Efektifkan Setiap Kebijakan
Oleh : Kifah Aisyah
Lensa Media News – Setelah wacana konversi kompor gas ke kompor listrik juga peralihan mobil dinas ke mobil listrik, beberapa waktu yang lalu kementerian ESDM kembali mewacanakan kebijakan bagi-bagi rice cooker listrik gratis dan subsidi motor listrik pada tahun depan.
Meskipun pemerintah berdalih bahwa kebijakan bagi-bagi rice cooker ini akan mampu menghemat subsidi LPG 3 kilogram sampai Rp. 52,2 miliar namun nyatanya kebijakan tersebut justru menuai banyak kritikan dari berbagai pihak, salah satunya datang dari pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi. Ia menyebut bagi-bagi rice cooker gratis sebagai program mubazir dan tidak efektif sama sekali. Ia menggangap alasan memberikan kontribusi energi bersih tidak signifikan dan kontribusinya kecil.
“Penghematan elpiji tiga kilogram dengan bagi-bagi rice cooker gratis berbeda dengan kompor listrik, sebab rice cooker hanya untuk menanak nasi, padahal memasak masih pakai elpiji tiga kilogram,” ujarnya, Sabtu (3/12/2022).
Tak hanya itu, pengamat Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno juga mengkritisi kebijakan subsidi motor listrik yang diwacanakan akan dimulai tahun depan, menurutnya meskipun penggunaan kendaraan listrik merupakan pilihan yang tepat di masa depan, namun beliau menilai pemberian subsidi ke motor listrik sebagai strategi transisi adalah cara yang kurang tepat dan menyarankan pemerintah lebih baik menggunakan anggaran subsidi tersebut untuk pembangunan dan perbaikan transportasi umum.
Di sisi lain, asosiasi ojek online juga meminta pemerintah untuk tidak sekadar memberikan subsidi pembelian motor listrik, namun juga fokus membangun fasilitas penunjangnya, mulai dari stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) hingga asuransi kendaraan dan keselamatan pengendara.
Sedangkan anggota DPR Komisi VII bidang energi melihat, rencana subsidi itu “terlalu mengada-ada dan hanya akan menguntungkan pengusaha”.
Di tengah kondisi negeri yang tengah sulit seperti saat ini, mengapa pemerintah seolah tidak peka dan justru berulang kali membuat kebijakan yang tidak efektif dan terkesan membuang-buang anggaran untuk hal-hal yang tidak urgent?
Bukankah negeri ini masih berduka? Setelah hilangnya ratusan nyawa pada tragedi Kanjuruhan, negeri ini juga harus kehilangan ratusan nyawa pada bencana gempa di Cianjur yang terjadi belum lama ini? Sebanyak 335 nyawa melayang, bahkan menurut Bupati Cianjur jumlah korban yang sebenarnya mencapai 600 orang karena banyak keluarga korban yang tidak melapor. Tak hanya itu, gempa susulan dan gempa-gempa di daerah lainnya juga masih sering terjadi.
Lantas, bukankah deretan kasus bullying, tawuran pelajar, pembunuhan sadis, pengangguran para mahasiswa, kemiskinan ekstrem, merebaknya LGBT dan sederet permasalahan lainnya itu lebih penting dan butuh perhatian serius dari pemerintah?
Harus berapa banyak lagi bencana yang menimpa negeri ini untuk mengetuk hati nurani para pejabat negeri ini sehingga mampu melahirkan kebijakan yang lebih efektif dan mampu menuntaskan persoalan?
Harus berapa banyak lagi nyawa yang hilang, agar kebijakan yang lahir tepat sasaran dan menuntaskan semua permasalahan?
Bukankah daripada membagikan rice cooker gratis akan lebih bermanfaat bagi rakyat bila para penguasa lebih serius dalam membuat kebijakan untuk menstabilkan harga-harga bahan pangan?
Begitu pun halnya dengan pemberian subsidi motor listrik, bukankah rakyat lebih terbantu bila lapangan pekerjaan terbuka luas di semua tempat sehingga tak ada lagi mahasiswa yang harus menganggur setelah kelulusan?
Kemudian, daripada mengganti mobil dinas dengan mobil listrik, bukankah dana yang telah dialokasikan akan lebih bermanfaat bila fasilitas transportasi publik dijadikan murah dan berkualitas sehingga seluruh rakyat bisa ikut merasakan?
Tapi itu semua nampaknya akan sulit terwujud bila sistem kapitalisme-sekulerisme masih bercokol di negeri ini. Sebab kapitalisme-sekulerisme inilah yang menjadikan manusia merasa berhak membuat aturan sendiri untuk mengatur segala urusan kehidupannya, termasuk dalam urusan bernegara. Padahal kemampuan akal manusia sangatlah terbatas dan rawan terjadi perselisihan. Maka wajar saja bila kebijakan-kebijakan yang dilahirkan seringkali tidak mampu menuntaskan permasalahan. Bahkan bukan hanya tak mampu menuntaskan permasalahan namun tak sedikit yang justru menambah deret permasalahan.
Oleh karena itu, hanya ada satu jalan untuk selamatkan negeri ini yakni dengan membuang jauh-jauh sistem kapitalisme-sekulerisme dan menggantinya dengan sistem Islam. Sebab Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu melahirkan para pejabat yang peka terhadap rakyatnya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang akan menyejahterakan rakyat. Hal ini karena aturan yang lahir bersumber dari Sang Pencipta manusia yang tentu paling paham akan kebutuhan manusia itu sendiri.
Wallahu’alam.
[LM/nr]