Radikalisme Ancaman untuk Siapa?
Presiden Joko Widodo mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama. Menurut beliau jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundang penceramah radikal.
Tenaga Ahli Utama Kantor Stat Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengatakan peringatan pak Jokowi sudah tepat. “Saya bilang kalau diibaratkan penyakit kanker, maka penetrasi paham-paham radikal ini diibaratkan sudah masuk pada stadium keempat, jangan keliru. Sangat kritis,” kata Ngabalin, Minggu (6/3/2022/suara.com).
Melihat fakta yang ada, kenapa kata radikal selalu ditudingkan kepada umat Islam? Tuduhan radikal diarahkan kepada tokoh dan kelompok yang menyampaikan kebenaran serta memberikan solusi berdasarkan syariat Islam. Sebenarnya standar apa yang digunakan pemerintah untuk mengatakan seseorang ataupun kelompok radikal? Apakah yang memiliki pendapat bertentangan dengan pemerintah? Kata radikal berasal dari kata “radix” yang dalam bahasa Latin artinya “akar”. Dalam kamus, kata radikal memiliki arti, yaitu mendasar (sampai pada hal yang prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, ed-4, cet.I, 2008).
Berdasarkan arti kata tersebut, maka dapat kita lihat sebenarnya kata radikal bersifat ‘netral’. Tidak menunjukkan sesuatu yang bermakna positif atau negatif.
Sekarang, istilah radikal sudah bermakna negatif, sengaja ditudingkan kepada orang Islam yang teguh dalam memegang prinsip hidupnya sesuai dengan keyakinan yang diajarkan di dalam Islam. Apa yang salah dengan orang yang menjadikan Islam sebagai prinsip hidupnya? Bukankah memang harus demikian sikap kita sebgai seorang musilm, yaitu menjadikan Islam sebagai prinsip hidup kita.
Asma Yulia, SE
(Pemerhati Masalah Umat)
[if/LM]