Kartu Prakerja Bisakah Atasi Pengangguran dan Kemiskinan
Kartu Prakerja Bisakah Atasi Pengangguran dan Kemiskinan?
Oleh: Desi Maulia
LensaMediaNews.com- Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali marak terjadi. PHK ini terjadi di beberapa tempat seperti Zenius, LinkAja, SiCepat, Tanihub, Shopee, Tokocrypto, Ruangguru dan masih banyak lagi. Hal ini tentu pada akhirnya menambah besar jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Dalam ini maka pemerintah berusaha mengatasi problem tersebut dengan menerbitkan program Kartu Prakerja. Pemerintah optimis bahwa kartu Prakerja ini bisa menekan jumlah pengangguran. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Kepala Komunikasi Manajemen Kartu Prakerja William Sudhana yang mengatakan bahwa pelaksanaan Kartu Prakerja diyakini mampu mengurangi masalah pengangguran. Namun, dirinya tidak bisa memperkirakan seberapa besar Prakerja mampu menekan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Karena menurutnya hal tersebut dipengaruhi banyak faktor (Kompas.com).
Program Kartu Prakerja ini telah dilakukan sejak tahun 2020. Ketika dunia mengalami pandemi Program ini mengalami sedikit perubahan. Namun pada tahun 2023 ini modelnya akan kembali ke skema normal, bukan skema bantuan sosial (bansos) seperti yang berjalan selama pandemi COVID-19 lalu. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap suksesnya program pemerintah ini membantu banyak masyarakat. Saat terjadi pandemi COVID-19, program Kartu Prakerja disesuaikan menjadi semi bansos. Saat itu, pemerintah memberikan program pendidikan senilai Rp 1 juta dan bansos senilai Rp 600 ribu per penerima untuk 4 bulan.
Demikianlah program kartu Prakerja ini dianggap mampu menekan pengangguran dan mengatasi kemiskinan. Namun kita melihat persentase penduduk miskin pada September 2022 justru meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 (bps.go.id).
Dalam mengatasi kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan rakyat memang tidak bisa hanya mengandalkan dengan kartu prakerja. Ini hanya solusi tambal sulam dalam sistem Kapitalisme. Solusi ini tidak bisa menyentuh akar masalah hakiki dari problem pengangguran. Serta juga tidak dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Islam memiliki metode untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Metode tersebut tentu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam pola hubungan ekonomi global melalui Khilafah Islamiyah. Upaya tersebut diantaranya adalah menetapkan kewajiban nafkah pada suami. Dalam hal ini negara berperan dengan membuka lapangan seluas-luasnya bagi warga negaranya. Dalam Islam juga melarang adanya praktik non riil dalam muamalah ekonomi. Sehingga tidak akan menimbulkan problem inflasi dan turunannya serta kemaksiatan yang lain. Dalam sistem Islam juga membagi kepemilikan menjadi kepemilikan individu, umum dan kepemilikan negara. Dengan demikian tidak akan ada upaya pemanfaatan barang kepemilikan negara atau umum untuk kepentingan pribadi.
Adapun menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan) dapat dilaksanakan setidaknya melalui 5 mekanisme: (1) mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja; (2) negara menyediakan lapangan pekerjaan; (3) kewajiban untuk menanggung ahli waris yang tidak mampu mencari nafkah; (4) negara menyediakan subsidi langsung melalui Baitul Mal; (5) penerapan dharîbah (pajak) khusus atas kaum Muslim yang memiliki kelebihan harta kekayaan.
Selain itu, dalam memenuhi kebutuhan komunal rakyatnya seperti kebutuhan akan keamanan, kesehatan dan pendidikan diberikan oleh negara secara cuma-cuma bagi rakyatnya.
Negara secara langsung memberikan jaminan kepada setiap individu rakyat dalam hal keamanan, pendidikan dan kesehatan, Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (ri’âyah asy-syu’ûn al-ummah) dan kemaslahatan hidup terpenting. Dalam politik ekonomi Islam, negara bertanggung jawab menjamin tiga jenis kebutuhan dasar tersebut sehingga seluruh rakyat, Muslim maupun kafir, dapat menikmatinya; baik kaya maupun miskin.
Wallahu ‘alam bish showab.