Karakter Sistem : Anti Kritik Massal
Oleh: Fitriani Nurkamalah
Lensa Media News – Bank Dunia atau World Bank melihat kalau stimulus program perlindungan sosial dari pemerintah merupakan kunci untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat dari krisis Covid-19. Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut kalau besaran dana yang dikucurkan oleh pemerintah tersebut akan menentukan apakah masyarakat akan jatuh ke dalam jurang kemiskinan. “ Simulasi kami, kalau pemerintah tidak memberikan perlindungan sosial, maka sebanyak 8,5 juta masyarakat Indonesia bisa jatuh miskin akibat krisis ini, karena anggaran tidak tepat sasaran.” ujar mereka.
Sayangnya, dalam eksekusinya, perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah masih lambat dan bahkan tidak menyentuh kelompok yang seharusnya mendapatkan, terutama mereka yang terdampak dari sektor informal. “ Padahal, kelompok ini yang harusnya mendapat perlindungan sosial. Banyak orang yang tidak mendapat bantuan sosial dan akhirnya jatuh ke jurang kemiskinan, padahal mereka juga kehilangan pekerjaan,” tambah Bank Dunia.
Setelah kehilangan mata pencaharian, ditambah tidak terjangkau oleh program bantuan sosial mengakibatkan naiknya tantangan bagi rumah tangga untuk mendapatkan makanan, terutama bagi kaum miskin yang mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan. (Kontan.co.id-Jakarta)
Sebagaimana yang juga sering ditampakkan dalam wawancara di berbagai televisi, dimana rakyat mengeluhkan nasib perekonomiannya akibat dampak Covid 19. Mereka mengeluh tidak mampu membiayai kehidupannya, mulai dari asupan makanan bahkan membiayai sekolah para anaknya bagi IRT. Melihat kondisi ini pun penguasa masih saja dengan sikap “anti kritiknya”.
Padahal jelas taruhannya adalah nyawa umat yang mengharapkan suaranya didengar dan berharap dipenuhi hak-haknya.
Beginilah kondisi umat hari ini. Melihat fenomena ketidakadilan yang diterima rakyat, sangat wajar karena demokrasi ditegakkan di atas asas sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), sehingga keadilan tidak akan pernah sampai kepada umat. Keluh kesah umat pun hanya ”angin lalu” yang singgah.
Oleh karena itu, umat Islam tidak membutuhkan lagi aturan lain untuk mengatur seluruh aspek kehidupannya, baik yang bersumber dari paham komunisme maupun kapitalisme. Cukup hanya syariah Islam yang umat butuhkan. Terbukti Hingga saat ini pun umat tidak percaya dengan demokrasi. Tidak akan ada hukum maupun sistem terbaik selain dari sistem Islam dan negara Islam (khilafah), karena tidak ada satu pun perkara yang baik dalam demokrasi yang segala bentuk aturannya berasal dari produk akal manusia, bukan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Sistem Islam mengendalikan segalanya dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunnah sesuai ajaran Rasulullah saw. Berbagai macam problematika umat bisa teratasi dengan sigap dan benar. Hal ini dilakukan juga dengan penerapan berasas islam sehingga dapat dibagikan dengan adil dan sama ratanya. Tidak seperti sekarang ini, berpegang teguh pada kapitalisme yang sama sekali tidak memikirkan nasib umat.
Islam bukan sekadar identintas semata dalam kancah kehidupan, melainkan kunci dari berbagai aturan yang berlaku hingga di era modernisasi saat ini. Bukan cuma aturan pribadi saja, melainkan juga ada aturan dalam membangun negara. Jika manusia tidak mau mengikuti petunjuk-Nya, hidupnya pasti sesat. Jauh dari bahagia. Di akhirat pun dia akan mendapat siksa neraka. Na’udzubilLahi min dzalik. Petunjuk Allah Swt. tersebut tertuang dalam syariah-Nya. Itulah syariah Islam. Syariah Islam sempurna, lengkap dan adil. Syariah Islam hadir dengan lengkap, sempurna, universal, adil dan jauh dari kezaliman.
Sistem Islam akan memakmurkan umat dalam segala aspek kehidupan. Tidak akan pernah membandingkan antara kalangan atas ataupun bawah. Sehingga, jangan pernah berhenti menyuarakan bahkan mengritik penguasa dengan cara yang haq dan benar sesuai ajuran Al-Qur’an dan jejak Rasulullah saw.. Menyongsong sistem Islam (Khilafah) tegak demi terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
Wallahu a’lam Bisshowwab.
[hw/LM]