Ironi Peringatan Hari Ibu
Oleh: Soelijah Winarni
Lensa Media News – Peringatan Hari Ibu 2022 mengusung tema utama Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Kewirausahaan perempuan serta perempuan dan digitalisasi adalah sub tema untuk mendukung tema utama tersebut yang semua arahnya pada pemberdayaan perempuan. Terbukti perempuan menjadi tulang punggung sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi serta peran pelaku pemenuhan kebutuhan masyarakat Maka peran perempuan Indonesia ini tidak boleh diabaikan pemerintah dalam kebijakannya dalam melindungi perempuan (voaindonesia.com, 17/12/2022).
Komnas Perempuan mengingatkan untuk melanjutkan juang Hari Ibu dan desakan prioritas perlindungan perempuan dari kekerasan seksual (kompas.com, 22/12/2022). Telah 93 tahun berlalu sejak kongres Perempuan Indonesia pertama yang diselenggarakan pada 22-26 Desember 1928 di Yogyakarta, meski kemajuan di segala bidang telah dirasakan oleh perempuan Indonesia namun belum didapatkan rasa aman dari ancaman kekerasan.
Hal tersebut karena cara pandang di masyarakat yang tidak memberi penghargaan dan perlindungan terhadap perempuan bahkan perempuan dipandang sebagai komoditas dan obyek. Relasi yang salah inilah merupakan gambaran sistem kehidupan yang diterapkan dalam tatanan masyarakat saat ini yaitu sekularisme kapitalisme. Konsep yang menjauhkan kehidupan dari agama dan berpandangan hidup hanya di dunia saja membuat bebas berperilaku berdasar hak asasi manusia. Dalam hal ini relasi laki-laki dan perempuan, karena laki-laki dianggap lebih kuat dan berkuasa maka marak lah kekerasan terhadap perempuan.
Satu-satunya harapan untuk menyelesaikan kekerasan terhadap perempuan adalah kembali pada Islam. Aturan yang bersumber dari Allah SWT, Al Khalik, Al Mudabbir, yang Maha Mengatur manusia dan seluruh makhluk hidup di dunia. Syariat Islam hadir dengan 2 fungsi yaitu secara preventif dan kuratif dalam memberantas masalah kekerasan terhadap perempuan.
Secara preventif, ada 4 tahapan yang ditempuh: yaitu, Satu, menanamkan nilai ketakwaan individu yang taat kepada Allah SWT sehingga takut berbuat dosa dan maksiat kepadaNya. Dua, mengkondisikan masyarakat dalam suasana keimanan dan menjaga dari perilaku serba bebas, mewajibkan perempuan menutup aurat jika keluar rumah, larangan tabaruj (bersolek berlebihan) di luar rumah, tidak ada campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan syar’i seperti di pesta-pesta, tempat hiburan malam termasuk larangan perempuan hidup serumah dengan laki-laki bukan mahram. Tiga, menyelenggarakan pendidikan dengan kurikulum yang membantu membentuk kepribadian Islam/saksyiah Islamiyah (kesatuan antara pola pikir dan bersikap secara Islami). Hal ini bisa kita lihat dalam sistem saat ini ilmu berhenti diatas tumpukan kertas dan buku, prestasi akademik melesat namun prestasi akhlak bejat. Empat, Dalam masyarakat Islam generasi akan terbentengi dari miras, pornografi dan narkoba karena pemerintah tidak akan memberi ruang bahkan celah sedikitpun untuk beredar serta tak ada kompromi pada barang haram yang berpotensi merusak generasi meski ada iming-iming mendatangkan keuntungan finansial bagi pemerintah dan pengusaha.
Langkah kuratifnya, Islam memberi sanksi keras kepada pelaku kejahatan, seperti pemerkosa diancam cambuk 100 kali jika belum menikah dan bila telah menikah akan dirajam sampai mati. Hal ini akan memberi efek jera bagi pelaku yang berniat jahat.
Demikianlah dalam Islam, perempuan akan aman dan merasakan ketenangan. Namun sayang hingga saat ini syariat Islam hanya dijadikan bahan bacaan belaka tak diimplementasikan dalam kehidupan nyata untuk menyelesaikan problematika umat yang semakin kompleks. Dibutuhkan institusi negara sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW yaitu Khilafah Islamiyah yang akan menterapkan syariah Islam secara menyeluruh yang sejatinya menjadi kewajiban umat muslim untuk menerapkannya.
Wallahu’alam bishshawwab