Pemuda Idaman, Pemuda Pencetak Peradaban!

Oleh: Ummu Zhafran

(Pegiat Literasi)

 

Lensa Media News – Pemuda, memendam banyak potensi dan kelebihan, baik dari sisi usia, daya pikir, maupun kekuatan fisik serta kepedulian. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi belakangan sedikit banyak menunjukkan hal tersebut. Betapa yang muda, meski tak semua, sering kali bangkit merespons kondisi karut marut negeri ini. Hanya saja jumlahnya belum signifikan. Masih lebih banyak di antara generasi muda kita yang sadar maupun tidak, membiarkan potensinya yang luar biasa dibajak oleh berbagai platform media sosial, narkoba maupun pergaulan bebas.

Padahal, di pundak para pemudalah nasib dan masa depan umat di negeri ini diletakkan. Baik di bidang politik, ekonomi dan lainnya. Beberapa waktu lalu sebuah survei dilakukan menyasar generasi milenial muda usia. Hasilnya sebagaimana yang dirilis lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat.
Jujur, survei di atas memperlihatkan betapa apatis generasi muda memandang politik. Bisa jadi, bahkan ada yang alergi. Alasannya perilaku korup dan tipu-tipu yang kerap dilakukan partai dan para politisi. Maka, muncul persepsi bahwa politik itu kotor, harus dijauhi. Tak sedikit pemuda hanif dan memiliki kecenderungan taat pada agama akhirnya lari dari karut marut dunia politik.

Padahal, saat kembali pada definisi sesuai tuntunan Nabi, politik atau as siyasiyah adalah aktivitas yang terkait dengan pengaturan urusan masyarakat (riayah syuunil ummah), baik terkait kekuasaan (as-sulthan) sebagai subyek (al-hakim) yang melakukan pengaturan urusan masyarakat secara langsung, maupun yang terkait dengan umat sebagai obyek (al-mahkum) yang melakukan pengawasan (muhasabah) terhadap aktivitas kekuasaan dalam mengatur urusan masyarakat. Seluruhnya disandarkan pada syariah yang diterapkan secara kaffah.

Maka jika mereka yang belia menjauh dari politik, bagaimana mungkin mengubah sengkarut keadaan saat ini jadi sebuah peradaban yang agung? Tentu yang dimaksudkan di sini, politik sesuai tuntunan Nabi Muhammad saw., teladan hingga akhir masa.

Bukan kemudian mengadopsi demokrasi yang berasaskan sekularisme. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Sebab ketimbang menjadikan Sang Pencipta sebagai sumber rujukan, demokrasi justru menganut trias politika, legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dengan kata lain, kekuasaan dalam sistem demokrasi tidak bulat di tangan satu orang atau lembaga. Oleh karena itu, kemenangan yang diraih eksekutif tidak identik dengan kemenangan mutlak atas seluruh kekuasaan. Belum lagi masing-masing berwenang membuat aturannya sendiri. Tak aneh bila yang terjadi dalam hampir setiap pengambilan keputusan ialah kompromi antara elite kekuasaan yang ada. Pertimbangan halal dan haram ditempatkan di urutan ke sekian, bahkan cenderung diabaikan. Maklum bila akhirnya demokrasi makin menunjukkan wajah aslinya yang buruk rupa seperti yang ditengarai pengamat politik, Rocky Gerung. Sebabnya dalam demokrasi, amplop tebal bisa mengalahkan otak tebal. (Rocky Gerung Official, youtube.com)

Ya, sepakat kata Bung Rocky. Di alam sekuler seperti saat ini, jangankan otak tebal, bahkan syariat Sang Maha Pencipta pun bisa diabaikan demi si amplop tebal.

Maka tak layak menyandingkan demokrasi dengan Islam, lalu menilai keduanya sama. Sedangkan perbedaannya bagaikan bumi dan langit. Jika demokrasi tak jarang memicu perilaku curang, manipulatif dan korup, Islam justru sebaliknya.

Dalam pandangan Islam, mengubah kondisi umat memang bagian dari aktivitas politik. Namun tujuannya tak sekadar berubah menjadi lebih baik, tetapi juga memperjuangkan manusia hidup selamat dengan tegaknya syariat di dunia sampai ke akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah Swt.,

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang- yang yakin?” (QS Al Maidah:50)

Maknanya, siapakah yang lebih adil daripada Allah dalam hukumnya bagi orang yang mengerti akan syariat Allah, beriman kepada-Nya, dan yakin serta mengetahui bahwa Allah adalah Hakim di atas semua hakim serta Dia lebih berbelas kasih kepada makhluk-Nya ketimbang seorang ibu kepada anaknya? (Imam Ibnu Katsir)

Bisa dibayangkan jika para pemuda memahami ayat di atas dan masih banyak lagi yang senada. Niscaya merekalah generasi yang dinantikan umat. Penerang di kala gulita, penopang di kala lemah melanda, siap berjuang demi perubahan yang lebih baik dengan Islam. Mari bersama katakan kepada mereka, “Wahai, kaum muda! Angkat kepalamu, tatap masa depan cemerlang dengan Islam. Jadikan Rasulullah saw. teladan terbaikmu. Tempuh langkah dakwah dan aktivitas politik ala Rasulullah saw. dan para sahabat beliau, Allahu Akbar!”

Wallaahu a’lam.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis