Miras Plus Goyang Tik Tok, Potret Generasi Masa Kini
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Redaksi Pelaksana Lensamedianews.com
Dunia digital hari ini tak hanya menguntungkan seseorang dari sisi materi dan eksistensi diri. Namun juga berpotensi menjerumuskan seseorang dalam kehinaan bahkan dikenang selamanya sebab jejak digital sulit dihapus. Viral di jagat maya, Bu Sekdes (Sekretaris Desa) di Purworejo, Andika Sari karena aksi dugem dan tenggak mirasnya di sebuah diskotik terkuak.
Aksi joget lincah di TikTok nya menjadi perbincangan netizen, tak hanya itu, masyarakat pun jengkel dan melayangkan protes agar Andika Sari diberhentikan dari posisinya sebagai Sekretaris Desa. Sudah tidak aneh jika perangkat desa mabok, anggota parlemen saja ada yang suka film porno, bahkan seorang gubernur yang kini diprediksi menjadi kandidat kuat calon presiden 2024 dengan lantang dan tegas mengakui ia suka film porno. Dengan menambahi, dimana salahnya? Saya kan sudah dewasa. Apakah benar sudah tidak ada orang baik di negeri ini?
Di salah satu akun tik tok sang Sekdes juga ada caption yang mengulik hati nurani, dengan judul sama-sama pendosa, “Jangan kepo dengan dosa orang lain. Kita sama-sama pendosa koq. Cuma beda cara dan cerita. Pribadiku urusanku, dosaku, urusanku dengan Allah.”
Begitu mudahnya hari ini orang bicara menantang akhirat, hari perhitungan, surga neraka bahkan dosa pahala, seolah hari akhir hidup manusia, alam semesta dan seisinya bakal mudah dijalani. Allah SWT berfirman,”Hai manusia, bertakwalah pada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah”. (QS Lukman:33).
Jika hubungan pertalian darah antara anak dan bapaknya saja tidak bisa saling menolong maka bisa dibayangkan bagaimana beratnya hari itu. Benarlah jika perintah Allah hanya satu “Bertakwalah”. Sebab hanya dengan satu kata itulah manusia bakal selamat dunia akhirat. Jika kembali pada fakta hari ini, sungguh miris, mereka menganggap hidup ini seringan kapas, tanpa beban dan sungguh pada akhirnya egoisme yang tinggi yang dimunculkan. Hidup hanya permainan, akhirat pun dilakukan.
Bukan tanpa sebab, tata aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat hari inilah penyebabnya, yaitu kapitalisme dalam ekonomi dan demokrasi dalam politik, dua-duanya berasaskan sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Semua perbuatan diukur dari kebebasan berperilaku dan berpendapat, ini sah, sebab dilindungi undang-undang, salah satunya Hak Asasi Manusia (HAM). Kapitalisme memandang kebahagiaan seseorang hanya jika memiliki sebanyak-banyaknya pemuas kebutuhan jasadiyah, sementara demokrasi benar-benar melindungi seseorang untuk berkata dan berperilaku bebas.
Wajar jika sang Sekdes dengan enteng mengatakan dosaku urusanku dengan Allah, atau sudah dewasa kan gak masalah menonton film porno? Kalimat ini jelas menunjukkan betapa rendahnya cara berpikir manusia, memang dosa mereka bukan urusan kita, kenal atau tidak kenal, namun ketika ada kemaksiatan yang tidak disukai Allah bahkan diharamkan apakah dibenarkan jika kita diam saja? Bisa jadi malah kita semua yang tidak melakukan terkena imbas dosanya. Pun bukankah juga nyata kerusakan masyarakat dan generasi akibat menjadikan ulah mereka sebagai panutan?
Jadi, menciptakan keadaan baik, masyarakat yang sepemahaman, sepemikiran dan seperaturan itu bukan tugas individu, tapi semua. Sebab, lingkungan yang baik itulah yang menciptakan kesejahteraan.
Dan itu tidak akan didapat di luar aturan Islam, agama lain tidak ada kewajiban amar makruf nahi mungkar. Inilah pula alasannya kita butuh negara yang peduli, yakni penguasanya adalah sosok bertakwa, sehingga ia hanya takut kepada Allah bukan manusia atau korporasi. Ketika penguasanya bertakwa, maka ia akan bisa menjalankan fungsi negara yang sebenarnya, yaitu menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok rakyat mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Aman dari lisan dan perbuatan tak berguna misalnya, yang hari ini justru menjadi konten tak berfaedah maka dengan negara yang bertugas meriayah akan dihapus. Edukasi agar tersuasanakan keimanan yang dalam tentu menjadi prioritas negara. Pun, negara akan menjalankan politik luar negerinya, yaitu jihad dan dakwah, agar hubungan bertetangga internasional bisa tercipta maslahat dan kedaulatan. Sebab mau diakui atau tidak, campur tangan asing terhadap urusan dalam negeri sebuah negara juga turut menyumbang kekacauan perilaku manusia. Wallahu a’lam bish showab. (LM/LN)