Liberalisasi Anak Semakin Marak

Oleh: Yani Ummu Qutuz 
(Pegiat Literasi dan Member AMK)
Lensa Media News – Beberapa waktu lalu viral di media sosial, seorang anak berusia 12 tahun memolisikan ibu kandungnya gegara dimarahi dan dipukul. Sang ibu marah saat mendapati di ponsel putrinya tersebut ada chat vulgar dengan seorang pria. (Detiknews, 02/12/2022)
Walaupun akhirnya kasus ini selesai secara kekeluargaan, namun tentu hal ini mengundang keprihatinan masyarakat. Seorang anak yang sudah dilahirkan dengan susah payah bahkan nyawa ibu menjadi taruhannya. Ibu mengasuh, membesarkan, dan menyekolahkan dengan harapan semoga anaknya menjadi anak yang berbakti. Eh, sudah besar malah membuat sakit hati dengan melaporkannya pada polisi.
Banyaknya anak yang tidak memiliki adab terhadap orang tua saat ini, karena dipengaruhi pemahaman tentang hak asasi anak yang salah. Hak anak yang merujuk pada Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak dalam United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC) yang mengatur berbagai perkara yang harus dipenuhi oleh negara agar dapat tumbuh sesehat mungkin, dilindungi, didengar pendapatnya, mengenyam pendidikan, dan diperlakukan dengan adil. Maka untuk itu orang tua, masyarakat, dan negara wajib menghormati anak dan mempromosikan hak-hak anak dan melindungi mereka dari segala bentuk diskriminasi, kekerasan, dan eksploitasi.
Konsep hak anak ini lahir dari Barat. Cara pandang yang mereka gunakan adalah ideologi kapitalisme yang mereka anut. Konsep ini memberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi tiap individu untuk bertingkah laku, beragama, berpendapat, dan terhindar dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. Dengan cara pandang ini, orang tua tidak boleh memaksakan agama tertentu pada anaknya, tidak boleh melarang anaknya berpacaran, tidak boleh memaksa anaknya menutup aurat. Bahkan ketika anaknya memiliki kecenderungan untuk menjadi L93TQI+ pun, orang tua tak boleh melarangnya.
Sudah dipastikan konsep hak anak ala Barat ini akan membatasi kewenangan orang tua dalam mendidik, mengarahkan, dan membentuk kepribadian anak. Selain itu juga akan membatasi aktivitas amar makruf dan nahi mungkar di masyarakat. Ketika nilai-nilai kebebasan menguasai benak para pemuda, imbasnya akan semakin merebak pergaulan bebas, perundungan, penyimpangan seksual, kerusakan moral dengan dalih hak asasi.
Islam adalah agama yang sempurna yang Allah turunkan dengan seperangkat aturan. Aturan Islam jika diterapkan akan memberikan solusi terhadap semua permasalahan masyarakat. Begitu juga terkait anak, Islam memiliki aturan yang menjamin anak tumbuh sempurna. Aturan ini menjadi kewajiban bagi orang tua, masyarakat, dan negara.
Paradigma yang digunakan dalam memenuhi hak atau jaminan pada anak ini adalah menghantarkan anak menjadi sosok manusia yang berkepribadian Islam. Sehingga sanggup menjalankan amanahnya sebagai pemimpin di muka bumi ini. Karena ini merupakan kewajiban, maka tentu Allah akan meminta pertanggungjawaban sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan akan diminta pertanggungjawabannya.” (HR. Bukhari)
Kewajiban orang tua yang merupakan jaminan bagi anak di antaranya:
Pertama, jaminan untuk hidup dan tumbuh kembang secara optimal. Orang tua harus menjaga anaknya sejak dalam kandungan. Bahkan ibu hamil boleh untuk tidak berpuasa sekiranya memudaratkan bagi jabang bayi. Setelah lahir anak berhak mendapatkan ASI selama dua tahun. Berlanjut dengan hak pengasuhan, hak mendapatkan nafkah, dan penjagaan dari para wali (ayah dan kerabat ayah) yang urutannya jelas telah ditentukan.
Kedua, jaminan pendidikan dan penjagaan agama. Dalam QS. At Tahrim ayat 6 dijelaskan bahwa orang tua wajib menjaga anaknya dari siksa api neraka. Artinya wajib memberikan pendidikan dan pengajaran terhadap anak dengan sebaik-baiknya. Hal yang pertama kali ditanamkan adalah keimanan, membentuk kepribadian Islam, mengajarkan ibadah, dan memahamkan Al-Qur’an.
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu memberikan pelajaran kepadanya: Hai anakku jamganlan kamu menyekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kelaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Orang tua, masyarakat, dan negara harus bersinergi dalam mewujudkan jaminan terhadap anak secara sempurna. Masyarakat melakukan amar makruf nahi mungkar pada orang tua dan negara jika abai terhadap kewajiban memenuhi hak anak.
Negara wajib menyusun aturan yang memastikan anak memperoleh jaminannya. Juga bertanggung jawab mengambil alih penafkahan dan pengasuhan jika tidak ada kerabat anak yang mampu melakukannya. Negara menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan serta menciptakan suasana kondusif dengan melarang paham-paham berbahaya. Membatasi dan mengatur media informasi, memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar hak anak. Semua ini akan terwujud jika Islam total diterapkan.
Wallahu a’lam bishshawab.
[LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis