Halloween: Gerakan Westernisasi dari Itaewon sampai Tanah Arab
Oleh : Mia Annisa (Pegiat Dakwah)
Lensa Media News – Halloween Day. Siapa yang tidak tahu tentang pesta kostum seram dan horor kadang diikuti aksi-aksi nyeleneh, seperti prank meminta makanan dan minuman dari rumah ke rumah. Ya, perayaan tahunan yang di rayakan setiap tanggal 31 Oktober ini. Awalnya perayaan ini adalah sebuah tradisi asing yang digunakan untuk mengusir hantu atau roh-roh jahat oleh masyarakat Celtic kuno sebagai kaum paganis waktu itu. Sebutan Halloween Day pun tak serta merta seperti sekarang, saat itu disebut sebagai Samhain.
Mereka sebagai kaum paganis pun percaya jika ritual Samhain mampu mengusir roh-roh dan hantu kembali ke dunia mereka sebelum perayaan tahun baru.
Di masa Paus Gregorius III yaitu abad ke 8 M. Paus menetapkan tanggal 1 November sebagai perayaan menghormati orang kudus, seperti rahib-rahib dan para pendeta-pendeta mereka dengan sebutan All Saints Day. Perkembangannya menggabungkan ritual All Saints Day dengan Samhain.
Perayaan ini mulai populer di abad pertengahan 19 masehi ketika terjadi puncak masuknya para imigran ke Amerika, terutama orang-orang dari Eropa (Irlandia) yang kemudian mempopulerkan tradisi Halloween di Amerika.
Pada tahun 1920-1950, perayaan Halloween yang dibawa oleh orang-orang daratan Eropa yaitu Irlandia, Inggris Raya, dan Prancis utara. Kini semakin berkembang menjadi peringatan besar setelah Natal hingga merambah sampai ke benua Asia.
Yang terbaru perayaan kumpul-kumpul, hiburan dan pesta-pesta ini mengundang maut. Tepatnya di Itaewon sebuah distrik di Korea Selatan, pada Sabtu, 20 Oktober pukul 22.20 wib karena ratusan orang berdesakan menuju gang sempit dan miring. Setidaknya 146 orang tewas dan 150 terluka.(www.cnnindonesia.com/)
Arab Saudi seolah tak mau ketinggalan setelah beberapa tahun yang lalu pesta ini sempat di tentang. Tahun ini di Riyadh Boulevard menjadi arena pesta kostum untuk pertama kalinya.(www.international.sindonews.com/). Warga Arab menyambut antusias pasca di era kepemimpinan Muhammad bin Salman pagelaran ini di legalkan.
Memberikan fasilitas perayaan Halloween secara mutlak tidak pernah ada tuntunanya dalam syariat. Kebijakan pelonggaran pemerintahan Saudi sebelumnya pernah dilakukan seperti pelegalan alkohol, dibukanya konser-konser musik, kaum perempuan tanpa penutup kepala berada di jalan-jalan dan tempat umum menegaskan posisi Saudi perlahan tapi pasti menuju ke arah perubahan sebagai negara sekuler.
Menurut Drs. Fika Komara, pengamat geopolitik Islam. Sekalipun Arab Saudi memiliki magnet tersendiri dengan simbol Haramain, tetapi luar biasa liberalisasinya.
Wajar jika akhirnya penguasa Saudi longgar terhadap kebatilan namun keras terhadap aktivitas dakwah, ulama dilarang menyelisihi pendapat penguasa, aturan volume adzan dibatasi. Bahkan Saudi juga melakukan penyensoran buku di perpustakaan masjid yang dituding mengandung ajaran ekstremisme serta melarang buku-buku syarat politik beredar.
Gempuran westernisasi juga tak terelakan. Eropa Barat selangkah lebih maju berupaya menjadikan Arab lebih kebarat-baratan dengan menerima globalisasi dan modernisme lewat kolonialisme baik secara paksaan atau pengaruh hingga mampu menjangkau negeri-negeri muslim lainnya secara global. Mengantarkan mereka pada kerusakan aqidah yang kian menjadi-jadi dan kedangkalan berpikir umat.
Inilah yang menghentikan umat “woles” dan mentolerir dari aktivitas bahwa apa yang dilakukan Saudi hari ini merupakan kesalahan. Adanya pelanggaran syariat yang harus diluruskan.
Kaum muslimin harus paham benar bahwa Halloween adalah budaya pagan penyembah setan yang wajib di tolak karena bukan berasal dari Islam. Mengikutinya sama halnya meyakini, sebab meniru-niru gaya hidup mereka dapat meningkatkan kecintaan lahir maupun batin.
Sebagaimana Rasulullah saw bersabda “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. ” Lalu ada yang menanyakan kepada Rasulullah ”Apakah mereka itu mengikuti Persia atau Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari).
Hadits di atas menunjukkan tentang keharaman seorang muslim menyerupai (tasyabuh) seperti orang kafir dari segi gaya hidup sampai ritualnya. Satu-satunya yang wajib diikuti oleh kaum muslimin hanya Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah dalam Quran surah An-Nisa ayat 80; “Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.”
Wallahu’alam Bishawab.
[LM, Ak]