Utang Melonjak, Negara Kian Terjebak
Oleh : Suci Indah ( Ibu Pembelajar)
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia sempat dijuluki sebagai ‘Macan Asia’. Saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat disegani oleh negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara meliputi sektor pembangunan, ekonomi, olahraga dan sebagainya.
Namun sayangnya, prestasi Indonesia kian meredup hingga akhirnya julukan Macan Asia berubah menjadi ‘Macan Asia yang Tidur’. Bagaimana tidak, hal ini disebabkan oleh lemahnya negara dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Menjadikan utang menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi pengeluaran yang semakin menggunung. Sehingga Indonesia kehilangan harga diri kedaulatannya di mata dunia.
Penyebab utama dari bertambahnya utang ini adalah defisit anggaran yang diterapkan oleh pemerintah, artinya pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran daripada mengumpulkan pemasukan. Hal ini, akan membuat utang yang terus Membengkak, dan mewariskan utang segunung di 2024 mendatang.
Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai Rp 7.733,99 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57%. Menurut kaleidoskop buku APBN KITA 2022, terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang jika dibandingkan dengan bulan November 2022. Namun jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, Desember 2021, rasio utang terhadap PDB menurun dari sebelumnya 40,74 persen menjadi 39,57 persen (CNBC Indonesia,18/1/2023).
Besarnya utang menunjukan salahnya negara dalam mengelola aset negara, apalagi jika dikaitkan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah di Indonesia. Hal ini menunjukan sistem negara yang salah termasuk dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Utang menjadi solusi dari sistem kapitalis sekuler.
Utang dijadikan sebagai cara gampang untuk mendapatkan dana segar guna menutupi defisit anggaran negara. Sayangnya, rakyat yang akan ditumbalkan. Sebab, beberapa subsidi untuk rakyat akan dicabut dan akan ada kenaikan pajak guna melunasi utang negara. Inilah kerusakan dalam sistem kapitalis, pajak menjadi sumber pendapatan tetap bagi negara.
Berbeda jauh dengan sistem Islam. Dalam Islam kemaslahatan dan kesejahteraan untuk rakyat menjadi prioritas utama bagi negara Islam. Seluruh kebutuhan rakyat akan dipenuhi oleh negara. Dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
Dalam pandangan Islam, pada zaman Nabi sampai zaman Dinasti kekayaan negara berada di Baitul Mal sebagai kas negara. Di mana Baitul Mal merupakan institusi khusus harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslimin yang berhak menerimanya. Konsep anggaran pada periode awal Islam adalah sistim berimbang atau surplus. Karena kebutuhan negara masih sederhana, maka pendapatan negara dari zakat dan infaq sudah memenuhi kebutuhan.
Sedangkan pada sistem anggaran modern adalah anggaran yang berorientasi pada pertumbuhan, yang konsekuensinya negara-negara Islam harus menganut prinsip anggaran defisit. Untuk memenuhi defisit tersebut ditempuh tiga jalan, Pertama, dilakukan dengan pinjaman secara Islami, Kedua, penguasaan sebagian milik umum. Ketiga dengan menerapkan pajak kepada warga negara.
Sementara dalam negara yang menganut sistem Islam. Pemerintah atau negara Islam/Muslim diperkenankan berutang, jika memenuhi tiga syarat: Pertama, harta yang diambil dari para koruptor sudah dikembalikan sepenuhnya. Kedua, Keadaan keuangan negara mengalami defisit. Ketiga, utang negara dialokasikan sepenuhnya untuk kebutuhan primer bukan kebutuhan sekunder.
Warga negara tidak berkewajiban melakukan iuaran untuk melunasi utang negara/pemerintah, yang wajib mengembalikan adalah pejabat atau pemerintah pada saat itu atau pemerintah selanjutnya, ketika utang tersebut prosedural serta keadaan kas negara memungkinkan. Namun jika tidak prosedural, maka yang wajib mengembalikan utang tersebut adalah individu pejabat yang melakukan utang tersebut.
Sistem Islam tidak memberatkan rakyat dalam melunasi utang negara. Dalam negara Islam, pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didapatkan dari sumber daya alam, serta kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Semua dikelola oleh negara dan akan dikembalikan untuk rakyat.
Hanya dalam sistem Islamlah Indonesia bisa menjadi negara besar yang mampu mengelola SDA secara mandiri dan hasilnya digunakan untuk membangun negeri dan mensejahterakan rakyatnya. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang mengatur segala problematika kehidupan dengan berpegang teguh kepada Al Qur’an dan As Sunnah.