Layanan Kesehatan Hak Rakyat, Mengapa Susah Didapat?
Oleh: Sri Gita Wahyuti, A.Md.
(Aktivis Pergerakan Muslimah)
Lensa Media News – Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barang siapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah, no: 4141, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 5918)
Salah satu nikmat terbesar yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia adalah nikmat kesehatan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan agar kaum muslimin untuk selalu menjaganya. Meski dalam rangka ibadah sekalipun, tidak boleh kaum muslimin mengabaikan kesehatan. Sebagaimana Rasulullah saw. pernah menegur seorang sahabat, yakni Abdullah bin Amru bin Al-Ash yang beliau dapati beribadah terus menerus, tanpa memerhatikan hak atas diri dan keluarganya. “Sungguh jika kamu melakukan hal itu terus menerus maka nanti matamu letih dan jiwamu lemah. Sungguh untuk dirimu ada haknya. Keluargamu juga punya hak. Karena itu berpuasalah dan berbukalah. Bangunlah untuk salat malam dan tidurlah.“(HR. Al-Bukhari)
Islam juga memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menghindari wabah penyakit. Rasulullah bersabda, “Larilah dari wabah penyakit seperti engkau lari dari singa.” (HR. Muslim)
Pun ketika sakit, Islam memerintahkan kaum muslimin untuk berobat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Sungguh Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dia telah menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Karena itu berobatlah dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram!” (HR. Abu Dawud)
Untuk menjaga kesehatan dan pengobatan, rakyat tentu saja membutuhkan peran negara. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, pelayanan kesehatan secara menyeluruh tidak mungkin bagi warga untuk memenuhinya secara mandiri. Sebagaimana dalam Islam, pelayanan kesehatan adalah hak rakyat dan merupakan kewajiban negara. Pengobatan dan layanan kesehatan adalah tanggung jawab negara.
Dalam hal ini, negara harus memberikan pelayanan kesehatan secara gratis. Pelayanan seperti ini, pernah dilakukan oleh Islam karena jaminan kesehatan dalam Islam memiliki beberapa sifat, di antaranya universal yaitu tidak ada pembedaan atas rakyat dalam hal pemberian layanan kesehatan. Kemudian gratis, untuk mendapatkan layanan kesehatan, rakyat tidak dipungut biaya apapun. Selanjutnya mudah dalam hal akses pelayanan kesehatan dan pelayanan sesuai kebutuhan medis.
Pemberian layanan kesehatan seperti tersebut di atas tentu membutuhkan dana yang tidak kecil. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber pemasukan negara sebagaimana telah ditentukan oleh syariah, seperti pengelolaan harta kekayaan umum, kekayaan milik negara, dan sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i dan ‘usyr. Semua itu lebih dari cukup untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara memadai, gratis, dan berkualitas.
Sedemikian sempurna Islam memerhatikan masalah kesehatan, namun mengapa fakta yang berbicara di lapangan tidak demikian? Rakyat ternyata tidak bisa mendapatkan haknya dengan mudah. Mereka kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan secara gratis namun tetap berkualitas. Saat membutuhkan pelayanan kesehatan, mereka harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit. Padahal selama pandemi, rakyat sudah sangat kesusahan.
Hal ini bisa terjadi karena negara kita saat ini tidak menjadikan aturan-aturan Islam sebagai rujukan. Alih-alih diterapkan dalam setiap aspek kehidupan termasuk kesehatan, aturan Islam justru malah dicampakkan. Negara kemudian mengadopsi sistem kapitalisme yang menjadikan layanan kesehatan sebagai ajang bisnis semata. Maka tak heran, mereka yang memiliki uang sajalah yang bisa mendapatkan pelayanan memadai, sedang mereka yang tak berpunya akan kesulitan untuk mendapatkannya.
Wallahu a’lam bishshawab.
[ah/LM]