Harga Kedelai Naik, Sungguh Ironis!
Oleh: Nur Illah Kiftiah Khaerani
(Guru di Bandung)
Lensa Media News – Harga kedelai kembali mengalami kenaikan. Saat ini kenaikan harga kedelai mencapai 30%, terakumulasi sejak November 2021. Hal tersebut disampaikan oleh ketua Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (kopti) kabupaten Bandung, Ghufron Cokro Valentini, “harga kedelai sebelumnya sekitar Rp 9000, tapi kini sudah lebih dari 11.000, kenaikannya mencapai 30%. Oleh karena itu, para pengrajin tahu dan tempe berencana akan mogok produksi pada 21 Februari hingga 23 februari 2022. mogok kerja akan dilaksanakan di wilayah Jawa Barat dan Jabodetabek (jabar ekspress.com)
Kenaikan kedelai di dalam negeri dipicu oleh kenaikan harga kedelai dunia sebagai respon atas menurunnya produksi kedelai di Argentina dan Brazil. Dengan demikian, praktis suplai kedelai dunia hanya berasal dari AS. Kedelai AS diborong Cina dalam rangka reformasi pakan babi. Padahal Indonesia selama ini mengimpor kedelai dari AS. Pengusaha tempe tahu lebih memilih menggunakan kedelai impor lantaran buruknya kualitas kedelai lokal. Pemerintah pun menganggap baik impor kedelai sebab memberikan keuntungan.
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa peran negara makin minim dalam mengurus rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator. Padahal semestinya negara berusaha keras agar bisa swasembada kedelai dengan varietas-varietas unggulan sehingga rakyat dapat mengakses kedelai berkualitas terbaik dengan harga murah.
Pandangan inilah yang ada dalam sistem Islam dimana negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, termasuk kedelai. Pemerintah akan memastikan kebutuhan kedelai dengan layak, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga petani bisa memproduksi kedelai dengan mudah dan hasil maksimal serta mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Negara juga akan membuat kebijakan politis hingga teknis dalam menjaga ketahanan pangannya. Kebijakan di sektor hulu misalnya dengan meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Mulai dari ketersediaan lahan, modal, edukasi dan teknologi, benih, pupuk, infrastruktur pendukung, penanganan pasca panen juga kemudahan pemasaran.
Selain itu, negara akan menghilangkan distorsi mekanisme pasar seperti penimbunan dan monopoli komoditas pangan. Siapa saja yang melanggar maka akan diberi sanksi sebagai pencegahan dan memberi efek jera. Dalam hal stabilitas harga, tidak ada penetapan harga tertentu pada komoditas pangan. Besaran harga diserahkan pada mekanisme pasar sesuai dengan jumlah penawaran dan permintaan, sehingga tidak ada yang dirugikan.
Wallahu’alambishawwab.
[lnr/LM]