Driver Ojol Sengsara di Atas Kesejahteraan Kapitalis

Oleh: Nurhayati, S.S.T.

 

LensaMediaNews__Kini menjadi driver online atau yang kerap disebut ojol (ojek online) menjadi salah satu alternatif pekerjaan ditengah sulitnya lapangan pekerjaan. Di awal kemunculan transportasi online orang berbodong-bondong untuk menjadi driver online. Bahkan tak jarang pekerja kantoran pun melakoni pekerjaan ini untuk menambah penghasilan mereka di luar pekerjaan utamanya.

 

Namun sayangnya kini pekerjaan ini sudah mulai menurun peminatnya, imbas dari kebijakan aplikator yang memotong komisi dari ojol sekitar 20-50%. Kebijakan ini jelas tidak menguntungkan ojol yang statusnya hanya sebagai mitra, yang mereka tidak memiliki kontrak kerja dan upah yang jelas sebagaimana yang ditetapkan seperti UMP.

 

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono menjelaskan, “Saat tahun-tahun pertama kehadiran ojol, para pengemudi bisa mengantongi Rp5 juta hingga Rp10 juta. Namun, kondisi tersebut kini berbanding balik sejak beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, penurunan pendapatan driver ojol bisa mencapai 50 persen atau bahkan di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP).” (cnbcindonesia.com, 1/4/2023).

 

Seperti diketahui, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 telah menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15 persen dari sebelumnya 20%. Namun kenyataanya pihak aplikator melakukan pemotongan penghasilan mitranya (driver ojol) hingga 40% (Tempo.co, 1/4/2023).

Kesejahteraan Driver Ojol, Tanggung Jawab Siapa?

Kasus pemotongan penghasilan besar-besaran oleh pihak aplikasi juga tidak tetapnya penghasilan para pengemudi dikarenakan status mereka hanya sebatas mitra bukan pekerja tetap. Pasalnya, para pengemudi tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimum yang layak. Karena itu juga pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam kerja, bahkan hingga 17 jam.

Sementara pihak aplikator terus mengejar profit sebesar-besarnya tanpa peduli bagaimana nasib para mitranya. Sedangkan mereka mendapatkan profit juga karena kerja para mitranya. Ini menunjukkan bahwa para kapitalis (aplikator) memosisikan para mitranya layaknya sapi perah yang memekerjakan mitranya lebih dari jam kerja normal pada umumnya (8 jam sehari).

Beginilah cerminan buruk dunia kerja dalam sistem kapitalis hari ini, bagaimana para pekerja diperlakukan tidak manusiawi baik dari segi penggajian dan jam kerjanya yang tidak dibuat regulasi yang jelas. Mengejar profit namun mengabaikan hak-hak pekerjanya. Sungguh apa yang ditunjukkan oleh aplikator adalah contoh arogansi mereka yang semena-mena dalam memperlakukan pekerjanya. Meraup omset besar namun dengan cara yang zalim.

Regulasi Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 yang telah menetapkan ambang batas bagi aplikator dalam memberlakukan komisi yang didapatkan dari ojol, nyatanya masih tetap dilanggar. Lagi-lagi negara tidak berdaya ditangan kapitalis dengan aturan yang dibuatnya.

 

Potret Kesejahteraan dalam Islam

Dalam sistem kapitalisme, pemilik modal atau pemberi kerja seringkali melakukan kezaliman dimana pemberi kerja dapat menetapkan status pekerjanya tetap ataupun tidak tetap. Nasib yang tidak mengenakkan justru adalah pekerjanya. Padahal mekanisme kerja yang paling menguras energi adalah pekerjanya. Bahkan para driver ojol ini juga adalah penyumbang terbesar bagi aplikator. Namun sayangnya nasib mereka tak semujur para kapitalis.

Inilah potret buruknya sistem kapitalisme hari ini. Bekerja ada ancaman badai PHK sewaktu-waktu. Status pekerjaan tidak tetap pun justru tidak menjanjikan upah yang menjanjikan tercukupinya kebutuhan kesehariannya.

Lain halnya dengan Islam yang telah memiliki rambu yang jelas antara hubungan pekerja dan pemberi kerja. Di mana ada aspek menguntungkan diantara keduanya, tidak ada satu pihak pun yang dizalimi. Hadits Rasulullah saw., “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR.Ibnu Majah).

Hadits ini menggambar kepada kita bahwa bagaimana pekerja itu mendapatkan haknya (gaji) sesaat setelah ia melaksanakan tugasnya, sehingga apa yang menjadi hajatnya dapat terpenuhi misalnya pemenuhan nafkah kepada keluarganya.

Hari ini kita saksikan bagaimana zalimnya dunia kerja bagaimana pekerja justru mendapatkan gajinya 3 bulan bahkan lebih lama, itu pun yang didapatkan tidak sebanding dengan kelelahannya. Sungguh realita hari ini menampar kita bahwa sistem kapitalisme begitu kejam. Kejam karena kita terpaksa bekerja di bawah beban kerja yang tidak manusiawi dan tekanan hidup lainnya.

Negara juga memiliki tanggung jawab utama dalam mengatur hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima kerja. Ketika pemberi kerja melakukan kezaliman maka negara berada dalam garda terdepan untuk menyelamatkan serta mencukupi kebutuhan hidup rakyatnya (sandang, pangan, dan papan). Sebab dalam Islam kepemimpinan adalah termasuk di dalamnya menyejahterakan rakyatnya. Wallahu ‘alam bishowab[]

Please follow and like us:

Tentang Penulis