Bincang Hangat Majelis Surga Jepara “Merawat Fitrah Seksualitas Anak”
Bincang Hangat Majelis Surga Jepara
“Merawat Fitrah Seksualitas Anak”
Reportase – Anak adalah anugerah terindah yang memiliki potensi tak terhingga bagi kemajuan sebuah peradaban. Dalam dirinya telah terprogram fitrah sebagai “Abdullah”, yaitu seorang hamba yang hanya tunduk patuh kepada Al-Khaliq. Sebagaimana ketundukannya seorang budak pada majikannya. Begitulah sosok Abdullah yang semestinya senantiasa berada pada koridor ketaatan kepada aturan Sang Pencipta.
Hanya saja, dalam perjalanannya berbagai fitrah pada diri anak tercerabut hingga ke akar jiwanya. Sehingga dia tak mengenal dirinya, lebih-lebih lagi agama dan Rabb-nya. Termasuk dalam hal ini fitrah seksualitas pada anak.
Tak jarang, kita temui di sekitar kita anak-anak yang berseberangan dengan fitrahnya. Mereka beranggapan bahwa antara seks dan gender itu dua hal yang berbeda. Akhirnya, mereka boleh jadi terlahir dengan gender laki-laki. Tapi, terkait seks menjadi kebebasan mereka sendiri dalam menentukannya. Maka, kita temukan laki-laki yang berlenggak lenggok memakai rok mini. Juga sebaliknya, perempuan dengan rambut cepak memakai setelan kaos dan celana. Inilah yang kita kenal dengan istilah eL Gi Bi Ti (Lesbian, Gay, Bisexual, & Transgender).
Lebih lanjut, kampanye kaum pelangi ini semakin hari semakin massif. Terbukti di beberapa negara ASEAN mereka telah legal di mata hukum, seperti di Thailand dan Vietnam. Bukan hal yang mustahil jika kelak eL Gi Bi Ti berhasil legal di Indonesia. Apalagi kasus baru-baru ini tentang pasangan gay yang tampil di salah satu podcast seorang artis. Tentu, ini menjadi angin segar baik bagi pelaku eL Gi Bi Ti maupun supporter-nya.
Akar Masalah Penyimpangan Fitrah
Sebelum melangkah kepada solusi, marilah kita telaah akar masalah sesungguhnya. Tak lain penyimpangan fitrah tersebut terjadi akibat penerapan sistem demokrasi sekuler. Sistem demokrasi merupakan anak kandung dari sekularisme. Yang memiliki pandangan faslud din anil hayah (pemisahan agama dari kehidupan). Dengan kata lain, demokrasi menafikan keberadaan Tuhan dalam mengatur urusan kehidupan. Aturan dalam demokrasi hanya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga hukum konstitusi di atas ayat suci.
Maka, bisa dipastikan yang terjadi selanjutnya ketika akal manusia diberi kebebasan untuk membuat aturan. Dengan mengabaikan syariat Sang Pencipta. Berbagai kerusakan dan penyimpangan fitrah akan mendominasi termasuk membuka celah yang lebar bagi tumbuh suburnya kaum pelangi. Jika perzinahan mampu memutus nasab, merebaknya eL Gi Bi Ti mampu memutus generasi.
Syariat Islam Kaffah Merawat Fitrah
Dalam Islam pelaku homoseks, lesbian, bisexual, maupun transgender tidak akan mendapat tempat di masyarakat apalagi di “mata” Allah. Sanksi bagi para pelakunya tegas, tidak main-main, dan memberikan efek jera, yaitu dibunuh. Hal ini semata demi menjaga kelestarian manusia. Sekaligus mampu meringankan siksa di akhirat kelak.
Tentu, sanksi tersebut hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang menerapkan syariat Islam kaffah. Sebab, negara dalam Islam bertanggung jawab sebagai ri’ayatusy sy’unil ummah (yang mengurusi urusan umat). Negara wajib melindungi rakyatnya dari kehancuran akibat perilaku laknat homoseksual. Tidak tanggung-tanggung, negara akan membasmi kaum pelangi hingga ke akarnya. Agar tidak ada lagi yang berani berbuat hal serupa.
Islam juga memiliki aturan yang bersifat preventive. Dengan mencegah timbulnya bibit-bibit eL Gi Bi Ti. Penjagaan fitrah seksualitas anak dilakukan oleh orang tua di bawah pengawasan negara. Di sini lah peran penting orang tua dalam memberikan pendidikan seksualitas berasaskan aqidah Islam. Anak dibekali pemahaman yang benar terkait batasan aurat. Juga penyaluran naluri seksualitas (gharizah nau’) beserta penyimpangannya yang dilarang keras oleh Allah SWT.
Upaya lainnya berupa penanaman aqidah yang kokoh agar anak tidak tergerus arus pergaulan bebas. Sekaligus menanamkan rasa malu, mendorong untuk senantiasa menundukkan pandangan, dan menahan syahwat. Orang tua juga turut mencarikan komunitas yang positif bagi tumbuh kembang anak. Sehingga nantinya anak dapat berperan dalam masyarakat dan berkontribusi bagi kemajuan peradaban sesuai fitrah penciptaannya, yaitu sebagai hamba Allah baik laki-laki atau perempuan. Sungguh, hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh dapat menghapus segala bentuk penyimpangan seksualitas.
Masya Allah tak terasa pemaparan materi telah selesai. Kemudian, acara dilanjutkan dengan bincang-bincang hangat. Para peserta nampak antusias mengambil peran dalam diskusi. Terakhir, semata mengharap keberkahan-Nya acara ditutup dengan pembacaan doa. Tak lupa, sesi makan dan foto bersama yang berlangsung penuh keceriaan dan keakraban. Seperti itu lah para bunda salihah berkumpul, saling menyapa, dan menjalin ukhuwah Islam. Yang kami harapkan tidak hanya bersua di dunia, tapi juga bersama di surga. Aamiin.
Reporter, Ayu Deswanti Rio Dingin (Ibu Rumah Tangga)