negara Islam, baik muslim maupun ahludz dzimah; (2) orang-orang kafir mu’ahid; (3) orang-orang kafir harbi.
Untuk pelaku bisnis warga negara Islam diperlakukan kemudahan untuk berbisnis mencari keuntungan, dengan syarat bisnisnya syar’i dan untuk kemaslahatan umat. Negara bahkan memberikan subsidi dan bantuan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat.
Bagi orang-orang kafir mu’hid diperlakukan sesuai naskah perjanjian yang disepakati dengan mereka. Isi perjanjian tidak boleh mengandung pasal-pasal yang merugikan atau melemahkan kedaulatan negara kita. Juga tidak boleh mengandung hal-hal yang bisa menguatkan negara mereka. Misal kerja sama dalam bidang persenjataan dan barang sejenis.
Adapun orang-orang kafir harbi adalah siapa saja yang bukan warga negara Islam yang tidak mempunyai perjanjian; dan mereka secara de facto dalam keadaan memerangi kaum muslimin maka tidak dibolehkan memasuki negara Islam, kecuali dengan paspor yaitu izin masuk khusus. Mereka dikenai tarif bea masuk sebagaimana yang dikenakan atas komoditi luar negeri. Dan mereka akan dilindungi terhadap darah dan hartanya di negara kita. Status pemberian izin masuk khusus kepada pelaku bisnis dari kalangan kafir harbi bisa dianggap memberi izin kepada hartanya untuk dilindungi.
Itulah kebijakan yang diberlakukan dalam Islam terkait kerjasama atau mendatangkan investor dari negara lain. Semua ditetapkan demi kemaslahatan rakyat, menjaga keamanan, dan kedaulatan dalam negeri.
[LM/nr]