Jangan Sikapi Pengajian Dengan Jiwa Kapitalis Yang Kerdil!
Jangan Sikapi Pengajian Dengan Jiwa Kapitalis Yang Kerdil!
Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
LenSaMediaNews.com – Mengikuti pengajian bagi seorang muslim adalah wajib. Kesadaran akan kewajibannya itulah yang membuat seorang muslim ringan melangkahkan kaki mendatangi tempat-tempat kajian ilmu agama. Dalam rangka untuk memberikan siraman rohaninya. Dari tempat kajian inilah seorang muslim mendapatkan petunjuk, mendekatkan diri pada Allah SWT. Mendapatkan solusi atas permasalahan hidup, pengetahuan, memperbaiki ibadah dan masih banyak lagi hal-hal positif yang didapat dari pengajian. Namun penyingkapan seperti ini sulit dipahami oleh jiwa-jiwa yang terperdaya oleh kapitalisme yang hanya memikirkan keduniawian, berkutat pada materi tak memikirkan ukhrawi.
Pidato viral yang disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menuai kontroversi. Beliau mempertanyakan eksistensi ibu-ibu yang mengikuti pengajian dalam mengasuh dan merawat anaknya. Hal itu dianggap menyita waktu dalam mengurus anak dan melupakan asupan gizi anaknya. Buntutnya, beliau menginstruksikan 2 Menteri yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati alias Bintang Puspayoga dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini untuk menyusun manajemen rumah tangga (https://news.republika.co.id : 19 Februari 2023).
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati turut memberikan komentar menyayangkan atas pernyataan kontroversi putri presiden pertama Indonesia tersebut. Menurutnya, tidak seharusnya mempersoalkan ibu-ibu yang datang ke pengajian karena tidak setiap hari dilakukan. Justru yang seharusnya dipermasalahkan adalah ibu-ibu yang datang ke diskotik atau yang bekerja full day, yang setiap hari meninggalkan anak-anaknya. (https://nasional.sindonews.com: 19 Februari 2023)
Kesalahpahaman dalam menyingkapi aktifitas menutut ilmu agama merupakan suatu hal yang tidak terlalu mengherankan. Oleh karena pemisahan agama dengan kehidupan dalam sistem kapitalis membuat seseorang berpikir bahwa ilmu agama hanya berkutat pada persoalan ibadah saja. Tanpa paham dan tanpa pernah mengerti bahwa Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang mengatur segala aspek kehidupan.
Kesalahpahaman ini pulalah yang menyebabkan lahirnya istilah-istilah buruk yang mengkerdilkan makna mengikuti berbagai kajian. Istilah-istilah seperti teroris, radikal, intoleran dan istilah negatif lainnya seringkali disematkan pada orang-orang yang mengikuti kajian-kajian Islam. Padahal pada dasarnya melalui pengajian, seorang muslim tidak hanya sekedar mendapatkan pengetahuan tentang ibadah saja. Namun juga sarana seseorang mendapatkan petunjuk, solusi yang sesuai dengan syari’at Islam. Yang mana semua itu tidak bisa didapatkan dari bangku sekolah. Oleh karena dengan sistem sekuler, mata pelajaran agama hanya mendapat porsi 2 jam saja dalam 1 minggu bahkan terancam dihapus dari kurikulum.
Dalam Negara yang bersistem Islam, ilmu agama atau kajian Islam tidak hanya diintegrasikan ke dalam kurikulum saja. Namun juga menempel pada kebijakan-kebijakan negara karena merupakan kewajiban negara dalam me-riayah setiap individu. Sehingga melahirkan pejabat yang amanah, masyarakat yang mampu ber-amar ma’ruf nahi mungkar. Hal itu karena bisa menjadikan pribadi-pribadi yang memiliki taraf berpikir tinggi. Sehingga membangkitkan kesadaran dalam menegakkan syariat Islam di manapun berada. Ibu-ibu hebat yang memiliki bekal kuat dalam mendidik generasi-generasi calon pemimpin. Para pemimpin yang memiliki kepribadian Islam yang tangguh, berani dan mampu menjadi pelopor peradaban.