Parodi Jalan di Lampung, Bagaimana Peran Penguasa?

Oleh: Nurhayati, S.S.T.

 

LensaMediaNews_Lampung masih menjadi topik yang masih menarik diperbincangkan, setelah kasus Bima, seorang mahasiswa Indonesia asal Lampung itu viral akibat memblow-up kondisi kampung halamannya. Aksi ini justru bukan hanya memantik perhatian warganet, pemerintah pusat pun tergelitik akan kondisi ini. Akibatnya kunjungan orang nomor satu, Presiden menyambangi Lampung beberapa waktu lalu.

 

 

Masyarakat Lampung justru mensyukuri dengan adanya kunjungan Presiden setidaknya memperbaiki kondisi jalanan di Lampung yang ada bahkan puluhan tahun tidak kunjung diperbaiki. Banyak video beredar jalanannya diparodikan bak wahana waterboom oleh warganet asal Lampung (Bbc.com, 5/5/2023).

 

 

Hingga akhirnya Presiden Joko Widodo akan mengucurkan Rp800 miliar untuk memperbaiki 15 ruas jalan di Provinsi Lampung. Namun Kepala Negara tidak memerinci lebih lanjut ruas mana saja yang akan diperbaiki oleh anggaran negara tersebut (Katadata.co.id, 5/5/2023). Presiden ikut menyinggung kinerja Pemprov Lampung yang dinilai tidak mampu bekerja untuk wilayahnya hingga Pemerintah Pusat harus turun tangan.

 

 

Tabiat: Menunggu Viral Baru Ditindaklanjuti

Dari kasus Lampung kita melihat fenomena panik penguasa daerah yang langsung sigap memperbaiki kondisi jalan yang akan dilalui oleh Presiden. Meski rombongan RI 1 tersebut tidaklah melalui jalan yang dikatakan oleh warganet ibarat proyek candi yang dikerjakan kurun waktu sehari. Lucu memang, namun kejadian ini memperlihatkan kepada kita bahwa mental penguasa kita adalah ibarat kerbau yang dicambuk baru kemudian bekerja. Nanti mendapat teguran baru berbenah.
Sebenarnya kita pun melihatnya bukan serta merta kesalahan Pemerintah daerah saja, dari sini kita melihat betapa lemahnya fungsi dan peran pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan dan evaluasi. Sehingga tidak perlu untuk turun langsung jika fungsi pengawasan berjalan maksimal.

 

 

Dalam sistem demokrasi dikenal ada pembagian kekuasaan atau wewenang dalam menjalankan pemerintahan, ada yang terpusat dan diberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur urusan rumah tangga daerahnya atau dikenal dengan istilah otonomi daerah. Terlepas dari itu seharusnya ada sinergi dari pusat ke daerah. Koordinasinya tidak mungkin terputus begitu saja, sebab kinerja gubernur dan perangkat daerah lainnya tidak berjalan sendirian tanpa adanya pengawasan.

 

 

Dari kasus Lampung kita belajar bahwa kegagalan pemerintah daerah adalah kegagalan yang tidak boleh dilimpahkan kepada satu pihak saja. Sebab sistem ini meniscayakan akan abainya pengurusan urusan rakyat oleh penguasa. Bahkan jeritan hati rakyatnya perihal jalan yang puluhan tahun tidak kunjung diperbaiki menjadi tamparan bagi kita. Sudah sedemikian parah kah pengurusan rakyat oleh yang katanya wakil rakyat itu. Sungguh terlalu!

 

 

Pemimpin Bertanggung Jawab Hanya Ada dalam Sistem Islam

Jika dalam sistem demokrasi bahwa sejahtera baik pembangunan fisik (infrastruktur) maupun non fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat (sandang, pangan, dan papan) hanyalah ilusi. Kesejahteraan di tengah keberlimpahan SDA adalah paradoks yang terjadi.

 

Negara yang harusnya bertanggung jawab seringkali dipertontonkan akan sikap acuh tak acuh penguasa dan sering menyalahkan pihak lain akan kegagalan mereka adalah tabiat penguasa dalam sistem demokrasi. Bukan mengevaluasi diri malah mencari kambing hitam. Seperti Gubernur Lampung yang menyalahkan truk-truk besar yang katanya melalui jalan hingga rusak parah.
Berbeda dengan potret demokrasi, Islam sangat menaruh perhatian khusus kepada kepemimpinan tersebab amanah yang luar biasa diemban oleh penguasa.

 

Jika kita membaca sejarah kekhilafahan. Setidaknya selama kurang dari 1400 tahun memimpin dunia. Sepanjang masa kekhilafahan selalu memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi kepada nasib rakyatnya.
Kisah mahsyur Khalifah Umar Bin Khathab yang blusukan di tengah malam demi memastikan rakyatnya ada yang belum tertidur akibat kelaparan. Lalu kisah Umar yang menangis melihat jalanan berlubang yang khawatir ada hewan keledai yang akan jatuh terperosok.

 

Hal ini karena Islam sangat mendorong agar para pemimpin/penguasa selalu bersikap amanah dan tidak zalim terhadap rakyatnya. Rasulullah saw., “Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah al-Hathamah (mereka yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka).” (HR. Muslim)

 

Sayangnya, pemimpin yang peka dan memiliki tanggung jawab yang tinggi tidak mungkin lahir dari rahim sistem demokrasi sekuler. Sistem sekuler ini hanya bisa menghasilkan para pemimpin zalim, tidak amanah. Pemimpin yang benar hanya lahir dari rahim sistem yang benar juga, yaitu, sistem Islam di bawah naungan Khilafah Islam.
Wallahu ‘alam bishowab[]

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis