Kampanye Kaum Pelangi Difasilitasi dalam Sistem Demokrasi

Oleh: Ummu Khielba

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

 

Lensa Media News – Setelah pengesahan UU TPKS dan Permendikbud PPKS no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye L68T. Kedua regulasi di atas membuka pintu legalisasi perilaku L68T. Karenanya kampanye L68T di media sebagaimana dilakukan oleh selebritas sebagai pelaku maupun pendukung L6BT, harus ditentang keras.

Tengah hangat diperbincangkan publik mengenai tayangan podcast Deddy Corbuzier di Youtube, yang mengundang pasangan gay, Ragil Mahardika dan Frederik Vollert (sindonews.com, 09/05/2022).

Tayangan tersebut seolah mempromosikan pelegalan hubungan sesama jenis. Tentu hal ini menuai kritikan masyarakat. Karena tema tersebut tak pantas diangkat di Indonesia, yang kental dengan adat ketimuran dan norma agama (liputan6.com, 09/05/2022).

Dilansir dari Republika.co.id, (26/06/2020), Unilever menghormati dan memahami budaya maupun norma yang berlaku di Indonesia, dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) telah menuai kecaman di dunia maya. Tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan mengungkapkan ada lima fraksi di DPR RI yang dianggap “menyetujui perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT)”. Dalam kegiatan Tanwir I Aisyiyah di Surabaya, Sabtu (20/1), Zulkifli mengungkapkan bahwa terdapat lima partai yang tengah membahas rancangan Undang-Undang mengenai LGBT. (KumparanNEWS, 20/01/2018)

Fakta ini menuai hujatan, kritik, bahkan cibiran dari pihak yang kontra, namun angin segar bagi kalangan yang pro kaum Nabi Luth ini. Terlebih, atas nama pengakuan terhadap kebebasan dan penciptaan lingkungan inklusif berbagai pihak (aktivis, korporasi/MNC, politisi, dll.) condong mendukung L68T.

Berbicara tentang keberadaan mereka, tidak lepas dari yang sudah Allah contohkan pada masa Nabi Luth dan terus berkembang dari masa ke masa. Sampailah masa saat ini di saat manusia terjerembap dalam sistem semrawut yang melegalkan aktivitas mereka dan merestui keberadaan mereka atas nama HAM dan toleransi, buah dari sistem demokrasi.

Apa akar masalahnya? Yakni penerapan sekularis liberalis dalam sistem kapitalis demokrasi saat ini. Perbuatan manusia diserahkan pada individu masing-masing, bebas memilih sekehendak hati dan mengajak individu yang lainnya pula. Masifnya aktivitas mereka ditenggarai oleh dukungan yang luar biasa dari sistem saat ini. Untuk apa? Jelas untuk merusak kaum muslimin yang seluruh perbuatannya harus sesuai dengan tuntunan yang Allah berikan, tidak asal sesuai kehendak hati yang akan mendatangkan azab dari Rabbul Izzati.

Kisah perilaku menyimpang kaum Sodom, yang menyukai sesama jenis, telah menghantarkan mereka pada azab Allah SWT yang dahsyat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkir-balikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar.” (QS. Hud: 82)

Tidak cukup ternyata dengan ancaman Allah di dalam Al-Qur’an yang katanya mereka yakini, terjadi pengulangan kisah lama yang menyimpang dan akan mendatangkan murka Allah yang berulang. Masih berharapkah pada sistem yang menumbuhsuburkan perilaku mereka? Bukannya diluruskan kembali pada jalan yang haq.

Sebagai seorang muslim, bijak dan tepatlah menyikapi keberadaan kaum nabi Luth ini, lakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat. Kembalilah pada sistem yang benar, dengannya kesemrawutan akan terurai dengan kasih sayang Allah Rabbul Izzati.

Fenomena seperti ini hanya bisa dihentikan oleh peran tegas negara (Khilafah) untuk menegaskan Islam sebagai standar benar dan salah bagi pemikiran, perilaku individu, dan tatanan masyarakat. Negara dalam sistem kekhilafahan Islamiyyah yang menerapkan sanksi, berefek jera dan berfungsi sebagai _jawabir_ (penebus) dan jawazir (pencegah). Hanya rahmat dan karunia-Nya Allah SWT yang patut kita raih, bukan murka-Nya. Nau’dzubillah tsumma na’udzubillah. 

Wallahu a’lam bishshawab.

 

[ah/LM) 

Please follow and like us:

Tentang Penulis