Keluarga Rapuh, Refleksi Sistem Rusak yang Makin Acuh
Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Lensa Media News-Kasus perselingkuhan semakin banyak ditemukan. Berdasarkan survey aplikasi Just Dating, Indonesia menjadi negara Asia kedua terbanyak ditemukan kasus perselingkuhan, setelah posisi Thailand yang menduduki peringkat pertama dalam kasus tersebut (tribunnews.com, 18/2/2023). Di Indonesia, hasil survei menunjukkan sebanyak 40 persen, responden mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya. Sementara, data di Malaysia, hanya 20 persen penduduknya yang pernah berselingkuh.
Kejadian mengerikan pun belum lama terjadi. Kasus perselingkuhan seorang pria yang telah beristri, berselingkuh dengan seorang wanita yang juga telah memiliki keluarga. Hubungan “tak halal” ini pun menjadi sorotan setelah sang wanita dengan tega dihabisi nyawanya oleh selingkuhannya (kompas.com, 16/2/2023).
Banyaknya kasus perselingkuhan menunjukkan bahwa begitu rapuh ikatan pernikahan dan bangunan keluarga. Sebagian besar penyebab perselingkuhan adalah bebasnya pergaulan antara lawan jenis. Ketertarikan fisik lawan jenis menjadi penyebab perselingkuhan yang dominan. Segala fakta yang kini tersaji, wajar terjadi dalam nafas sistem kapitalisme yang sekuler.
Asas manfaat dan kesenangan jasmani menjadi tujuan utama dalam menjalani setiap detik kehidupan. Sistem ini pun menjadikan setiap individu sibuk dengan pemenuhan hawa nafsu semata. Keadaan ini pun diperparah dengan minimnya iman dan takwa dalam diri individu. Perselingkuhan dianggap solusi yang meredakan prahara rumah tangga yang terjadi. Ironis. Padahal negeri ini mayoritas Muslim, namun faktanya ajaran agama justru tak dijadikan sandaran dalam berpikir dan bersikap.
Sistem pendidikan yang sekuler saat ini begitu buruk mencipta pola kehidupan. Kurikulum yang diterapkan hanya mengacu pada nilai kuantitatif. Tanpa menilik kadar keimanan dan ketakwaan generasi. Alhasil, setiap individu tak mampu mengindera setiap kasus dari akarnya. Sehingga sangat wajar saat solusi yang dipilih pun hanya solusi palsu yang justru memicu timbulnya kerusakan.
Terumbarnya aurat para wanita, pergaulan laki-laki perempuan yang bercampur baur tanpa batasan, tak memahami hakikat makna menjaga pandangan (ghadul bashar). Dengan “liarnya” media sosial yang menyajikan kebebasan informasi dan gambar pornografi. Fakta ini refleksi dari kebebasan berekspresi dan HAM yang terus digaungkan demi liberalisasi.
Semua bentuk kebebasan tercipta dari sistem kapitalisme sekuler yang menjauhkan segala aturan agama dari kehidupan. Sistem rusak inilah yang menjadi biang keladi perselingkuhan yang kian marak terjadi.
Berbeda dengan pandangan Islam. Paradigma Islam tegas menerapkan aturan syariat Islam secara menyeluruh. Islam menetapkan pernikahan adalah ibadah yang menyempurnakan keimanan setiap muslim. Dan pernikahan ini tak boleh dianggap sebagai sesuatu yang ringan. Perjanjian pernikahan, akad yang disaksikan ribuan malaikat. Mitsaqon ghalidza, perjanjian teguh yang kuat antara seorang muslim dan muslimah demi mencapai ridho Allah SWT. bersama dalam mahligai pernikahan.
Dengan harapan sakinah mawaddah wa rahmah membangun kesucian pernikahan. Sehingga jelas pernikahan merupakan jalan menuju kemuliaan. Tujuan pernikahan adalah melanjutkan keturunan dan menjaganya dengan segala aturan yang ditetapkan syara’. Dan untuk menghindari perbuatan dosa. Tak hanya sekedar kesenangan semata.
Jika saja, tujuan dan makna pernikahan dipahami, kasus perselingkuhan tak akan menjamur seperti saat ini. Ketenangan dan rasa kasih sayang dengan pasangan dalam bangunan keluarga pun lebih mudah tercapai. Dan terhindar dari beragam konflik yang mengancam keharmonisan keluarga.
Sistem Islam dalam wadah institusi yang khas, yaitu Khilafah Islamiyyah, membentuk regulasi yang menjaga keutuhan rumah tangga. Semua aturan syariat Islam yang menyeluruh diterapkan dalam hidup keseharian. Seperti kewajiban menutup aurat bagi muslimah, menjaga pandangan bagi seorang Muslim, tak ada campur baur laki-laki perempuan tanpa uzur syar’i, serta aturan-aturan lain yang dapat mencegah kemaksiatan antara lawan jenis di tempat umum.
Tak hanya itu, negara pun menetapkan sanksi yang berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Rasulullah SAW. bersabda tentang hukuman bagi para pezina yang berstatus muhsan (telah menikah) yaitu didera seratus kali dan rajam (HR. Muslim). Allah SWT. pun berfirman dalam QS. Al Isra : 32, “Dan Janganlah engkau dekati zina, karena sungguh zina adalah perbuatan keji dan buruk.”
Tak layak bagi kaum muslimin meragukan syariat yang telah Allah SWT. tetapkan. Karena segala syariat Islam yang telah ditetapkan Dzat Maha Pencipta, sejatinya adalah sebaik-baik aturan yang mengatur kehidupan. Dan sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang menjamin kemuliaan serta penjagaan setiap individu. Wallahu a’lam bisshowwab. [LM/ry].