Lensa Media News-Awal bulan Juli 2023, bencana alam sudah berdatangan. Banjir, longsor, gempa bumi, serta terbaru, terjangan lahar dingin dari Gunung Semeru. Bencana telah merenggut sekian banyak nyawa, sebagian lain luka-luka, dan menyisakan efek traumatis tersendiri. Selain itu, bangunan rumah, sekolah, tempat ibadah, sawah, ladang, semuanya rata dengan tanah.

 

Seperih itu, terkadang datangnya beruntun, berulang, bahkan langganan. Maka Islam menyolusi jauh-jauh hari sebelum bencana menimpa. Mitigasi prabencana dalam sistem Islam, diantaranya; untuk mencegah banjir, maka negara membangun sarana-sarana fisik, seperti kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul. Disamping melakukan reboisasi, pemeliharaan daerah aliran sungai dari pendangkalan, tata kota berbasis amdal, dan memelihara kebersihan lingkungan.

 

Terkait gempa, negara akan memetakan daerah-daerah rawan gempa dan berpotensi tsunami. Berikutnya akan dibentuk tim SAR dengan pembekalan peralatan canggih, juga dioptimalkan penggunaan tekhnologi alarm peringatan bencana, informasi BMKG, membangun bangunan tahan gempa, terutama di daerah pegunungan vulkanik.

 

Negara juga melakukan edukasi terkait bencana, supaya masyarakat memiliki persepsi yang benar terhadap bencana, peka dan tanggap bencana. Salah satu persepsi yang ditanamkan, yakni terkait hubungan bencana dengan tingkah laku manusia. Karena secara akidah, kemaksiatan yang dilakukan oleh penduduk suatu negeri, akan mengundang bencana demi bencana.

 

Inilah mitigasi prabencana yang diajarkan oleh Islam. Mitigasi prabencana ini akan berpadu dengan mitigasi ketika dan sesudah bencana. Sehingga akan mampu menyolusi secara komprehensif. Tentu mitigasi ini berlandaskan ketakwaan, ketundukan pada aturan yang dikehendaki Allah. Bukan pertimbangan kepentingan segelintir orang, seperti saat ini. Mitigasi semacam ini, hanya akan berjalan dengan sempurna, di tangan negara yang serius menjadikan akhirat sebagai visi besarnya. Shafayasmin Salsabila. [LM/IF/ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis