Oleh. Choirin Fitri

 

“Sial banget gue hari ini. Konten yang gue posting enggak FYP. Padahal, gue udah bikin semalam suntuk.” Arsy membanting benda pipih kesayangannya ke atas sofa.

 

“Kalau mau mbanting hp tu sekalian ke lantai, Non. Biar hancur berkeping-keping gitu,” ucap Lina sembari memainkan jemarinya di atas gawai ber-cover biru langit.

 

“Sebel gue.” Giliran tubuh gembil Arsy yang menghantam sofa. Sontak Lina sedikit terpental.

 

“Aduh, kira-kira dong lo kalau mau duduk!” Lina menggeser duduknya agar tidak tergencet tubuh bongsor sahabatnya.

 

Arsy mendengus sebentar. Tangan kirinya mencomot sebungkus roti sobek. Tangan kanannya dengan kecepatan kilat memotong dan menyuapkan pada mulutnya. Sontak pipi chubby-nya tambah seperti bakpao yang siap disantap.

 

Lina hanya geleng-geleng kepala sebentar. Ia sedang asyik berselancar di medsos. Sesekali tertawa-tawa sendiri. Sesekali nangis. Sesekali bermuka merah padam menahan marah.

 

Arsy meraih kembali gawainya. Ia hendak menghapus video terakhir yang diunggahnya. Video yang membuatnya kehilangan mood untuk membuat konten baru.

 

“Wow, enggak jadi gue hapus, Lin. Nih lihat udah FYP! Follower gue naik terus,” tutur Arsy bersorak-sorai.

 

Lina hanya menengoknya sebentar, lalu beralih pandangan ke layar datar yang ada dalam genggamannya lagi. Ia sibuk mengotak-atik video yang akan diunggahnya malam nanti.

 

Btw, bus way, elo ngonten apa sih kok segirang itu?”

 

“Gue bikin konten ala-ala Korea gitu. Asli cepet banget lho viralnya di TikTok. Nih, lo mau lihat?”

 

Lina memperhatikan layar datar sahabatnya. Sontak ia tertawa terpingkal-pingkal. Di layar itu tampak sahabatnya sedang berbincang-bincang mesra dan lucu dengan salah satu artis super ganteng di Korea.

 

Caption di video itu hanya sederhana, “Pacar Si Gajah Cantik” benar-benar menggambarkan yang bikin konten sadar diri dengan badannya. Lina baru diam dari tertawanya setelah menyaksikan Arsy manyun.

 

“Lo, enggak bisa apa buat konten yang lebih oke gitu daripada semacam itu? Asli malu-maluin tahu.”

 

Arsy menggeleng, “Menurut tips dari para TikToker jika kita ingin cepat viral cuma satu hal cara cepatnya. Buat konten yang malu-maluin diri sendiri. Bakal laris itu konten. Terbukti kan?”

 

“Terus kamu dapat apa dari situ? Uang? Enggak kan?”

 

“Emang sih gue enggak bisa dapat uang dari konten semacam itu, tapi gue puas. Gue bisa viral.”

 

“Terus kalau udah viral, lo mau apa?”

 

“Ya, seneng aja, Lin. Gue bisa ngebuktiin kalau gue bisa eksis. Simple kan?”

 

“Viral sih viral, tapi kalau mempermalukan diri sendiri, harga diri bisa jatuh lho, Sy.”

 

“Eh, Mbak Tuti, baru datang?” Lina menyapa kakak tingkat mereka yang tinggal di kos yang sama.

 

“Iya, habis ikut kajian, ngonten kreatif biar eksis, gitu tadi judulnya,” jawab Tuti sembari mengeluarkan botol minuman dari tasnya. Setelah berbasmalah ia meneguk air.

 

“Maaf ya, langsung nimbrung. Tadi, saat Mbak melepas sepatu, enggak sengaja mendengar pembicaraan kalian.”

 

“Enggak pa-pa kok, Mbak,” sahut Lina.

 

“Ih, Mbak Tuti ngganggu kegembiraan Arsy aja deh!”

 

“Bukannya Mbak enggak senang Arsy bahagia. Mbak malah senang banget. Tapi, saat dengar Arsy mempermalukan diri sendiri hanya untuk menghasilkan konten yang viral rasanya Mbak kok enggak bisa diam.”

 

“Tadi, Mbak sempat lihat video editan Arsy yang mampir di akun Mbak. Beneran malu banget lo. Arsy yang Mbak kenal bukan Arsy yang ada di video itu.”

 

“Habisnya selama ini Arsy bikin konten buku enggak ada yang nyamperin, Mbak. Paling cuma ratusan. Eh, giliran ngomongin buku cinta sama si do’i malah viral. Kan seneng banget tuh.”

 

“Tapi, malu-maluin, Sy. Gue aja malu banget. Lo kok bisa ngedit video pas banget gitu?” ucap Lina terkekeh kembali.

 

Arsy menggembungkan pipinya persis seperti ikan buntal saat sedang menghadapi musuh. Ia meraih bantalan sofa dan menimpuk Lina. Lina pun tak mau kalah. Keduanya saling timpuk.

 

“Stop! Kalian udah dewasa, bukan anak kecil lagi!” Tuti menengahi.

 

“Arsy yang mulai duluan tuh,” ucap Lina sambil mengatur nafas.

 

Arsy ngos-ngosan. Ia lebih memilih menyandarkan tubuhnya daripada meladeni omongan Lina.

 

Tuti duduk di hadapan kedua adik tingkatnya. “Kalian tahu setiap apa yang kita lakukan bakal dimintai pertanggungjawaban oleh Allah?”

 

“Allah berfirman:

 

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

 

 

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

 

“Ayat ini mengajarkan pada kita bahwa kita enggak cukup hanya mengejar viral tanpa memastikan konten apa yang kita share. Jika konten kebaikan, insyaallah pahala yang bakal kita dapat. Sebaliknya, jika konten yang kita share adalah keburukan, Allah akan berikan dosa.”

 

“Kalian mau pilih mana?” Lina dan Arsy yang ditanyai saling bersitatap.

 

Dalam hati kecil Arsy ingin mendapatkan pahala. Namun, ia pun ingin eksis. Ingin viral. Hanya itu.

 

“Pahala sih, Mbak, tapi…,” ucap Lina menggantung.

 

“Tapi apa?” Tanya Tuti.

 

“Tapi berat.” Lina menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

 

“Kan tinggal ganti aja kontennya! Jika selama ini share hal-hal yang nirmanfaat, ganti yang bermanfaat. Udah gitu aja.”

 

“Iya sih, tapi sayang deh kalau video yang udah viral ini dihapus. Bikinnya susah. Semalam aku enggak tidur.” Arsy beragumen.

 

“Pilihan ada di tangan kita. Mau viral di mata manusia dengan mengorbankan aturan-Nya? Atau, viral di mata Allah dan menjadi investasi surga kita kelak dengan menghadirkan konten-konten yang enggak melanggar aturan-Nya?”

 

Batu, 30 Oktober 2022

(SN/LM)

Please follow and like us:

Tentang Penulis