Pemanfaatan Hasil Riset Untuk Kepentingan Siapa?

Oleh : Asha Tridayana, S.T.

 

Lensa Media News-Belum lama ini, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan kritikan terkait banyaknya hasil penelitian di perguruan tinggi yang tidak dikembangkan dalam kehidupan. Hasil penelitian tersebut hanya sebatas laporan dan menjadi arsip. Padahal tidak sedikit yang berpotensi dapat memberi perubahan baik bagi masyarakat. Namun, hal ini disadari oleh Moeldoko sendiri bahwa belum terealisasinya hasil penelitian tersebut karena minimnya kerjasama antara institusi pendidikan dengan pihak swasta atau para pengembang.

 

Pada kesempatan yang sama saat kuliah umum terkait ketahanan pangan di Universitas Jember (UNEJ), Jawa Timur, Jumat (24/3), Moeldoko juga mengapresiasi para peneliti di UNEJ karena telah memiliki berbagai macam inovasi di bidang pangan. Diantaranya, Modified Cassava Flours atau MOCAF, tebu varietas tahan kekeringan serta kedelai Baluran. Harapannya, inovasi tersebut dapat memajukan petani melalui pendidikan dan pelatihan yang konsisten. Sehingga petani menjadi lebih akrab dengan teknologi yang sering kali menjadi kendala para petani (Republika.co.id , 25/3/23).

 

Disamping itu, Moeldoko juga terus mendorong perguruan tinggi untuk melakukan riset. Karena mengingat kondisi sekarang tengah menghadapi krisis besar yakni krisis pangan, energi dan keuangan. Terkait krisis pangan, pemerintah tengah berupaya melalui usaha peningkatan produksi pangan, pembukaan lahan pertanian baru yakni program food estate, termasuk menggalakkan pupuk organik (liputan6.com, 25/3/23).

 

Tidak dipungkiri, fakta tersebut memang benar adanya. Hal ini terjadi karena tidak semua hasil penelitian memberikan keuntungan dan sesuai dengan permintaan pasar. Sementara pihak swasta, tentu saja hanya mau bekerja sama dengan para peneliti di kampus jika hasil riset tersebut mampu mendatangkan profit tinggi.

 

Padahal setiap riset penelitian akan dapat terwujud dan terealisasi dalam kehidupan hanya dengan adanya kerjasama antara para akademisi, pemerintah, masyarakat, lembaga usaha terkait dan media. Dikenal dengan istilah pentahelix. Namun disayangkan, kerjasama disini tidak hanya demi kelangsungan hidup masyarakat pada umumnya. Melainkan cenderung menguatkan keuntungan korporasi saja selaku pihak swasta yang menjadi pengembang.

 

Sungguh ironis, keunggulan hasil riset hanya dimanfaatkan oleh segilintir orang. Hal ini tidak terlepas dari peranan sistem yang diterapkan negara sekarang. Sistem kapitalis yang mendominasi setiap lini kehidupan. Peran riset dan teknologi dikapitalisasi demi keuntungan semata. Kepentingan masyarakat bukan menjadi prioritas tetapi hanya sebagai alasan untuk menggelontorkan anggaran yang pada akhirnya bermuara pada kepentingan para penguasa dan pengusaha.

 

Jauh berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan. Riset dalam perguruan tinggi menjadi salah satu upaya negara dalam menjamin kemaslahatan umat. Melalui riset, berbagai teknologi baru dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh umat. Negara benar-benar membangun sistem yang kondusif dan fasilitas memadai agar pelaksanaan riset dapat optimal. Tidak hanya melihat untung rugi yang dihasilkan tetapi potensi riset tersebut dalam mendukung kehidupan masyarakat baik mendesak ataupun tidak.

 

Dengan begitu, negara dengan sistem Islam senantiasa mendorong pengembangan riset dan mengawal pemanfaatannya benar-benar untuk umat, bukan disalahgunakan oleh sekelompok tertentu. Negara menunjang penguasaan teknologi sebagai upaya menjadi negara yang unggul, mandiri dan berdaulat. Terlebih di era digital sekarang, kemajuan teknologi menjadi standar dan penentu keberadaan negara agar dapat diakui negara lain dan terbebas dari intervesi asing. Sehingga sudah seharusnya seluruh kaum muslim bangga dan berupaya kembali pada penerapan Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu’alam bishowab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis